Oleh: Ade Imam Julipar
27-04-20
Dendam melahirkan banyak kisah. Bahkan sejarah kehidupan manusia pun bermula dari dendam. Ketika iblis dendam kepada Adam- Hawa, maka mulailah tipu daya dilakukan, sehingga Adam- Hawa harus turun ke Bumi.
Sejarah dendam tidak berhenti disitu. Dendam yang berlumuran darah pun terjadi pada Qabil dan Habil, anak dari Adam-Hawa.
Qabil membunuh saudaranya sendiri, Habil, karena kurban dia tidak diterima Tuhan. Yang diterima Tuhan adalah kurban-nya Habil, sehingga Qabil pun dendam.
Ini kisah pembunuhan pertama di muka bumi. Sebuah dendam yang mengalirkan darah.
Kemudian rangkaian sejarah umat manusia pun mencatat kisah-kisah dendam berdarah selanjutnya dalam lembaran-lembaran gelapnya. Peperangan, pembunuhan, penghianatan. Kekuasan tumbang dan berdiri dibangun dari tetesan-tetesan darah dendam.
Berapa banyak raja yang dibunuh dalam sejarah? Dan berapa banyak yang menggantikannya? Kemudian dendam berulang memainkan peran. Keluarga yang dibunuh menjadi pembunuh selanjutnya karena membalas dendam. Demikian seterusnya. Seperti masuk dalam lingkaran setan dendam.
Mungkin yang paling berkisah banyak adalah cerita tentang Ken Arok dengan keris Empu Gandring-nya. Lingkaran setan dendam terjadi sampai beberapa generasi. Tujuannya satu: Balas Dendam.
Tetapi dendam tidak melulu tetesan darah dan banjir darah. Dendam bisa dalam bentuk lain. Dendam bisa dalam bentuk: Es Krim.
Di era tahun 90-an, ketika chanel televisi hanya ada dua: TVRI dan RCTI, ada iklan es krim di stasiun televisi swasta itu yang bikin anak-anak kecil penasaran. Termasuk sepupu saya.
Iklan yang terasa mewah di zamannya itu membuat sepupu saya sampai menjilat layar televisi karena begitu nyatanya es krim di depan mata dia.
Ya, Iklan itu adalah iklan es krim Viennetta. Es krim produksi dari Wall's itu memang menjadi jajanan mahal. Waktu itu satu bungkusnya dibandrol dengan harga 30 ribu. Itu setara dengan beras 10 liter. Atau setara dengan Mie ayam 20 mangkok.
Hanya anak sultan (Baca: anak orang kaya) yang bisa mencicipinya.
Waktu pun kemudian berjalan. Anak-anak di era 90-an itu , juga sepupu saya, kini menjadi orang yang punya penghasilan. Karena mereka kini sudah pada bekerja atau mempunyai bisnis sendiri.
Kemudian terdengar sas sus, di Change.org, ada petisi yang meneriakkan: Â "Kembalikan Es Krim Wall's Viennetta !" Dan ini ditandatangani oleh lebih dari 70 ribu orang.
Ya, mereka yang menandatangani petisi itu adalah anak-anak yang hidup di era 90-an yang memiliki mimpi ingin merasakan es krim Viennetta. Ini adalah dendam.
Dendam pun berbalas, Wall's kemudian meluncurkan kembali pada April 2020 ini Viennetta-nya. Dan orang pun ramai-ramai menyerbu Indomaret dan Alfamart terdekat untuk melampiaskan dendam-nya.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gelfand, seorang profesor psikologi di Universitas Maryland , bahwa budaya kolektivitas pada satu masyarakat,  cenderung memiliki keinginan untuk balas dendam. Karena  balas dendam seperti sebuah penyakit menular, dia  mudah menyebar ke orang lain.
Dan dendam memang tidak melulu harus berdarah. Dendam bisa dalam bentuk jilatan pada sepotong es krim.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H