Pada hari Sabtu 2 Desember 2023, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) menginisiasikan konferensi nasional terbesar mengenai kebijakan luar negeri Indonesia yang bertajuk “Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2023 : From Non-Alignment to Creative Alignments”.
Forum ini diadakan oleh FPCI untuk menantang capres 2024 membicarakan mengenai kebijakan luar negeri yang akan dibawakannya ketika sudah menjadi presiden nantinya. CIFP 2023 bertempat di Grand Sahid Jaya, Jakarta.
Namun bagi teman-teman yang tidak dapat hadir secara langsung, Sekretariat FPCI juga telah menyediakan live stream di kanal youtube yang dapat diakses disini : bit.ly/LivestreamCIFP2023.
Foreign Policy Community of Indonesia adalah suatu organisasi nirlaba dan non-politis yang bergerak di bidang hubungan internasional, dan terbuka untuk semua kalangan.
Kebijakan Luar Negeri Anies mengandalkan lima pilar.
Pertama ialah pertahanan yang adaptif, yang dimaksud pertahanan yang adaptif disini yaitu Indonesia harus adaptif dengan tantangan global. Indonesia harus punya angkatan bersenjata kapal pesawat yang modern yang siap untuk menjaga alur laut kepulauan Indonesia dan memiliki kapasitas untuk memantau ancaman lepas pantai. Indonesia juga harus punya sistem cyber untuk melindungi rakyat di ranah digital.
Pilar yang kedua yaitu, Ekonomi berkeadilan. Negara yang kuat itu lahir dari ekonomi dan rakyat yang makmur, rakyat yang sejahtera, karena itu Anies melihat perlunya menjangkau dan membuat Free Trade agreements yang berkeadilan.
Pilar ketiga yaitu lingkungan lestari. Dengan lingkungan yang lestari memuungkinkan Indonesia memiliki daya tawar di dunia, punya daya tarik di dunia untuk nantinya berinteraksi dengan generasi-generasi masa mendatang. Anies juga menceritakan bahwa dirinya aktif dalam forum C40. Forum C40 adalah asosiasi kota-kota besar dunia dimana forum ini mendorong kebijakan kota-kota untuk lebih ramah lingkungan dan menangani polusi. Dalam kepemimpinan C40, Gubernur DKI menjadi wakil kedua setelah Gubernur Tokyo. Jakarta sebagai wakil dalam steering committee ini jadi kita tidak menjadi penonton tapi kita ikut di dalam mewarnai kebijakan-kebijakan terkait dengan perkotaan dunia dan apa yang terjadi Jakarta waktu itu menjadi salah satu contoh. Bahkan di tahun 2021 Jakarta mendapatkan nomor satu sedunia sustainable transport Award karena transformasi bidang transportasi yang terjadi di Jakarta.
Pilar yang keempat yaitu Brand Indonesia. Hal ini menjadi salah satu kunci diplomasi kita. Seperti soft power diplomacy melalui kuliner. Anies juga ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan pembelajaran kebudayaan. Indonesia tidak boleh hanya jadi tuan rumah di negeri sendiri tapi harus bisa menjadi tamu mempesona di negeri orang. Biarkan dunia datang ke Indonesian cultural center yang ada di berbagai negara supaya Indonesia hadir dan menunjukkan kekuatan budaya kita.
Kemudian pilar yang terakhir yaitu, Diplomasi proaktif dan inklusif. Kedepan Indonesia perlu lebih proaktif dan supaya lebih proaktif, kita membutuhkan kegiatan yang lebih inklusif, diplomasi yang lebih terbuka. Bukan hanya diplomat yang melaksanakannya tetapi juga semua termasuk kaum muda menjadi ujung tombak Indonesia di dunia internasional.
Anies memulai dengan mempresentasikan gagasannya, dibuka dengan pertanyaan kepada audiens “Apa saja tantangan global terkini?” kemudian Anies melanjutkan bahwa terdapat 4 wilayah yang sesungguhnya menjadi tantangan terbesar.
Yang pertama ialah Geopolitik yang bergeser dari unipolar ke multipolar(multiple great powers). Ancaman militer dan non-militer, tidak perang dan juga tidak damai, ancaman multidimensi ada cyber, course economy, dan dampaknya dari situasi ini yaitu meningkatnya distrust antarnegara. Slogan si vis pacem para bellum yang artinya jika ingin damai maka bersiaplah untuk perang makin nyaring, ini menandai bahwa arm race ini muncul.
Yang kedua yaitu tantangan dalam sektor ekonomi. Kita menyaksikan pergerakan arus modal dari negara berkembang ke negara maju karena perubahan suku bunga. Kita juga menyaksikan kompetisi sistem ekonomi global itu meningkat signifikan ditambah dengan adanya aging demografy dimana orang-orang usia produktif dengan usia pasca produktif proporsinya berubah signifikan ini semua merupakan salah satu fenomena penting di tingkat Global.
