Setiap individu tentu mengharapkan memiliki pasangan hidup yang baik. Baik di sini tidak sekadar mencakup sikap, tetapi juga meliputi kasih sayang lahiriah dan batiniah. Selama ini, masyarakat sering kali mendorong untuk mencari pasangan yang berkualitas dari segi bibit, bebet, dan bobot. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan bibit, bebet, dan bobot itu? Dan bagaimana keterkaitannya dengan pemilihan pasangan hidup yang layak?
Dikutip dari Antaranews.com, psikolog klinis dan peneliti relasi internasional, Pingkan Rumondor, menyatakan bahwa bibit, bebet, dan bobot sesuai dengan tujuan pernikahan pada masa lalu, yakni untuk menjaga harta, tanah, dan kedudukan. Konsep ini berasal dari budaya masyarakat Jawa.
Berikut adalah makna atau definisi dari bibit, bebet, dan bobot:
1.
Bibit (garis keturunan pasangan)
Bibit mengacu pada pengetahuan tentang garis keturunan pasangan. Melihat garis keturunan ini penting untuk mengevaluasi apakah pasangan berasal dari keluarga yang baik atau sebaliknya. Hal ini terutama penting bagi perempuan yang akan menikah, karena laki-laki dianggap sebagai pelindung dan pengganti ayah dan ibu dalam memenuhi kebutuhan lahiriah dan batiniah.
2.
Bebet (status sosial dan ekonomi)
Bebet mencerminkan lingkungan sosial dan ekonomi pasangan sehari-hari. Kepribadian seseorang sering kali terbentuk dari lingkungan sekitarnya. Jika pasangan hidup berasal dari lingkungan yang baik, kemungkinan besar mereka juga memiliki kualitas yang baik.
3.
Bobot (kepribadian individu pasangan dan pendidikannya)
Menilai kepribadian dan pendidikan pasangan sangat penting. Status pendidikan, jabatan, dan kepribadian pasangan mempengaruhi kualitas hidup bersama. Namun, penting untuk tidak menyalahgunakan hal ini hanya untuk kepentingan material. Yang terpenting adalah pasangan itu mencintai dan peduli dengan tulus, begitu pula sebaliknya.
Menurut buku "Nasehat-Nasehat Pernikahan" (2021) karya Dr. Agus Hermanto, M.H.I., kriteria bobot mencakup:
1.
Jangkeping Warni (lengkapnya warna), yang mengacu pada keindahan fisik seorang calon pasangan.
2.
Rahayu ing Mana (baik hati), yang sering diartikan sebagai kebaikan batin, termasuk dalam hal ini adalah kecakapan agama.
3.
Wasis (ulet), yang menunjukkan kesiapan pasangan untuk bekerja keras demi masa depan rumah tangga dan keluarga.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa memilih pasangan dengan mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobotnya merupakan tradisi yang layak untuk dijaga dalam masyarakat Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Dengan selektif dalam memilih pasangan hidup, kita dapat menghindari penyesalan di masa depan dan membangun hubungan yang langgeng. Garis keturunan, status sosial, pendidikan, harta, dan jabatan adalah faktor penting yang perlu dipertimbangkan, namun, yang terpenting adalah adanya cinta dan kasih sayang yang tulus dari kedua belah pihak.
Sumber:
yogyakarta.kompas.com, Antaranews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H