Pagi beranjak siang. Aku terdiam membisu menunggu dan menunggu. Sebuah sentuhan manis yang terburu-buru menyerbu. Kadang suaranya menggeruduk memekakan kupingku. Bahkan mereka kadang menyenggolku dengan bokong yang saling dorong.
Mereka kadang tak pedulikan aku yang lelah menopang badan mereka. Tetapi dengan asyik mereka memiringkan aku. Menggoyang ke kanan dan kekiri, kadang aku terpelanting terguling.Â
Braaak, aku berantakan.
Lebih sedih lagi mereka menyeret kakiku dengan sesuka hatimu. Aku menjerit ke ujung dunia dengan deritan pilu kau abaikan. Padahal kakiku remuk redam, tapi tak kuasa menolak dan menahan, hanya batinku yang perih dan pedih.
Aku belum punya sayatan ujung pensil runcing yang sengaja kau gosokkan. Muka ku pun masih mulus belum ada cipratan tip ex yang sengaja kau ukir untuk menandai suatu kenangan. Kadang kau tutup aku dengan "Ade love Irma". Awas, akan aku adukan ke bu guru Maya.
Padahal aku sendiri muak dengan apa yang kalian kerjakan. Karena membuat jubah dan aura keindahanku memudar.Â
Aku sepi kini merindu kalian. Tangan-tangan mungil yang suka gentayangan di mukaku. Bahkan tak segan menginjak punggungku. Tatkala ada permen karet yang dilemparkan di hadapanku.
Kapan kalian akan menjemputku. Mengisi hari merenda pekan yang mengesankan. Aku sudah bosan sendiri. Aku ingin bertemu denganmu. Ku tunggu New Normal hingga kita"jartamu". Dengarlah celotehanku.
Jartamu= belajar tatap muka
Bandung Barat, 2 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H