Riba adalah istilah yang sangat penting dalam konteks ekonomi Islam, namun seringkali muncul kebingungannya karena adanya perbedaan pengertian antara istilah riba menurut bahasa dan menurut terminologi syariah. Dalam artikel ini, saya ingin mengupas tentang perbedaan tersebut agar kita bisa lebih memahami dengan jelas apa itu riba dan bagaimana pengertiannya dalam dua konteks yang berbeda ini.
Pengertian Riba Menurut Bahasa
Secara bahasa, riba berasal dari bahasa Arab yang berarti "pertumbuhan" atau "tambahan". Kata ini merujuk pada peningkatan atau pertumbuhan suatu hal, yang dalam konteks keuangan, sering kali diartikan sebagai tambahan yang diperoleh dalam suatu transaksi atau hubungan ekonomi. Dalam hal ini, riba dapat diartikan sebagai keuntungan atau tambahan yang diperoleh dari suatu transaksi.
Namun, dalam pengertian bahasa saja, tidak ada batasan jelas mengenai apakah tambahan atau keuntungan yang dimaksud itu halal atau tidak. Oleh karena itu, riba dalam bahasa cenderung lebih umum dan bisa berarti apa saja yang bertambah atau tumbuh, tanpa memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut sesuai dengan hukum atau tidak.
Pengertian Riba Menurut Syariah
Di sisi lain, pengertian riba menurut syariah memiliki makna yang lebih spesifik dan lebih terikat pada prinsip-prinsip hukum Islam. Dalam perspektif syariah, riba merujuk pada praktik memperoleh keuntungan atau tambahan yang tidak adil dalam transaksi keuangan. Ada dua jenis utama riba yang dikenal dalam syariah: riba al-fadl dan riba an-nasi'ah.
1. Riba al-Fadl: Ini terjadi ketika terdapat pertukaran barang sejenis yang tidak setara, misalnya menukar emas dengan emas atau gandum dengan gandum, namun dengan jumlah yang tidak seimbang. Dalam transaksi ini, salah satu pihak akan mendapatkan keuntungan yang tidak adil dari perbedaan jumlah tersebut.
2. Riba an-Nasi'ah: Ini terjadi dalam transaksi pinjaman di mana ada tambahan atau bunga yang dibebankan sebagai syarat pengembalian uang yang dipinjam. Dalam transaksi ini, pihak yang memberi pinjaman memperoleh keuntungan dari bunga yang dikenakan, yang dianggap tidak sah dalam Islam karena merugikan pihak yang meminjam.
Riba dalam syariah tidak hanya dilihat dari segi tambahan atau keuntungan semata, tetapi lebih kepada keadilan dan keseimbangan dalam transaksi. Jika keuntungan diperoleh dengan cara yang tidak adil atau merugikan salah satu pihak, maka hal itu dianggap sebagai riba dan dilarang dalam Islam.
Perbedaan Pengertian Riba dalam Bahasa dan Syariah
Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat bahwa perbedaan utama antara pengertian riba dalam bahasa dan dalam syariah terletak pada konteks dan penerapan hukumnya. Secara bahasa, riba bisa berarti pertumbuhan atau tambahan dalam pengertian yang sangat umum, tanpa memandang apakah tambahan tersebut didapatkan dengan cara yang adil atau tidak.
Sementara itu, dalam syariah, riba merujuk pada tambahan atau keuntungan yang diperoleh secara tidak sah dalam transaksi ekonomi, yang melanggar prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam hal ini, syariah membatasi dan mengatur cara-cara memperoleh keuntungan agar tidak merugikan salah satu pihak dan mencegah terjadinya eksploitasi dalam transaksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H