Kemudian yang ketiga adalah lingkungan hidup, yaitu hal yang paling mendasar dan paling berdampak bagi kita semua. Greenhouse Gases Emission(GSG) dirasakan oleh penduduk di seluruh dunia, terkhusus oleh masyarakat yang tidak mampu. Ketika terjadi heat wave di Jakarta dan seluruh Indonesia dampaknya luar biasa pada kesehatan dan lain-lain. Target adaptasi untuk perubahan iklim belum terpenuhi, dunia menargetkan perubahan kenaikan suhu ini bukan lagi 1,5 derajat seperti yang telah disebutkan di Paris Agreement tapi diprediksi mungkin 2,5 sampai 3 derajat dan tentu itu dampaknya luar biasa untuk kita semua terutama kita yang hidup di Indonesia. Permukaan air laut akan sangat berubah dan dampaknya di negara kepulauan seperti Indonesia akan sangat besar.
Yang keempat dan tidak kalah penting yaitu mengenai Demokrasi. Dapat disaksikan oleh kita semua bahwa, terjadi democratic backsliding atau kemunduran demokrasi di seluruh dunia. Banyak negara-negara yang bergerak ke arah non-demokrasi, jika dibilang otoriter tetapi belum nampak, juga less good governance tapi mau dibilang korup juga belum. Jika tidak dikendalikan, kemunduran demokrasi mengakibatkan negara mengalami kehilangan kualitas demokrasinya. Fenomena ini tidak hanya dialami oleh beberapa negara namun hampir 37% populasi dunia itu sekarang berada di dalam sistem rezim otoriter, lalu indeks demokrasi 92 negara stagnan(turun). Indeks persepsi korupsi khusus untuk Indonesia jelas mengalami penurunan dari yang pada tahun 2018 menduduki nomor 36 sekarang menjadi ke-34. Minimnya praktik demokrasi dalam politik luar negeri dan tambah lagi di dalam negeri kita tidak mempraktikkan demokrasi good governance merupakan kekhawatiran tersendiri bagi Anies. Keempat permasalahan tadi ialah contoh empat tantangan yang menurut Anies Baswedan, capres nomor 1 penting untuk dibahas.
Kemudian, Anies menyatakan poin pentingnya yaitu : “Indonesia sudah tidak boleh lagi hanya menjadi penonton dan partisipan pasif di gelanggang dunia. Indonesia terlalu besar, terlalu berpotensi untuk jadi penonton di samping. Indonesia harus tampil di depan. Indonesia harus menjadi Agenda Setter bagi percakapan dan arah perkembangan dunia dan sudah sepatutnya kita punya sejarah yang gemilang.”
Anies kemudian menunjukkan beberapa ilustrasi mengenai gagasan Bung Karno pada masa itu menggagas tentang Konferensi Asia Afrika dan bagaimana Indonesia menjadi Agenda Setter dan bagaimana Indonesia menjadi inspirasi di mata dunia. Anies kemudian memaparkan istilah yang mereka usung untuk Politik Luar Negeri-nya yaitu “Kekuatan Cerdas Berbasis Nilai”.
Anies menjelaskan kenapa nilai itu menjadi hal yang penting karena jika kebijakan apapun, terutama kebijakan luar negeri tidak memiliki dasar nilai maka kita tidak punya kompas. Values itu penting, jika kita memiliki values(nilai) kita punya arah, mana yang harus kita kerjakan. Anies ingin mengkombinasikan aspek hard power dengan soft power berjalan beriringan.
Dapat disimpulkan bahwa, Anies Baswedan sebagai capres nomor 1 memiliki lima pilar sebagai pedoman dalam menjalankan Politik Luar Negeri Indonesia jika terpilih menjadi Presiden Indonesia 2024-2029 nantinya.
Anies berfokus kepada permasalahan global, 4 permasalahan yang Anies highlight disini ialah : Geopolitik yang bergeser dari unipolar ke multipolar(multiple great powers), tantangan dalam sektor ekonomi, lingkungan hidup, demokrasi.
Dalam menerapkan Politik Luar Negeri-nya, Anies mengutamakan values. Menurutnya, kebijakan apapun terutama kebijakan luar negeri jika tidak memiliki dasar nilai maka kita tidak punya kompas. Kompas yang dimaksud disini yaitu arah. Forum CIFP (Conference on Indonesia Foreign Policy) diadakan oleh FPCI (Foreign Policy Community of Indonesia) . Djalal. Dr. Dino Patti Djalal menekankan bahwa FPCI adalah netral nonpolitis dan bahkan pada pemilu 2019 FPCI membantu KPU dalam perdebatan presiden. Dalam CIFP 2023 ini sendiri acara terkhususnya yaitu "Foreign Policy Challenge for the next President" dan yang sudah menerima tantangan ini adalah dua capres yaitu Anies Baswedan dan capres Ganjar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI