Pemerintah menjelaskan alasan hingga kini tidak menerapkan pembatasan social berskala besar atau Lockdown ditengah meroketnya jumlah kasus COVID-19 dan desakan masyarakat untuk dilakukannya Lockdown. Mereka berkaca pada kebijakan PSBB yang diterapkan pada April 2020. Hal itu mengakibatkan kontraksi ekonomi yang luar biasa.
Maka Satgas COVID-19 lebih memilih melanjutkan kebijakan PPKM Mikro ketimbang menggantinya dengan kebijakan PSBB. Kalau saja tahun lalu pemerintah dan masyarakat bergotong royong mulai dari level komunitas sampai nasional, seharusnya pemerintah sudah bisa mengendalikan kasus tahun ini. Mereka juga belajar dari pengalaman yang lalu tentang PSBB yang mungkin bagus tetapi dalam satu wilayah akan mengalami pembatasan yang sangat amat ketat.
Tahun ini lonjakan COVID-19 di ibu kota kian hari makin mengkhawatirkan. Sejumlah rumah sakit sudah mulai penuh, tenaga kesehatanpun mulai kewalahan hadapi pasien yang setiap hari meminta tempat isolasi. Tempat pemakaman umum pun juga mulai penuh. Lalu bagaimana PEMPROV DKI Jakarta menghadapi ini dan seperti apa jurus jitu agar penularan COVID-19 bisa ditekan?
Seperti yang kita ketahui Bersama bahwa data penambahan penderita COVID-19 ini memang semakin tinggi, bahkan minggu ini saja penambahan mencapai lebih dari 5.000 kasus. Apakah ini karena test PCR yang tinggi atau justru memang penularannya yang semakin mengkhawatirkan? Dan apa itu test PCR? Ada tiga langkah kunci untuk tes PCR COVID-19, yaitu yang pertama pengumpulan sampel, yang kedua ekstraksi, dan yang ketiga PCR.
Jika kita memiliki gejala COVID-19 dan berada dalam jarak enam kaki dari seseorang selama 15 menit atau lebih yang dinyatakan positif COVID-19, kita harus diuji dan ditest untuk COVID-19. Sayangnya, beberapa situs pengujian tidak menawarkan pengujian dan test jika kita telah terpapar tetapi tidak memiliki gejala.
Tes PCR untuk COVID-19 adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis orang-orang yang saat ini terinfeksi SARS-CoV-2, yaitu virus corona penyebab COVID-19. Tes PCR adalah tes yang katanya “berstandar emas” untuk mendiagnosis COVID-19 karena merupakan tes yang paling akurat dan andal.
Tes reaksi berantai polimerase (PCR atau Polymerase Chain Reaction) dilakukan untuk mendeteksi materi genetik dari organisme tertentu, seperti virus. Test ini mendeteksi keberadaan virus jika kita terinfeksi pada saat tes. Tes ini juga dapat mendeteksi fragmen virus bahkan setelah kita tidak lagi terinfeksi.
Tes PCR usap hidung untuk COVID-19 adalah tes yang paling akurat dan andal untuk mendiagnosis COVID-19. Jika tes positif, berarti ada kemungkinan COVID-19. Jika tes negative, berarti ada kemungkinan tidak COVID-19 pada saat tes. Lakukan tes jika kita memiliki gejala COVID-19 atau telah terpapar dengan seseorang yang dites positif COVID-19.
Ada beberapa sebab penularan yang semakin mengkhawatirkan, yang pertama memang disebabkan oleh arus balik mudik. Terakhir tanggal 31 mei pemerintah melakukan penyekatan diperbatasan arus balik. Tapi, setelah itu pemerintah kebobolan dan membukanya kembali sehingga mulai berdatangan semakin banyak arus balik yang berpotensi menimbulkan kehadiran virus dari daerah-daerah yang masuk ke Jakarta. Begitu juga sebaliknya dari Jakarta keluar Jakarta.
Kemudian yang kedua, disebabkan karena Jakarta sebagai ibu kota, pusat interaksi, pusat pemerintahan, pusat budaya, pusat segala-galanya. Terjadilah interaksi yang tinggi seperti orang-orang yang berdatangan dari luar negeri, dari daerah aceh sampai papua, maupun yang sekedar transit di Jakarta juga berpotensi menimbulkan interaksi, kerumunan, dan menimbulkan penularan.