Mohon tunggu...
ADELIA ZAHRA
ADELIA ZAHRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Hallo! Saya Adelia, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi PGPAUD, kini saya semester 5 dan hobi saya menari. Selamat membaca artikel yang saya buat ya, semoga dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Asuh Otoritatif: Menghambat Atau Mendorong Kemandirian Anak?

6 Januari 2024   14:17 Diperbarui: 6 Januari 2024   14:26 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut (Djamaluddin, 2014) (dalam (Pembayun, 2022) pola asuh adalah cara orang tua dalam mengasuh, membimbing, dan mendidik anaknya. Sebagian besar waktu yang anak miliki, tentu akan habis banyak bersama orang tua atau keluarganya. Menurut Thoha (dalam (EGITA, 2021) pola asuh merupakan suatu cara yang dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk rasa tanggung jawab mereka kepada anaknya. Sedangkan menurut Latifah, 2011 (dalam (Ayun, 2017) pola asuh dapat diartikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang diiringi dengan pemenuhan kebutuhan fisik anak, seperti makan, minum, dan lain sebagainya. Dan pemenuhan kebutuhan psikologis anak,seperti keamanan, kenyamanan, kasih sayang, dan lain sebagainya. Jadi, pola asuh adalah cara yang dilakukan oleh orang tua dalam membimbing, mendidik anak sebagai rasa tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak, dan ada 3 tipe pola asuh yang dikatakan oleh Diana Baumrind (dalam (Maemunah, 2017) yaitu pola asuh ototarian, pola asuh otoritatif, dan pola asuh permisif.

Pola asuh menjadi salah satu hal penting yang bisa memberikan impact atau pengaruh terhadap kemandirian anak, perkembangan anak, termasuk juga keterampilan sosial, emosi, dan perilaku adaptif anak. Pola asuh juga merupakan suatu gambaran mengenai sikap dan perilaku orang tua dengan anak dalam beraktivitas dan melakukan komunikasi selama pengasuhan itu berlangsun g (Henny Vidya, 2018). Namun, keseringan orang tua kurang memberikan perhatian, kurang mendengarkan pendapat anak, dan kurang mendukung di setiap keinginan dan keputusan yang anak pilih. Orang tua sering lebih berkuasa dalam hal mengontrol anak, sehingga permasalahan tersebut masuk ke dalam jenis pola asuh otoriter.

Pola asuh otoriter merupakan salah satu cara gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua dengan cara melihat dari sudut pandang kegiatan yang ingin anak lakukan (Ismaniar, 2019). Artinya pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang digunakan oleh orang tua  dengan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter seperti orang tua menentukan semua peraturan atau aktivitas yang ingin anak lakukan, dan segala sesuatu hal yang akan anak lakukan. Pola asuh otoriter ini juga memperlihatkan perilaku orang tua yang bertindak keras dan cenderung deskriminatif, dengan ciri orang tua memberikan suatu ketidak bebasan anak untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga pada akhirnya anak melawan aturan yang sudah dibuat oleh orang tua.

Kemandirian adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain, namun masih adanya arahan dari orang tua yang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Kemandirian pada diri anak dapat dilihat jika anak sudah mampu melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Kemandirian di ukur dari tingkah laku anak baik secara fisik ataupun perilaku sosial emosionalnya. Sedangkan kemandirian secara sosial dapat dilihat dari ketika anak sudah mampu berhubungan dengan orang lain secara mandiri dan tidak bergantung pada aktivitas orang tuanya (Maemunah, 2017).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan kemandirian yaitu faktor internal (faktor emosi, fackor intelektual) dan faktor eksternal (lingkungan, pola asuh, karakteristik anak, kualitas informasi dan status pekerjaan. Adapun hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemandirian anak, diantaranya keaktifan orang tua dalam menciptakan lingkungan rumah yang aman, nyaman, dan harmonis sebagai lingkungan pertama bagi anak untuk bersosialisasi, orang tua dapat mengembangkan rasa kasih sayang dengan sama rata melalui memberikan kesempatan kepada anak untuk memperlihatkan kasih sayangnya (Henny Vidya, 2018).

Sedangkan faktor yang mempengaruhi anak menjadi mandiri yaitu gaya pola asuh yang digunakan orang tua, stimulasi keluarga, jenis kelamin dan urutan kelahiran anak (Dilanti, Sari, & Nasution, 2020).

