25-09-19
Genta,
Suara kali pertama yang engkau dengar adalah suara adzan dari mulut bapakmu ini. Aku bisikan baris per baris dari lafadz adzan ke telinga kananmu. Kenapa bukan lagu The Beatles? Atau kenapa bukan syair-syair Ronggowarsito?
Saat itu yang terbersit dalam pikiranku adalah: tradisi. Ya, sudah sejak zaman leluhur kita dulu, setiap ada anak yang baru lahir, akan selalu dikumandangkan adzan ke telinganya. Dan aku pun mengikuti tradisi itu. Jadi, jika aku menyanyikan I saw her standing there, Â Michelle, Â atau Obladi oblada ke telinga mu, maka aku telah memunggungi tradisi. Aku tidak mau hal ini terjadi.
Sempat pula melintas dalam ingatan ucapan dari guru agama waktu di SD. Beliau pernah mengatakan alasan kenapa bayi harus didengarkan adzan. Seruan yang bermakna tentang kebesaran Allah dan juga di dalamnya ada syahadat, yang menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang baru masuk Islam. Demikian pa guru agama itu menerangkan.
Yang aku tahu persis, engkau masih belum memiliki kesadaran untuk menangkapnya. Tetapi itu masuk ke alam bawah sadar. Disanalah kumandang adzan dari mulutku bercokol dengan tenang. Sampai suatu saat nanti, sesuatu akan menariknya kembali ke alam sadar, sehingga engkau akan memiliki pengertian dan pemahaman atasnya. Entah itu kapan.
Lagi-lagi aku harus menyebut Freud untuk menjelaskannya. Freud dengan Psikoanalisisnya memang sangat mumpuni untuk menjelaskan tentang alam bawah sadar ini.
Secara intrinsik, manusia akan berperilaku seperti hewan. Ini yang dinamakan Das Es. Jadi, engkau tidak usah heran jika suatu saat nanti ketika engkau beranjak dewasa, menyaksikan orang yang berkelakuan layaknya seperti seekor hewan. Karena yang dominan dalam diri orang tersebut adalah sifat bawaannya. Atau Das Es-nya.
Adzan yang aku bisikkan di telinga kananmu adalah Das Uber- Ich. Sebuah konsep nilai yang dianut oleh sebuah tradisi atau masyarakat. Konsep ini ditanamkan sejak dini untuk meredam sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
Seiring waktu, engkau akan menyerap semua nilai-nilai yang ada di sekelilingmu. Persoalannya nanti: Siapa yang menang? Das Es- kah? Atau Das Uber- Ich kah? Karena pemenangnya akan menentukan perilakumu. Perilaku ini dinamakan dengan Das Ich.
Hasil pergulatan sengit antara nafsu kebinatangan (Das Es) dan sistem nilai yang dianut masyarakat (Das Uber- Ich) yang akan menentukan seseorang dikatakan berperilaku baik atau berperilaku tidak baik.
Hidup memang sebuah pilihan. Dan engkau harus memilih hal-hal yang baik. Ini adalah sebuah harapan dari bapakmu. Harapan yang terselip ketika aku membisiki adzan di telinga kananmu.
Peluk Cium dari Bapakmu,
Ade Imam Julipar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H