By Succubus Ubus
Memuisikan hidup atas sebuah pecah
dan itukah kau, Tuan
sedangkan akulah penyair yang mendekap sepi
di jantung unguÂ
lelah mengemis
memumpun rindu; terbata-bata
merebah tirus sebelum kepergiannya.
Dia kembali bergerak sesuai birama alam memulai kisah baru. Ada sebuah kelepasan, penjaga kesadaran untuk membicarakan indahnya dunia dalam tiap tetesan secangkir kopi.Â
Pagi ini dia membuka lembaran baru dengan hawa murni. Menyapa langit biru yang tidak lagi pekat, bahkan lebih bercahaya. Sekumpulan kupu-kupu terbang bebas mencari mekarnya bunga. Sekawanan burung bebas terbang di angkasa dengan begitu riang. Juga sebuah taman, hari ini begitu banyak yang mengucapkan salam. Begitu banyak ruang yang mengepisodekan bahwa hari ini adalah kenikmatan yang paling indah.
Saat dia duduk di dekat pohon akasia. Datang Anomali. Dengan senyum manis di kedua pipinya. Kemudian membahasakan ingin yang lama di pendam dalam hati, sekian tahun lamanya. Anomali meminta dia untuk menjadi catatan jejak akhir hidupnya.Â
Dan mendekaplah engkau sebagai senyawa yang kupilih
ini pinta yang pernah tak kau anggap
tetapi dengarkan sekali lagi
aku mencintaimu tanpa batas
sejak jagat menemukan paras ayu
hingga benih membukit
tak luput rasa ini
untuk diam dan pergiÂ
menemui hal yang tak ingin terlewatkan sekali lagi
berkisahlah bersamaku
sampai akhir batas zaman.Â
Dia terhenyak untuk sesaat. Matanya sedikit terbelalak. Dan tubuhnya bergetar. 'Hai! Ini bukan getaran cinta. Tetapi lebih kepada pesona tanpa benih. Sebab getar itu masih kepada dia.' Dia berbicara dalam angannya sambil mencoba memahami apakah getar ini adalah cinta.
HM, edisi ini
meminang sesuatu hal yang basah
untuk menciptakan aneka musim
tanpa ada luka
sebab kita adalah sepi yang lupa keramaian.
Dia hanya diam, memandang halaman bunga. Kemudian menyentuh jemarinya sendiri. Sedangkan Anomali kembali membujuknya untuk menjawab apa yang menjadi inginannya. Dia memandang  Anomali dengan tatapan bagai hewan yang sedang memburu target laparnya, kemudian diam dalam hening yang pikirannya entah kemana.
Sejam berlangsung tanpa kata-kata. Kemudian dia membuka suara dan mengatakan bahwa untuk hidup dengannya adalah perjalanan tersulit. Sebab mimpi  yang  dia miliki  begitu  tinggi. Jutaan anak-anak itu adalah kumpulan resep yang harus di masak dengan bumbu yang tentunya sangat banyak agar masakan mampu di nikmati dengan baik oleh dunia pasar. Di mana pelepasan akhir adalah bersekutu dengan keramaian yang sebenar-benarnya.
Anomali hanya mengangguk setuju. Sambil memberikan banyak masukan agar mimpi yang baru saja di mulai bisa menjadi kenyataan. Dia tersenyum puas dan sedikit berdoa semoga harapan dan mimpi akan segera berlabuh secepatnya.
Duhai yang telah menyetujui hasratku kepada puisi
maka diamlah sejenak
sebab ingin merasakan hadirnya
bukanlah kesalahan
untuk menguasaii ladang tandus; milikku
tanpa sakit.
kemudian ciptakanlah sajak perjuangan
atas masa yang pernah retakÂ
dan sekarat
kunantikan bahasa majemukÂ
berkolaborasi dengan pencapaian batas akhir.
Bekasi, 9 Desember 2018.
09 : 34
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H