05-12-17
Semua dan setiap perusahaan hidup dari pemasukan. Pemasukan bagai darah dalam tubuh seorang manusia. Asupan darah yang terus menerus dipompa jantung membuat manusia tetap hidup. Begitu pun dengan perusahaan. Entah itu perusahaan berskala internasional, nasional, atau lokal. Mereka harus terus memompa pemasukan agar perusahaan tetap survive.
Sebut saja Mawar, sebuah program acounting dari perusahaan Bunga Corp. Mereka pun persis seperti itu. Mencari pemasukan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan akan tetap beroperasi dan karyawan pun akan tetap bekerja.
Ada dua sumber pemasukan. Yang pertama dari pembelian lisensi per komputer. Dan yang kedua  Maintenance contract dari setiap perusahaan yang sudah menggunakan MAWAR. Dua inilah darah yang terus dipompa supaya jantung perusahaan tetap berdenyut.
Pembelian lisensi hanya satu kali. Dan,kita mafhum, perusahaan tidak beroperasi hanya satu kali. Dia harus terus mencari pemasukannya dengan cara Maintenance contract. Inilah penghasilan rutinnya. Dari penghasilan tetap inilah roda perusahaan bisa terus berputar. Pembelian lisensi sifatnya random, artinya belum tentu setiap bulan ada orang yang beli lisensi. Jadi penghasilan dari ini sangat-sangat tidak bisa diandalkan. Tetapi Maintenance contract berbeda. Dia sifatnya tetap dan jelas. Perusahaan bisa mengandalkan pemasukan ini untuk meng-cover: Biaya operasional, gaji karyawan, atau mungkin untuk bayar keamanan kantor.
Yang menjadi permasalahan adalah  tidak semua perusahaan ikut Maintenance contract. Karena biayanya yang cukup tinggi dan juga dirasakan kurang begitu urgen. Lagipula, jika pun ikut, seperti tahun kemarin, itu sebuah kerugian bagi perusahaan. Kenapa? Bayar sih tetap untuk Maintenance contract, tetapi ketika ada masalah hanya beberapa kali kunjungan. Tidak sampai satu bulan satu kali, tiga bulan sekali juga tidak ada.
Perusahaan berfikir tidak harus ikut Maintenance contract, toh walaupun tidak ikut, jika ada trouble atau masalah atau apapun yang menyangkut MAWAR kliennya, mereka akan tetap membantu. Karena ini merupakan salah satu etika bisnis. Masa orang yang sudah beli productnya dilepas begitu saja? Cuci tangan sama sekali. Paling tidak ada tanggungjawab moral terhadap usernya. Demikian pemikiran beberapa perusahaan. Titik tekannya lebih pada: Etika bisnis dan moralitas terhadap konsumen.
Tentu cara berfikir para perusahaan pengguna MAWAR sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup MAWAR. Bisa-bisa kolaps perusahaan hanya mengandalkan pembelian lisensi saja. Tidak ada pemasukan tetap dari Maintenance contract. Justru penghasilan tetap yang bisa diandalkan dari Maintenance contract itu.
Berangkat dari kenyataan itu, kemudian diciptakanlah sebuah sistem dimana secara periodik, software itu akan meng-crash kan diri. Yang pada gilirannya akan membuat bingung para user. Jadi, sistemnya semacam software-software trial. Banyak software-software trial yang menerapkan mekanisme seperti itu. Software kali pertama diinstal lancar-lancar saja. Everything it's Okay. Â Ketika sudah mendekati masa expirednya, sedikit demi sedikit fitur-fitur "sengaja" dibikin tidak jalan. Itu biasanya per 30 hari.
Jadi, sudah dari awal, kemungkinan MAWAR dibikin seperti itu. Sudah ditanam semacam bom waktu. Ketika waktunya tiba, meledaklah dia. Â Secara otomatis sistem diMAWAR meng-crashkan diri. Atau menurut istilah hacking: Self destruction mechanism.
Dan ketika itu menimpa user, kemudian user menanyakan by phone bagaimana solusinya, maka yang pertama ditanyakan adalah: Sudah ikut  Maintenance contract? Atau nanti kami cek dulu ya. Dan itu bisa dipastikan mereka pasti mengecek: Maintenance contract. Nah, jika setelah dicek ternyata perusahaan itu tidak ikut atau tidak melanjutkan Maintenance contract, maka support untuk problem solving pun tidak akan didapat. Malah nanti disuruh ke Mailing list. Dan disitu malah user lebih bingung lagi.
Nah, dari sinilah akhirnya, mau tidak mau, perusahaan harus menandatangani kembali Maintenance contract. Karena jika tidak, aktivitas input dan output data perusahaan  akan terganggu, yang pada gilirannya akan terganggu pula seluruh aktivitas perusahaan. Dan ini bisa berimbas pada keuangan perusahaan. Maka perusahaan pun mengambil keputusan: Lebih baik miring daripada tumpah air di dalam gelas. Dan, dengan terpaksa, mereka pun menandatangani kembali Maintenance contract untuk satu tahun.
Perusahaan sengaja dikondisikan pada situasi dimana mereka tidak bisa memilih. Pilihannya hanya satu: Melanjutkan Maintenance contract. Kalau tidak, ya rasakan sendiri. Jadi perusahaan sudah masuk perangkap. Seperti itulah kondisi yang terjadi.
Ya, seperti inilah wajah asli dan sifat bawaan dari Modal.  Mencari laba dengan segala cara tanpa peduli etika dan moral bisnis. Ternyata walaupun Machiaveli  telah mati ratusan tahun yang lalu, tapi tidak dengan ajarannya. Tujuan menghalalkan cara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H