Mohon tunggu...
Adelia Rachmawati
Adelia Rachmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang memiliki minat pada psikologi dan sosiologi di lingkungan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membuka Pandangan Kasus Bunuh Diri Mahasiswa Indonesia Berdasarkan Teori Sosiologi Komunikasi

6 Januari 2023   17:00 Diperbarui: 6 Januari 2023   17:04 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Universitas adalah tempat dan ruang dimana para pelajar dapat menuntut ilmu. Di tempat ini sudah seharusnya para mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri dan passion yang mereka miliki.

Namun, siapa sangka bahwa tempat yang seharusnya menjadi ruang untuk menimba ilmu tersebut memiliki kasus yang cukup mengerikan, yaitu insiden bunuh diri. Begitu banyak kasus suicidal yang terjadi di beberapa universitas dalam negeri. Bahkan hingga sekarang, kasus-kasus tersebut semakin bertambah dan menjadi lazim untuk diperbincangkan.

Berdasarkan berita-berita yang beredar,  insiden ini umumnya dilakukan oleh para mahasiswa yang konon memiliki berbagai masalah sehingga mereka bisa nekat untuk melakukan tindakan tersebut. Hal ini juga didukung dengan adanya keterangan dari orang-orang sekitar. Kasus bunuh diri ini umumnya terjadi karena beberapa faktor yaitu,

pertama, tekanan yang dialami karena tugas menumpuk dan kegiatan kampus yang sangat padat. Seperti yang kita ketahui, tugas dan kegiatan kampus yang padat adalah hal normal yang dialami oleh setiap mahasiswa. Namun siapa sangka jika hal tersebut bisa menjadi penyebab seseorang untuk melakukan bunuh diri? Hal ini bisa saja terjadi karena tekanan dan stress yang dirasakan oleh para mahasiswa. Kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya para korban rasakan sehingga bisa melakukan tindakan tersebut. Namun, dibeberapa kasus bunuh diri di Indonesia faktor yang satu ini telah di cap menjadi salah satu alasan kuat mengapa para korban bisa berujung pada keadaan mengenaskan seperti itu.

Kedua, adanya masalah dengan lingkungan sekitar seperti teman, pasangan hingga keluarga. faktor-faktor ini sangatlah umum untuk dibicarakan, namun tanpa disadari berdampak begitu besar terhadap hidup seseorang. Memiliki masalah dengan pertemanan, pembullyan, putus cinta, bahkan konflik dengan keluarga bisa membuat seseorang merasa terpuruk dan stress secara berlebihan. Hal tersebut dapat berdampak lebih parah apabila tidak ada orang terdekat yang menemani dan mengerti keadaan mereka.

Ketiga, adanya gangguan terhadap diri sendiri (kesehatan mental). Faktor ini sangat berefek besar dibandingkan faktor lainnya. Mengapa? Karena jika kita tidak dapat meng-handle diri kita dengan baik, itu akan berakibat terhadap hal apapun yang kita rasakan dan lakukan. Sama halnya dengan keadaan mental seseorang. Begitu banyak orang yang mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan lain-lain. 

Maka, ketika mereka tidak dapat mengontrol atau tidak mendapatkan pertolongan yang baik, mereka akan mengalami sakit yang teramat sangat atau bahkan berujung pada pemikiran "bunuh diri". Apabila merasa diri kita tidak aman, akan jauh lebih baik untuk berbicara dengan orang terdekat, ataupun meminta pertolongan psikolog dan psikiater.

Berdasarkan beberapa faktor diatas, dapat dilihat bahwa begitu banyak faktor yang bisa saja menjadi alasan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Bahkan, hal kecil sekalipun bisa sangat berpengaruh terhadap hidup seseorang.

Jika dikaitkan dengan ilmu sosiologi komunikasi, teori yang dikemukakan oleh Max Weber mengenai Teori Tindakan Sosial mengatakan bahwa tindakan sosial manusia dapat dibagi menjadi beberapa bagian, salah satunya ialah tindakan rasionalitas instrumental dan tindakan afektif.

Di dalam tindakan rasionalitas instrumental,  suatu tindakan biasanya dilakukan oleh seseorang berdasarkan pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu, selain itu mereka juga memperhatikan ketersediaan alat yang digunakan untuk mencapainya. Dalam konteks kasus suicidal ini, kita dapat melihat bahwa tidak sedikit dari para korban yang mungkin berfikir bahwa beban pikiran dan masalah yang mereka hadapi sangatlah berat, sehingga dengan keadaan terpuruk tersebut mereka berfikir cara terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut ialah dengan cara bunuh diri.  Mereka berasumsi bahwa cara tersebut merupakan jalan keluar yang mereka pikirkan secara sadar.

Sedangkan dalam tindakan afektif sendiri, seseorang melakukan suatu tindakan lebih didominasi oleh perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau kesadaran. Pada umumya, di dalam kasus bunuh diri para korban biasanya mengalami emosi yang sangat sulit untuk dikendalikan. Ntah itu perasaan sedih, marah, nangis hingga stress yang sangat berlebihan karena sebuah masalah. Hal-hal tersebut juga bisa saja terjadi karena kondisi mental yang kian memburuk.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh setiap individu dapat terjadi berdasarkan faktor-faktor yang mendasar. Tidak ada seorangpun melakukan suatu tindakan tanpa pertimbangan, sekecil apapun itu. Sama seperti yang dialami para korban, mereka tentu saja melakukan hal tersebut karena pemikiran yang menurut mereka sudahlah benar.

Di zaman sekarang ini, tidak sedikit masyarakat yang berfikir bahwa kasus bunuh diri ini dapat terjadi karena kesalahan dari korban itu sendiri dan universitas tempat mereka belajar. Bahkan, mereka juga berfikir bahwa kesehatan mental itu bukanlah hal yang begitu penting untuk diperhatikan dan tidak berdampak begitu besar terhadap hidup seseorang. Oleh karena itu, kita sebagai active audience yang lebih peka terhadap kondisi tersebut harus memberikan kesadaran kepada masyarakat.

Orang-orang harus lebih menyadari bahwa tidak semua kasus bunuh diri terjadi karena kesalahan dari korban, ataupun dari universitas tempat mereka belajar. Tidak semua insiden ini terjadi karena para korban kurang menghargai kehidupan, kurang beribadah, atau bahkan bodoh karena tidak dapat berfikir dengan jernih. Sudah seharusnya kita berhenti untuk berfikir seperti itu dan lebih terbuka dengan menganalisis berbagai sudut pandang dan fakta yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun