Mohon tunggu...
Ade K Zahro
Ade K Zahro Mohon Tunggu... Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hak Suaraku Hilang 5 Tahun yang Lalu

14 April 2019   13:24 Diperbarui: 14 April 2019   13:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan presiden merupakan hal yang patut untuk diramaikan oleh setiap warga negara, dimana ini menjadi hal yang rutin setiap 5 (lima) tahun sekali. Saya sedikit berbagi pengalaman, susahnya memberikan hak suara di tahun 2014 silam. Sebagai warga pendatang, yang belum berpindah domisili menjadi KTP DKI Jakarta atau masih KTP daerah saya berusaha mencari informasi bagaimana agar suara saya tetap dapat digunakan. Sebagai seorang warna negara saya tetap antusias untuk bisa menyumbangkan hak suara saya. 

Tepat satu minggu sebelum hari H pemilihan, saya berkunjung ke Pak RT setempat, untuk memyampaikan bahwa saya anak kos yang tinggal di RT bapak. Maksud dari kedatangan saya adalah saya ingin tau bagaimana cara agar saya sebagai pendatang tetap dapat menyumbangkan hak suara saya. Kala itu pak RT hanya bilang : datang saja mbak, bawa KTP dan datang agak siang, biasanya nanti ada kertas suara yang memang disiapkan untuk pendatang. Lalu saya pulang dengan hati riang, dan dalam hati berkata "Alhamdulillah saya bisa turut andil dalam kemeriahan setiap 5 tahun ini". 

Tahun lalu kalau tidak salah 9 April 2014 bertepat di hari rabu menjadi hari H pemungutan pemilihan suara. Jelas bagi warga pendatang hari ini sangat tidak strategis untuk mudik, mengingat perlu 12 jam untuk perjalanan darat.

Tibalah hari yang dinanti, hari H pemilihan suara, dengan penuh percaya diri saya datang ke TPS. Kala itu saya datang bertiga.

Dan apa yang terjadi?

"Mbak, anda tidak bisa melakukan pemilihan disini karena bukan warga kami? " Kaget dong..... Alasannya saya tidak membawa surat undangan yang dari kampung dan pengantar untuk mencoblos di luar kota.

Saya sampaikan begini kepada petugas TPS : 

1. Pak kami bertiga sebagai warga negara, dengan sadar ke TPS ya dan sudah tanya terlebih dahulu ke Pak RT dan kata beliau kita hanya cukup datang dan bawa KTP saja.  

2. Pak yakin ya kami tidak boleh melakukan pemilihan suara?  Itu artinya bapak membiarkan kami bertiga goput. 

Saya sampai 3 kali melontarkan ucapan ini. Tapi tetap saya tidak mendapatkan izin untuk melakukan pesta demokrasi tahun 2014 silam.

Untuk tahun ini saya percaya lebih baik karena kita bisa check via aplikasi dan memastikan terdaftar. Dan semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali.

Salam hangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun