Mohon tunggu...
ade rahmah yulia
ade rahmah yulia Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi di universitas diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haruskah wanita BERJUBAH ?

2 November 2010   10:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:54 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya Ade Rahmah Yulia, gadis yang baru saja menjadi seorang mahasiswi di Universitas Diponegoro. Dalam kesempatan kali ini saya ingin berbagi tentang apa yang dialami oleh kebanyakan wanita normal yang telah mencapai masa baliq-nya (khususnya bagi kaum muslim). Apakah hal tersebut ? Yap..tentu saja tentang kewajiban mengenakan jilbab atau kerudung. Saya mengambil topic ini karena kebetulan saya juga sudah mengalami masa ini dan entah kenapa saya merasa terusik ketika melihat keadaan wanita di sekitar saya. Saya adalah salah satu wanita yang baru saja sanggup untuk mengenakan jilbab di usia saya yang ke-18 tahun. Sebenarnya saya juga sempat mengalami gejolak batin ketika orang tua saya menyarankan untuk memakai jilbab. Banyak sekali hal yang saya takutkan. Mulai dari penampilan sampai jodoh. Hal itu tentu dengan alas an yang kuat. Karena kebanyakan wanita yang berjilbab yang pernah saya temui itu terlihat tidak bisa menjga penampilan sama sekali. Mereka menutupi seluruh bagian tubuh mereka tanpa memikirkan kerapian dan kebersihan. Akhirnya mau tidak mau, lelaki yang normal atau kebanyakan enggan mendekati mereka. Yang saya pertanyakan dari dulu adalah : Apakah mungkin Allah yang Maha mengerti dan menyayangi umatnya membuat suatu kewajiban bagi umatnya yang mana kewajiban tersebut justru membuat umatnya sengsara ? TENTU TIDAK. Lalu, mengapa bisa terjadi hal seperti itu. Bukankah islam juga menjunjung tinggi tentang KEINDAHAN serta KEBERSIHAN ?

Kenapa banyak sekali wanita muslimah yang melupakan kedua hal tersebut ? Padahal semuanya saling berkaitan dan tidak bisa dipahami secara terpisah. Mereka “sibuk” menutupi aurat bahkan diri mereka sendiri tanpa mempedulikan keindahan serta kebersihan. Padahal inti dari sebuah perintah untuk menutup aurat kita adalah sebagai proteksi, tameng, penjaga diri kita dari hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi. Bukan malah membatasi ruang gerak dan pergaulan kita. Bisa kita lihat kalau kebanyakan wanita muslimah yang memakai penutup aurat dengan gaya jubah atau jilbab yang sangat besar biasanya berkelompok sendiri dan enggan berbaur dengan wanita lain apalagi dengan lawan jenis mereka. Kalau begitu keadaanya, berarti jilbab telah membuat mereka menjadi anti-sosial..dan ini beretentangan dengan nilai atau ajaran islam yang menjunjung tinggi tali silaturahmi.

Sebenarnya perintah untuk memakai jilbab sampai dengan dada itu dimaksudkan untuk menutupi bagian yang menonjol yang dapat mengundang nafsu atau syahwat dari lawan jenis bukan ? Jadi, apakah salah jika ada pernyataan kalau seseorang tidak harus memakai jilbab yang sangat besar dan menjuntai sampai ke bagian dada bahkan sampai mendekati pantat asalkan mereka tidak menonjolkan bagian-bagian yang mengundang syahwat ? Mereka bisa saja menggunakan atasan yang tidak ketat dan longgar bukan..tanpa harus mengurangi unsure keindahan, kebersihan, serta kerapian.

Sebenarnya cara berpakaian seperti itu juga bisa berdampak pada lingkungan sosial serta pekerjaan mereka. Sebab banyak sekali kantor, perusahaan, dan berbagai tempat kerja memiliki standar penampilan untuk para pekerjanya. Misalnya saja seperti dalam dunia perawat. Salah satu dosen saya di Program Studi Ilmu Keperawatan Undip mengatakan kalau sebagai perawat kita harus berpenampilan rapi dan bersih, serta dituntut atau berkewajiban untuk menunjukan jati diri kita (terutama wajah), berkaitan dengan penggunaan cadar. Lalu, banyak juga peraturan di rumah sakit-rumah sakit Internasional yang melarang penggunaan pakaian yang terlalu panjang dan menjuntai karena dari kain bisa mengontaminasi pasien dengan berbagai virus atau kuman yang sebelumnya menempel pada kain tersebut. Selain dalam dunia kesehatan, banyak juga hal-hal ataupun peraturan yang berdampak terhadap cara berjilbab atau berjubah, misalnya saja perdagangan atau perhotelan. Hal-hal serta kejadian tersebut semakin menguatkan kalau dalam berjilbab tetap harus rapi, indah, bersih.

Tidak bisakah seorang wanita yang berjilbab tetap tampil modis tanpa melanggar atau meninggalkan salah satu perintah Allah ? Tidak bisakah seorang wanita berjilbab tetap aktif dan dihormati tanpa dibedakan dalam suatu lingkungan sosial ? Tidak bisakah semuanya itu ? Jawabannya adalah BISA..dan PASTI BISA..

Sekian dulu hal yang bisa saya ungkapkan. Semua yang saya sampaikan tidaklah ada maksud untuk menyalahkan, mendiskriminasi, atau sok pintar. Tapi semuanya itu hanyalah ungkapan batin saya secara yang memang bingung dengan keadaan yang terjadi. Bila ada kritik, saran, pendapat, silakan utarakan..semuanya demi pembelajaran hidup semata. Terima kasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun