Apa yang terjadi? Sang kawan menjawab:Â
|Sedang ada di Starbucks Balekota  Vroh,|
Coba perhatikan, ada deviasi disini. Kata Vro yang dikirim pertama langsung dimengerti oleh kawannya, kemudian dibalas dengan menambahkan huruf 'H' pada akhir kata Vro, sehingga menjadi: Vroh.
Secara fonetik, penambahan huruf 'H' pada kata Vro menjadikannya tidak kaku. Tidak terhenti di akhir kata. Vroh, meletup pada langit-langit mulut belakang. Secara filosofis ini juga memiliki makna keakraban, karena tidak kaku. Coba ucapkan dan rasakan bedanya antara kata: Vro dengan kata Vroh. Beda kan?
Ya, dari sinilah kata Vroh bermula. Dan menjadi kelaziman pada obrolan atau chatingan para Milenial menggunakan kata ini sebagai ekspresi rasa persaudaraan yang tinggi antar sesama.
Dalam Psikologi sosial ada istilah yang cukup tepat untuk menggambarkan kata Vroh, yaitu: Serendipity. Serendipity bisa didefinisikan sebagai ketidaksengajaan yang menjadi kebiasaan.
Dalam salah satu bukunya, Jaya Suprana pernah mengumpulkan contoh-contoh serendipity yang ada di dunia ini. Saya lupa lagi judulnya.Â
Intinya, dari kesalahan atau ketidaksengajaan tercipta hal baru. Baik itu: Makanan , minuman, Â model baju, alat-alat elektronik, ataupun hanya sebuah kata. Seperti kata : Vroh.Â
Vroh, bukan hanya sebuah kata hasil dari typo, lebih dari itu. Ada semangat kemanusiaan di dalamnya. Ketika seseorang menggunakan kata Vroh untuk menyapa temannnya, dia sudah memutuskan untuk menebar rasa persaudaraan antar sesama.
Ok Vroh?
Salam