Mohon tunggu...
Ade Irma Mulyati
Ade Irma Mulyati Mohon Tunggu... Guru - SDN Jaya Giri Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat

Mau berbagi itu indah karena menabur kebahagiaan, dengan ikhlas memberi semoga menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ruang Tak Bertuan Sepi Tanpa Sentuhan

26 Maret 2021   18:11 Diperbarui: 26 Maret 2021   18:17 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ruang yang biasanya hiruk pikuk dengan suara deritan buku yang tergeser. Hampir setiap hari dikunjungi bergantian. Berisik dan bising itu suasana biasa kami terima. Ketika tangan-tangan mungil bebas menyentuh dan menarik-narik kami. Wajah yang ceria, polos, serius, dan kesal tampak berbaur. Bola mata lincah berkeliaran. Menelisik setiap makna di tubuh kami. 

Aku mencari buku peribahasa. Aku ingin buku rahasia matematika. Bu guru aku pinjam buku sulap. Aku ingin belajar cara membuat gula. Bukan itu, aku ingin buku tentang percobaan sain sederhana.

Ah, itu ulah mereka. Membuat aku berpindah, terselip, jatuh, bahkan lepas dari selimutku. Kadang ada kalanya tempatku tersingkir jauh dari teman-teman setia, karena mereka memindahkannya jauh ke pojokan. Bahkan aku sering disembunyikan. Aku sering melihat lirikan mata mengintip situasi. Sambil berbisik pelan menyuruh aku diam, "ssst, besok kau kupinjam"

Aku sekarang nampak suram. Debu menempel di badanku. Nafasku menjadi sesak karena pengap tak tertahankan. Ranjangku beraroma apek berhias jaring laba-laba di setiap pojoknya. Kursi bertumpuk. Buku tertunduk lesu tak ada canda tawa atau basa basi menertawai enslikopedi.

Biasanya buku komik sering berjingkrak karena yang paling laris direbutkan anak-anak. Ada juga yang terdengar bersiul riang tatkala bel istirahat berdentang. Sayup-sayup terdengar langkah kaki berkejaran. Mereka segera berdesakan mengincar cerita legenda atau kisah Malin Kundang.

Sang kamus hanya terdiam memandang wajah-wajah yang bergembira. Hanya yang memerlukan makna dan kosakata yang berani mendekati dan menyapa. Oh, aku ingat Bu guru yang mengajar bahasa Indonesia yang setia mengajak bermain di kelas. Kadang anak kelas 6 celingukan memburuku tatkala ada tugas menerjemahkan.

Aku rindu mereka. Aku kangen suara-suara tarikan diagframa. Aku ingin kembali ceria, dan mendengar celoteh anak-anak yang nyaring seperti syair menenangkan. Kini sunyi, aku ada tetapi tak bertuan. Aku menangis kangen sentuhan. Datanglah Nak, walau berjarak. Singgahlah jika ada kesempatan di tempatku seperti dulu.

Bandung Barat, 26 Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun