Mohon tunggu...
ADE IMAM JULIPAR
ADE IMAM JULIPAR Mohon Tunggu... Administrasi - AutoCAD Trainer

ADE IMAM JULIPAR Saat ini bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang Manufacturing dan Importer Baja sebagai seorang Staf Engineering. Pria kelahiran Pamanukan, 07 Juli 1974 ini juga sebagai seorang pengajar Software untuk desain teknik (AutoCAD) kelas malam di salah satu lembaga pendidikan komputer di kota Tangerang. Founder KOMUNITAS AUTOCAD INDONESIA yang memiliki member lebih dari 65.000 orang di seluruh Indonesia ini, sering menjadi Pembicara Seminar diberbagai Event AutoCAD. Diantaranya: 1.Pembicara Di Autodesk University Extension Indonesia 2014, Kamis, 13 November 2014 @ Le Meredien Hotel 2.Pembicara Di Autodesk Cad Camp 2015 -- 25 April 2015, @ Gedung Jica (Fpmipa) Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 3.Pembicara Dari Indonesia Di Ajang Autodesk University Extension Asean 2015 @ Hotel MuliaSenayan- 16 September 2015 4.Pembicara Di Seminar Dan Pelatihan Nasional CAD Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, 15 Mei 2016 5.Pembicara Di National Gathering KOMUNITAS AUTOCAD INDONESIA,Yang Bekerjasama Dengan Autodesk Dan Sinar Mas Land @ The Breeze, BSD -11 September 2016 6. . Pembicara di Seminar Dan Diskusi Umum : "Perkembangan Teknologi Precast Dan Software Serta Pengaplikasiannya Pada Bidang Kontruksi Di Indonesia" 20 Januari 2018 @ Fakultas Teknik Universitas Tama Jagakarsa –Jakarta Selatan Buku-buku hasil karyanya yang sudah diterbitkan: 1. Jurus-Jurus Sakti AutoCAD Buku 1, @ 2016 2. Jurus-Jurus Sakti AutoCAD Buku 2, @ 2017 3. Jurus-Jurus Sakti AutoCAD Buku 3, @ 2017 4. Kitab AutoCAD 2 Dimensi @ 2017 5. Kitab AutoCAD 3 Dimensi @ 2017 6. Bukan Kitab Suci @ 2018 7. Jurus-Jurus Sakti AutoCAD Buku 4, @ 2018 8. Jurus-Jurus Sakti AutoCAD Buku 5, @ 2018 Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima: 1 . Penghargaan dari Autodesk sebagai salah satu kontributor artikel seputar AutoCAD di forum online (KOMUNITAS AUTOCAD INDONESIA) pada acara Autodesk University Extension (AUx) 2014 yang diselenggarakan oleh Autodesk Indonesia pada 18 Februari 2014 di Le Meridien Hotel Jakarta, Indonesia. 2 . Penghargaan dari Autodesk atas kontribusi dan dedikasi di forum online (KOMUNITAS AUTOCAD INDONESIA) pada acara FORUM AUTODESK INDONESIA 2018 yang diselenggarakan oleh Autodesk ASEAN pada 5 Juli 2018 di Shangri-La Hotel Jakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialog Kaum Tertindas

24 November 2017   06:14 Diperbarui: 24 November 2017   07:16 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Ade Imam Julipar

19-11-17

Membaca ulang Pendidikan Kaum Tertindas-nya Paulo Freire -- yang dalam Indonesia diterbitkan oleh LP3ES -- menyingkap beberapa hal yang dulu tak sempat terkuak. Buku setebal 207 halaman ini memburaskan upaya menjadikan manusia lebih manusia. Sebuah percobaan untuk menunaikan penyadaran kolektif atas sesama. Bahwa ada sesuatu yang salah dari sistem yang dianut.

Pemahaman baru pun tercipta pada nalar saya. Mungkin konsekuensi automatisasi proses dialektis alam bawah sadar. Diksi pendidikan menjadi dialog. Dan hubungan guru-murid menjadi menjadi hubungan pemerintah-rakyat. Situasi penindasan dari sebuah sistem, menciptakan polarisasi: penindas dan yang tertindas.

Sebuah sistem idealnya adalah yang membebaskan. Dialog yang membebaskan keduanya: baik penindas maupun yang tertindas. Jadi, keduanya sama-sama terbebas dari sistem yang menindas. Sama-sama menjadi manusia bebas.

Pada halaman 52 Freire menyatakan:

"Dialog yang dialami oleh "kaum-kaum tertindas" selama ini tak ubahnya seperti dialog dengan "sistem bank". Dalam pendidikan "sistem bank", dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan rakyat hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan"

Pemerintah dianalogikan sebagai seorang nasabah, sedangkan sang rakyat adalah kotak depositnya. Pemerintah yang nabung, rakyat sebagai celengan Semarnya. Pemerintah paling tahu, dan rakyat paling tidak tahu. Jelas hal ini merupakan sebuah penindasan terselubung terhadap daya cipta dan imajinasi rakyat. Tiada ruang dialog. Berfikir kritis dianggap sebuah pemberontakan---Untuk tidak mengatakan sebuah kejahatan.

Kalau kita tarik lebih jauh lagi, ini dapat kita pakai sebagai pisau analisa untuk mencermati sebuah kebijakan pemerintah. Juga sebaliknya, jika para pengambil keputusan memahami ini, dialog yang kokoh antara penjahat dan rakyat pun akan terjalin. Eeh salah, Dialog pejabat dan rakyat pun akan terjalin kokoh.

Di halaman lain Freire menorehkan:

"Dialog yang membebaskan berisi laku-laku pemahaman (acts of cognition), bukannya pengalihan-pengalihan informasi. Dia merupakan sebuah situasi belajar di mana obyek yang dapat dipahami (sama sekali bukan titik akhir dari dari laku pemahaman) menghubungkan para pelaku pemahaman, pemerintah di satu sisi dan rakyat di sisi lain."

Mungkin ada harapan --walaupun saya yakin harapan ini lebih pada kenaifan saya-- budaya anti dialogis, seiring proses berjalannya waktu dan pemahaman, perlahan akan hilang. Gone with the wind.

Dan sebuah harapan haruslah tetap ada pada situasi dan kondisi apapun. Sebuah harapan yang ingin menjadikan manusia lebih manusia.

Salam Dari Benteng Betawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun