Mohon tunggu...
Adela Salsabila
Adela Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Program Peer Support,Bimbingan Konseling,Dan Layanan Psikososial

19 Januari 2025   10:09 Diperbarui: 19 Januari 2025   10:09 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Program Peer Support, Bimbingan Konseling, dan Layanan Psikososial adalah bentuk intervensi yang bertujuan untuk mendukung perkembangan emosional, sosial, dan mental individu, terutama anak dan remaja. Ketiga program ini memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda tetapi saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan yang sehat secara psikologis dan sosial.

1. Program Peer Support

Peer Support adalah program di mana individu sebaya (peer) memberikan dukungan emosional, sosial, dan moral kepada teman-teman mereka. Program ini sering digunakan di lingkungan sekolah atau komunitas untuk meningkatkan keterampilan sosial dan membangun rasa saling mendukung.

Tujuan
*Membantu individu merasa diterima dalam kelompok.
*Mengembangkan keterampilan komunikasi dan empati.
*Mengurangi stigma terkait kesehatan mental.
*Meningkatkan kemampuan penyelesaian konflik dan membangun hubungan positif.

Contoh Kegiatan
*Kelompok Diskusi: Membahas masalah yang umum dihadapi, seperti kecemasan, tekanan akademik, atau konflik pertemanan.
*Pendampingan Sebaya: Siswa yang telah dilatih sebagai peer counselor membantu teman yang menghadapi kesulitan.
*Pelatihan Kepemimpinan: Melatih siswa untuk menjadi fasilitator dan pendukung di komunitasnya.

2. Bimbingan Konseling

Bimbingan Konseling adalah layanan profesional yang dirancang untuk membantu individu memahami diri, mengembangkan potensi, dan mengatasi berbagai masalah pribadi, sosial, akademik, atau karier.

Tujuan
*Membantu individu mengenali dan mengembangkan potensi diri.
*Menyediakan strategi untuk menyelesaikan masalah secara efektif.
*Mendukung pengambilan keputusan yang baik dalam aspek akademik, karier, dan kehidupan.
*Meningkatkan kesejahteraan emosional dan mental.

Jenis Layanan Bimbingan Konseling
1.Bimbingan Akademik: Membantu siswa mengatasi kesulitan belajar dan merencanakan pendidikan.
2.Bimbingan Karier: Memberikan panduan untuk memilih jurusan atau pekerjaan sesuai minat dan bakat.
3.Bimbingan Pribadi dan Sosial: Mengatasi masalah emosional, konflik interpersonal, atau tekanan sosial.

Contoh Kegiatan
*Konseling Individu: Pendekatan satu-satu untuk membantu siswa atau klien.
*Konseling Kelompok: Diskusi kelompok tentang isu-isu umum, seperti manajemen stres.
*Seminar dan Workshop: Pelatihan keterampilan sosial, manajemen waktu, atau pencegahan bullying.

3. Layanan Psikososial

Layanan psikososial mencakup dukungan untuk individu atau kelompok yang mengalami kesulitan emosional atau sosial akibat faktor lingkungan, seperti kemiskinan, konflik keluarga, atau trauma.

Tujuan
*Memberikan bantuan psikologis kepada individu yang menghadapi krisis atau trauma.
*Meningkatkan kemampuan individu untuk berfungsi dalam lingkungan sosial.
*Membantu membangun jaringan dukungan sosial yang kuat.

Komponen Layanan Psikososial
1.Dukungan Emosional: Memberikan ruang aman bagi individu untuk berbagi perasaan.
2.Pendidikan Psikososial: Memberikan informasi tentang cara mengelola stres, kecemasan, atau konflik.
3.Intervensi Krisis: Menangani individu yang mengalami trauma akibat bencana atau kejadian traumatis.

Contoh Kegiatan
*Sesi Dukungan Trauma: Membantu korban bencana mengatasi rasa kehilangan dan kecemasan.
*Program Komunitas: Membentuk kelompok dukungan berbasis masyarakat.
*Intervensi Mediasi: Menyelesaikan konflik antaranggota keluarga atau komunitas.

Kolaborasi Antara Ketiga Program

Ketiga program ini dapat saling mendukung untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung:
*Peer Support membantu menciptakan rasa kebersamaan dan membangun hubungan positif.
*Bimbingan Konseling memberikan intervensi terarah dan profesional untuk masalah spesifik.
*Layanan Psikososial melengkapi kedua program dengan fokus pada pemulihan dan dukungan yang lebih holistik.

Kolaborasi ini penting terutama di sekolah, komunitas, atau wilayah yang menghadapi tantangan emosional dan sosial yang signifikat.

Gangguan sosial emosional adalah kondisi yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatur emosi, membentuk hubungan, dan berinteraksi sosial. Gangguan ini juga dikenal sebagai gangguan pembelajaran sosial emosional (SEL).
Beberapa ciri-ciri gangguan sosial emosional pada anak, antara lain:
Mudah marah atau sulit menahan emosi
Impulsif atau sulit menahan dorongan untuk melakukan sesuatu
Sering membantah atau melawan orang lain
Kerap melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, pada orang lain atau hewan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak, antara lain:
Pola asuh orang tua
Pendidikan orang tua
Jumlah saudara di dalam keluarga
Gadget
Teman sebaya
Kurangnya pola makan yang baik
Tidak adanya bimbingan belajar
Rendahnya motivasi belajar
Rasa takut dan minder untuk berada dengan temannya
Pengaruh narkoba dan alkohol
Beberapa cara mengatasi gangguan sosial emosional pada anak, antara lain:
Mengidentifikasi perilaku dan sumber masalah
Memberikan perhatian, motivasi, melakukan pendekatan, dan memberikan reward
Mencari akar penyebabnya
Membuat anak merasa aman
Membantu anak mengatasi kecemasannya
Mengalihkan anak dengan kegiatan lain
Melakukan hal yang membuat anak tenang 5
Emosi yang berasal dari bahasa latin movere, berarti menggerakan atau
bergerak, dari asal kata tersebut emosi dapat diartikan sebagai dorongan untuk
bertindak. Emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu
keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi dapat berupa perasaan amarah, ketakutan, kebahagiaan, cinta, rasa terkejut,
dan rasa sedih. Emosi adalah perasaan yang timbul ketika seseorang sedang
berada dalam suatu interaksi yang dipengaruhi oleh lingkungan.
B. PEMBAHASAN
a. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Pada Anak
Usia Dini
Berkaitan dengan hubungan interaksi antara satu individu dengan individu
lainnya, manusia juga pada umumnya saling membutuhkan. Berkaitan dengan hal
itu perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosial anak.2
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
3. Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan
keluarga dalam lingkungan masyarakat.Sehubungan hal itu, dalam kehidupan anak senantiasa "menjaga" status sosial anak dan ekonomi keluarganya. Dalam
hal tertentu, maksud "menjaga status sosial keluarganya" itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan yang tidak tepat.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Pendidikan
dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupak keluarga, masyarakat dan kelembagaan.
5. Kepastian mental: emosi dan intelegensi
Kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan bahasa secara baik. Pada kasus tertentu,
seorang jenius atau superior, sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya,
karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih
tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
"menganggap" dan "memperlakukan" mereka sebagai anak-anak.3
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Pada Anak
Usia Dini
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
prasekolah atau TK. Faktor ini dapat berasal dari dalam individu, konflik-konflik
dalam proses perkembangan, dan sebab yang bersumber dari lingkungan. Hurlock
(1991) dan Lazarus (1991), menyatakan bahwa perkembangan emosi pada anak  di pengruhi dua faktor penting yaitu
1. maturation atau kematangan
Hurlock (1991), memandang pentingnya faktor kematangan pada masa
kanak-kanak terkait dengan masa krisis perkembangan (critical period), yaitu
saat-saat ketika anak siap menerima sesuatu dari luar.Kematangan yang telah
dicapai dapat dioptimalkan dengan pemberian rangsangan yang tepat
(patmododewo, 1993). Contoh dalam perkembangan emosi, pengendalian pola
reaksi emosi yang diinginkan perlu diberikan kepada anak guna menggantikan
pola emosi yang tidak diinginkan, sebagai tindakan preventif.5
2. Faktor lingkungan belajar.
Faktor lingkungan dalam proses belajar, berpengaruh besar untuk
perkembangan emosi, erutama lingkungan yang berada paling dekat dengan anak
khususnya ibu atau pengasuh anak. Thompson dan Lagatutta (2006), menyatakan
bahwa perkembangan emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dan hubungan keluarga dalam setiap hari, anak belajar emosi baik penyebab
maupun konsekuensinya.6
Hurlock (1991), mengungkapkan proses belajar yang menunjang
perkembangan emosi terdiri dari beberapa,
7 yaitu:
a) Belajar dengan cara meniru (learning by imitation). Dengan mengamati
hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang
diamati.b) Belajar dengan mempersamakan diri (learning by identification). Disini
anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional
yang kuat.
c) Belajar melalui pengkondisian (conditioning). Metode ini berhubungan
dengan aspek ransangan, bukan dengan aspek reaksi. Pengkondisian
terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan mereka,
anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai
situasi secara kritis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi
mereka.
d) Pelatihan (training). Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas
pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat
diterima jika suatu emosi terangsang.
e) Belajar dengan coba-coba. Anak belajar coba-coba untuk
mengekspresikan emosi dalam bentuk prilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya dan menolak prilaku yang memberikan pemuasan
sedikit.
c. Kondisi yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Emosi pada Anak
Usia Dini
Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung sekaligus pada faktor pematangan
(maturation), dan faktor belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah
satunya. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak
berarti tidak ada. Reaksi emosional itu mungkin akan muncul dikemudian hari,
dengan adanya pematangan.
1. Kondisi yang Mempengaruhi Emosi Dominan
a) Kondisi kesehatan
Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan
menjadi domina, sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan emosi
yang tidak menyenangkan menjadi dominan.
b) Suasana rumah
Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih
banyak berisi kebahagiaan dan apabila pertengkaran, kecemburuan,
dendam, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan diusahakan sedikit
mungkin maka anak akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk
menjadi anak yang bahagia.
c) Cara mendidik anak
Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan metode
hukuman untuk memperkuat kepatuhan secara ketat, akan mendorong
emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan. Cara mendidik anak
yang bersifat demokratis dan permisif akan menimbulkan siasana rumah
yang lebih santai (relax) yang akan menunjang bagi ekspresi emosi yang
menyenangkan.
d) Hubungan dengan para anggota keluarga
Hubungan yang tidak rukun dengan orang tua atau saudara akan
lebih banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi
ini akan cenderung menguasai kehidupan anak dirumah.
e) Hubungan dengan teman sebaya
Jika anak diterima dengan baik oleh kelompok teman sebaya maka
emosi yang menyenangkan akan menjadi dominan padanya, sedangkan
jika anak ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman sebaya maka emosi
yang tidak menyenangkan akan menjadi dominan padanya.
f) Perlindungan yang berlebih-lebihan
Orang tua yang melindungi anak secara berlebihan (overprotektive)
yang hidup dalam prasangka bahaya terhadap segala sesuatu, akan
menimbulkan rasa takut pada anak menjadi dominan.
g) Aspirasi orang tua
Jika orang tua mempunyai aspirasi yang tinggi yang tidak realitis
bagi anak-anaknya, anak akan menjadi canggung, malu, dan merasa
bersalah apabila mereka menyadari kritik orang tua bahwa mereka tidk dopat memenuhi harapan tersebut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun