" Bukannya harga segitu yang 25 kilo , pa," kata saya.
" Engga pa, sekarang sudah naik. Iya, kalau kemarin-kemarin harganya masih segitu. Sekarang naik,"
" Iya, sekarang harga beras naik semua. Kan beritanya juga ada di TV," istri saya menegaskan.
"Wah, itu sih bukan naik. Itu pindah harga namanya. Saya engga pernah lihat berita sih, jadi engga tahu harga beras naik," kata saya ke pedagang beras itu.
Ya, memang saya jarang melihat berita di TV --untuk tidak mengatakan tidak pernah. Sudah lama sekali. Terakhir lihat berita ketika Jokowi dilantik menjadi presiden. Â Itu terakhir kali melihat berita. Trisakti terdengar ketika pidato pelantikan dari mulut Jokowi.
Bangsa Indonesia harus menegakkan Trisakti. Yaitu: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan, demikian salah satu bunyi pidato dari Jokowi ketika dilantik. Untuk Trisakti ini saya hapal betul. Bahkan ketika mengetik ini saya tidak melihat referensi apapun tentang Trisakti. Saya ketikkan apa yang teringat dalam otak saya tentang Trisakti.
Itu terakhir kali saya nonton berita di TV.
Karena tidak pernah nonton berita juga saya jadi tidak tahu bahwa harga beras naik. Melambung tinggi. Dan itu: pindah harga. Bukan naik.
Waktu SD saya pernah diceritai oleh salah seorang guru, bahwa kita adalah bangsa agraris. Nenek moyang kita selain pelaut adalah bangsa agraris. Â Mereka mengembangkan tanah yang ditempati untuk diolah menjadi lahan pertanian,. Menurut penelitian ahli purbakala, tradisi bersawah berasal dari Indonesia yang kemudian menyebar ke daratan Asia lainnya melalui Asia Tenggara. Dipadukan dengan kepandaian berladang dan berhuma yang sudah dikembangkan sebelumnya, terbentuklah tradisi mata pencarian pertanian berupa tanaman padi di sawah dengan menggunakan system pengairan.
Dengan berkembangnya kemakmuran yang dicapai dari hasil pertanian, meningkat pula jumlah punduduknya. Kelompok-kelompok yang sudah bertempat tinggal tetap kemudian membentuk suatu perkampungan yang kelak berkembang menjadi desa. Di desa-desa itulah peradaban perundagian dan agraris dikembangkan. Mereka mulai mengembangkan teknologi sederhana dengan cara memproduksi alat-alat pertanian untuk mengolah sawah, untuk alat-alat rumah tangga, ala upacara, dan alat menebang pohon atau kapak Naga Geni 212. Hehehe.
Dalam kegiatan pertanian, mereka mengolah lahan-lahan yang subur untuk menopang hidup mereka. Melalui proses evolusi dan sintesis budaya antar kelompok suku bangsa, terciptalah kepandaian baru dalam mengolah tanah, cara pembuatan alat-alat pertanian dari perunggu dan besi, serta pengetahuan tentang musim. Kepandaian bersawah ini kemudian menjadi salah satu corak peradaban pra-aksara Indonesia yang diwariskan sampai sekarang. Demikian guru SD saya itu bercerita  pada suatu siang ketika panas meruap disekeliling ruang kelas.