Pola asuh otoritatif merupakan salah satu pola asuh terhadap anak yang menunjukkan pengawasan yang sangat ketat terhadap tingkah laku anak, tujuan pola asuh otoritatif merupakan menciptakan generasi dengan cara memberikan asuhan yang penuh kasih namun terkendali dan tidak memanjakan anak (Saman & Hidayati, 2023). Ciri-ciri pola asuh otoriter yaitumemiliki peraturan yang ketat dan harus ditaati oleh anak, orang tua memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap pencapaian yang harus anak raih, dan pendekatan antara orang tua dan anak yang sudah terstruktur. Esai ini bertujuan untuk mengeksplorasi apakah pola asuh otoriter berperan sebagai penghambat atau pendorong perkembangan kemandirian anak. Sebelum membahas jauh mengenai pola asuh otoriter, pentingnya untuk membahas ciri utama orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter. Orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter ini cenderung menetapkan segala peraturan yang baku dan memiliki standar yang tinggi terhadap perilaku yang ada pada diri anaknya. Orang tua tersebut sering menekan anak untuk disiplin, menekan anak untuk mentaati peraturan yang sudah orang tua tetapkan. Pendekatan antara orang tua dan anak menggunakan pendekatan ini berbeda dengan pola asuh permisif, dimana pola asuh permisif itu lebih mengutamakan kemandirian anak dan obrolan atau bahasan yang lebih kuatdan berkesinambungan. Dari hal tersebut adapun yang menjadi hambatan dalam pola asuh otoriter ini, yaitu terhambatnya perkembangan kemandirian anak. Dengan adanya peraturan yang ketat dan harus selalu ditaati oleh anak, maka anak yang hidup dalam lingkungan rumah dengan pola asuh otoriter ini mungkin akan merasakan kesulitan dalam mengeksplorasi keinginan anak itu sendiri dan merasa sulit untuk mengembangkan keterampilan hidup yang anak sukai atau inginkan. Dengan pola asuh otoriter ini membuat anak menjadi ketergantungan disaat anak beraktivitas diluar rumah, sehingga anak kesulitan untuk mengabaikan fase ketergantungan tersebut. Dari permasalahan diatas adapun beberapa ahli yang menyebutkan bahwa betul adanya hambatan dalam pola asuh otoriter, seperti yang dikatakan oleh Baumrind, 1971 (dalam (Ardhya, 2020) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa anak dari keluarga yang menggunakan pola asuh otoriter memiliki sikap tidak percaya diri, kurang mampu dalam memecahkan suatu masalah, dan kurang mampu untuk memutuskan atau mengambil keputusan jika dibandingkan dengan teman sebayanya yang mungkin pola asuh yang digunakan oleh orang tuanya berbeda dengan anak tersebut. Oleh karena itu, pendapat diatas menyatakan bahwa sebuah kontrol yang dilakukan oleh orang tua secara berlebihan dapat menghambat terhadap pertumbuhan anak dalam kemandiriannya. Jika sebelumya membahas mengenai hambatan pola asuh otoriter, maka saat ini akan membahas potensi dorongan pola asuh otoriter. Meskipun banyaknya kritikan terhadap pola asuh otoriter ini, namun ada hal penting yang perlu di sadari bahwa akan ada waktu dimana pola asuh otoriter ini juga dapat mendorong kemandirian anak. Dan ada beberapa pendukung mengenai pola asuh otoriter ini yang berpendapat bahwa adanya batasan yang jelas, disiplin secara tegas, dan kegiatan anak yang sudah terstruktur yang dapat membantu anak untuk mengembangkan dirinya, menghormati setiap aturan yang ditetapkan oleh orang tuanya, dan rasa tanggung jawab. Temuan penelitian yang menjadi pendukung dalam pola asuh otoriter ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Martin, 1983 (dalam (Estlein, 2021) yang menunjukkan hasil bahwa dari anak-anak yang hidup dan dibesarkan melalui gaya pola asuh yang otoriter akan menunjukkan prestasi akademik dan kesesuaian sosial yang lebih tinggi, sehingga dari temuan tersebut menunjukkan bahwa, dalam konteks tertentu pola asuh otoriter ini dapat menumbuhkan sikap disiplin, dapat memotivasi, adanya dorongan untuk anak berprestasi dan dapat mendukung pengembangan kemandirian anak. Selain itu, budaya juga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam pola asuh otoriter ini, meskipun konteksnya berbeda-beda di setiap budayanya, namun di beberapa masyarakat, dimana kepemilikan hak seseorang dan struktur hierarki atau tingkatan itu dihargai. Pola asuh otoriter ini mungkin lebih mudah diterima dan dianggap bermanfaat untuk menumbuhkan kepatuhan dan kesepadanan antara sikap dan sifat antara orang tua dan anak. Namun, dalam kebiasaan atau budaya individualistis, dengan gaya pola asuh otoriter ini akan dianggap terlalu membatasi dan tidak adanya keuntungan dalam menumbuhkan kemandirian anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun