Mohon tunggu...
Adelheid Zefanya
Adelheid Zefanya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Saya memiliki ketertarikan dengan hal-hal yang berbau psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengungkap Tanpa Sadar, Bias Gender yang Merajalela di Media Sosial

9 Januari 2024   16:44 Diperbarui: 9 Januari 2024   17:49 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bias gender : Henley Research

Di era digital ini, media sosial menjadi wadah untuk masyarakat berinteraksi, berbagi pandangan, maupun mendapat pengetahuan baru. Namun sayangnya, keberadaan media sosial tidak selalu membawa dampak positif bagi penggunanya. Di balik canggihnya teknologi yang kita miliki saat ini karena mudahnya akses untuk mencari informasi, tersembunyi bias gender yang tumbuh tanpa kita sadari. Kita sering kali tanpa sadar terlibat dalam memperkuat stereotipe dan pandangan yang merendahkan salah satu gender, khususnya pada perempuan.

Media sosial harusnya menjadi cermin bahwa begitu banyaknya keberagaman di dunia, ternyata malah menjadi panggung dimana stereotipe gender berkembang dan memperkuat ketidaksetaraan. Wanita sering kali diberi label sebagai individu yang lemah, dan pandangan ini sudah menjadi makanan sehari-hari untuk masyarakat. Pandangan ini telah menciptakan narasi yang merugikan dan merendahkan perempuan. Pemaknaan bahwa wanita adalah individu yang lemah menciptakan sebuah bayangan di mana kemampuan, kekuatan, dan potensi perempuan yang seringkali terpinggirkan.

Pada artikel ini, penulis, Adelheid Zefanya Sakul, seorang mahasiswa Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang tengah menggali lebih dalam isu-isu sosial, akan menjelajahi fenomena bias gender lebih dalam dengan analisa dari teori yang relevan. Di bawah bimbingan Dr. Merry Fridha Tripalupi., M.Si sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Komunikasi dan Gender. Artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam tentang isu ini dan memotivasi pembaca untuk merenungkan peran masing-masing dalam mengatasi bias gender di berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Contoh Kasus 1

Tiktok: @sadboyanjj_
Tiktok: @sadboyanjj_
Dalam satu postingan yang beredar di aplikasi Tiktok, terdapat pernyataan kontroversial yang menyatakan bahwa, sekuat apapun seorang perempuan, dia tetap akan lemah ketika diabaikan atau diacuhkan. Konteks ini mengacu pada perempuan yang diabaikan oleh pasangannya. Pernyataan ini menciptakan stigma bahwa kekuatan perempuan dapat diabaikan dan bahkan dianggap tidak relevan ketika dihadapkan dengan situasi sulit.

Contoh Kasus 2 

X : @convomfs
X : @convomfs

Seorang perempuan dengan sengaja memasang label pada dirinya sendiri sebagai individu yang emosional dan bergantung pada kehadiran seorang laki-laki yang sabar. Pernyataan ini menyebabkan terbentuknya pandangan dimana perempuan adalah makhluk yang emosional.

Analisis dan Implikasi:

Melalui dua kasus tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat stereotipe atau pelebelan negatif yang dipasangkan pada perempuan. Kasus pertama sangat mencerminkan stigma yang terkait dengan persepsi tradisional tentang perempuan yang dimana perempuan yang sekuat apapun akan tetap lemah. Dari kasus kedua dapat dilihat bahwa Tindakan perempuan yang melebeli dirinya sendiri sebagai individu yang emosional dan bergantung pada laki-laki mencerminkan internalisasi stereotip gender. Hal ini dapat dijelakan oleh konsep peran gender yang terinternalisasi, diana individu secara sukarela mengadopsi norma-norma dan ekspektasi sosial yang terkait dengan jenis kelamin mereka

Jika dilihat dari pandangan Teori Nurture, pandangan tentang kelemahan perempuan sudah ditanamkan oleh lingkungan sosial sejak jaman dahulu. Teori Nurture ini sendiri menekankan bahwa perbedaan gender bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan atau alamiah, melainkan hasil dari konstruksi sosial. Implikasi dari bias ini dapat melibatkan individu dalam pembentukan dan pemeliharaan norma-norma yang merugikan, menghambat kesetaraan dan perkembangan positif masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan tindakan kolektif untuk merubah dinamika ini, membuka ruang dialog yang lebih inklusif dan adil di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun