Feminisme mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan munculnya aliran
kritis. Pada bagian berikut memaparkan berbagai perkembangan feminism dalam berbagai genre
pemikiran yang cukup dominan terutama dalam aliran hukum feminis (feminist law) :
1. Feminisme Liberal
     Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.
      Pandangan feminis liberal tentang negara merupakan otoritas yang netral antara kepentingan kelompok yang berbeda, yang bersumber dari teori pluralistik tentang negara. Mereka paham bahwa negara ini diperintah oleh laki-laki, yang tercermin dalam kepentingan "laki-laki", namun mereka juga berpendapat bahwa negara bisa sangat didominasi oleh kepentingan dan pengaruh laki-laki. Singkatnya, negara merupakan cerminan kelompok kepentingan yang mengendalikan ketimpangan nasional dalam politik atau kenegaraan.
2. Feminisme RadikalÂ
     Tren ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an dan gerakan mewakili ideologi "perjuangan separatis perempuan". Secara historis, gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap budaya seksisme dan kontrol sosial berbasis gender di Barat pada tahun 1960an, khususnya terhadap kekerasan seksual dan industri pornografi. Penindasan terhadap perempuan oleh laki-laki adalah fakta kehidupan dalam sistem sosial kita saat ini. Dan gerakan ini, sesuai dengan namanya, "radikal".
      Pendapat para feminis radikal tentang negara adalah penguasa yang tidak terletak di antara kepentingan kelompok yang berbeda, bersumber dari teori negara yang pluralistik. Mereka memahami bahwa negara ini diperintah oleh laki-laki, yang tercermin dalam kepentingan "laki-laki", namun mereka juga berasumsi bahwa negara tersebut sangat didominasi oleh. kepentingan dan pengaruh laki-laki.
3. Feminisme postmodern
      Ide postmodern merupakan ide yang anti-absolut dan anti-otoriter, kegagalan modernitas dan perbedaan klasifikasi setiap fenomena sosial karena pertentangannya terhadap sains dan universalisasi sains. pengetahuan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bergantung pada identitas atau struktur sosial.
4. Feminisme Anarkis
      Feminisme anarkis merupakan ideologi yang lebih politis yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan memandang negara dan sistem patriarki yang didominasi laki-laki
sebagai sumber permasalahan yang harus segera dimusnahkan.
5. Feminisme Marxis
      Aliran pemikiran ini mengkaji isu-isu perempuan sebagai bagian dari kritik terhadap kapitalisme. Sumber penindasan terhadap perempuan diasumsikan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Dasar aliran ini adalah teori Friedrich Engels, karena kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi kebutuhan pertukaran.
6. Feminisme Sosialis
     Sebuah ideologi yang meyakini, "Tanpa pembebasan, tidak ada sosialisme
perempuan. Tanpa sosialisme, tidak ada pembebasan perempuan," feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem properti. Lembaga perkawinan, yang melegalkan harta benda laki-laki dan harta benda suami, dihapuskan, begitu pula gagasan Marx tentang masyarakat tanpa kelas tanpa perbedaan gender.
7. Feminisme Pascakolonial
      Posisi ini didasarkan pada penyangkalan terhadap universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang tinggal di negara-negara Dunia Ketiga (negara jajahan/bekas jajahan) berbeda dengan pengalaman perempuan Dunia Pertama. Perempuan di Dunia Ketiga menanggung beban penindasan yang lebih besar karena selain penindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, etnis, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme pascakolonial, yang secara mendasar menantang kolonialisme, baik itu fisik, pengetahuan, nilai-nilai, pandangan dunia, dan cara berpikir masyarakat.
8. Feminisme Nordik
      Feminisme Nordik menganalisis negara ini dengan cara yang sangat berbeda dari pandangan kaum Marxis dan feminis radikal. Orang-orang itu beranggapan bahwa perempuan "seharusnya berteman dengan negara". karena kekuasaan atau hak politik dan sosial perempuan diwujudkan melalui negara, yang didukung oleh kebijakan sosial negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H