Mohon tunggu...
Adelia
Adelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Communication science study program students who study digital communication in Cyber Asia Univercity and private employees in the service sector

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Sampah Plastik, Akankah Terus Menggunung?

5 Juni 2023   20:25 Diperbarui: 5 Juni 2023   20:35 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Persoalan sampah plastik di Indonesia menjadi satu persoalan yang tidak kunjung terpecahkan bagi pemerintah dan masyarakat. Permasalahan pencemaran lingkungan seperti pencemaran air, pencemaran tanah dan pencemaran udara secara langsung menjadi bukti bahwa urgensi persoalan lingkungan memang harus segera diselesaikan. Dalam berbagai persoalan yang dihadapkan kepada masyarakat saat ini, sampah plastik merupakan permasalahan yang memiliki kontribusi yang cukup besar untuk mencemari ekosistem. 

Untuk pengelolaan sampah plastik sendiri memerlukan penanganan khusus sehingga memiliki kesulitan sendiri dalam pengolahannya. Hal tersebut diperparah dengan riset yang menunjukkan bahwa kondisi sampah plastik yang meningkat penggunaannya dalam 50 tahun ke belakang serta diprediksiakan meningkat hingga dua kali lipat dalam 20 tahun yang akan datang (Hermawan dkk, 2022). Bahkan data penelitian menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil sampah plastik terbesar setelah China di angka 1.29 ton pertahun dalam menghasilkan sampah plastik (Rahmi dkk, 2021). 

Prediksi dan penelitian tersebut muncul karena hingga saat ini masyarakat masih belum bisa lepas  secara keseluruhan dari penggunaan sampah plastik. Berbagai persoalan tersebut tentunya sangat menarik perhatian untuk dibahas dalam esai kali ini.

Sampah plastik merupakan sampah non organik yang sulit terurai dan beracun sehingga dapat mencemari lingkungan (Rahmayani dkk, 2021). Macam -- macam sampah sendiri dibedakan menjadi dua, yakni sampah organik dan sampah anorganik. Plastik sendiri masuk dalam kategori sampah anorganik yang mana dimaksudkan merupakan sampah yang sulit terurai sehingga membutuhkan pengelolaan khusus. Dalam keseharian masyarakat  Indonesia, sampah plastik yang sering digunakan adalah penggunaan kantong belanja plastik ketika berbelanja di supermarket, selain itu hampir keseluruhan produk kemasan menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. 

Padahal, proses pembusukan sampah plastik menjadi tanah hingga terdekomposisi sempurna dibutuhkan waktu kurang lebih 100-500 tahun (Rahmayani dkk, 2021). Jika masyarakat memilih untuk membakar sampah plastik maka yang akan terjadi adalah plastik tersebut akan mengeluarkan emisi yang berupa Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins, dan zat tersebut merupakan zat beracun sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia. Dalam beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam segala bentuk penguraian sampah plastik dalam ekosistem manusia akan membawa zat-zat beracun yang tidak semestinya ada dalam ekologi kita.

Sulit membayangkan apabila sampah plastik tersebut sampai terurai dan bercampur dengan kehidupan kita sehair-hari, tentu akan sangat berdampak bagi manusia, maupun makhluk hidup lainnya. Sampah plastik apabila tidak ditanganisecara serius akan mengakibatkan berbagai macam pencemaran lingkungan, meningkatkan efek gas rumah kaca, berbagai macam penyakit, penyebab berbagai bencana alam serta bermacam-macam permasalahan yang lain. 

Dalam riset yang dilakukan oleh World Economic Forum diperkirakan saat ini terdapat 150 juta ton sampah plastik yang ada di laut serta setiap tahunnya terdapat 8 juta ton sampah plastik yang bocor ke laut. Hal ini sama dengan kurang lebih membuang 1 truk sampah plastik ke laut setiap menitnya, jika tidak ditangani secara serius maka jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat sebanyak dua kali lipat pada tahun 2030 (Maskun dkk, 2022)

Keprihatinan masyarakat secara keseluruhan kemudian menimbulkan beberapa gerakan peduli lingkungan yang berbentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi masyarakat (ormas) yang bergerak di bidang lingkungan hidup dengan tujuan melestarikan lingkungan. Berbagai campaign dan seruan-seruan sudah dilakukan untuk mengajak masyarakat untuk membantu mencegah kerusakan lingkungan. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah mengeluarkan beberapa peraturan dan perundang-undangan dengan upaya untuk mengurangi sampah plastik. 

Selain itu, mulai tanggal 1 Mret 2019 yang lalu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia  sudah mengeluarkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis sebagai bentuk upaya untuk mendorong masyarakat gar mengurangi penggunaan sampah plastik. Dengan kata lain, plastik sudah diangggap sebagai barang dagangan juga oleh para pelaku usaha, yakni dengan nominal Rp. 200 hingga Rp. 1000 (Rahmi dkk, 2021). 

Namun kebijakan tersebut belum juga menunjukkan hasil yang optimal. Diperlukan sinergitas antara masyarakat, pemerintah dan lembaga terkait karena pelestarian lingkungan hidup membutuhkan jaringan komunikasi yang efektif untuk membangun suatu gerakan sosial yang dimaksud. Seluruh masyarakat di berbagai lapisan harus bahu -- membahu untuk mengurangi dampak sampah plastik sebelum ancaman tersebut semakin bertambah dan memperparah kondisi ekosistem pada lingkungan hidup.

 Sebagai salah satu bagian dari masyarakat, kita juga seharusnya memulai untuk membantu melestarikan lingkungan hidup sebelum keadaan semakin bertambah buruk. Kita bisa memulai langkah tersebut dengan memperhatikan detail-detail kecil yang biasanya kita abaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun