Namun proses panjang tersebut pasti akan membuahkan hasil dalam hal menjaga alam dan lingkungan melalui pengembangan model ilmu pengetahuan dan teknologi yang ramah lingkungan. Hal ini mirip dengan proses ilmiah yang dilakukan  Marino untuk membersihkan air danau yang tercemar di Peru pada tahun 2010.Â
Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Marino telah mengembangkan alat penjernih air yang terbuat dari 100 bahan organik dan  aman dikonsumsi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Selain itu, beberapa peneliti di Jepang telah mengembangkan  arang bambu dan membuktikannya dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, antara lain sebagai media filter untuk penjernihan air, produk kecantikan, pewangi lemari es (penghilang bau), bahkan bahan makanan.
     Sebelum berkembangnya teknologi modern, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang pesat, sampah bukanlah suatu masalah. Perlengkapan rumah tangga terbuat dari bahan yang mudah terurai dan organik, seperti mangkuk dan piring yang terbuat dari kayu atau tempurung kelapa, wadah sake yang terbuat dari potongan bambu, atau kemasan makanan yang terbuat dari bahan ramah lingkungan. Selain bersifat biodegradable, beberapa perangkat ini dapat digunakan berkali-kali, tidak hanya sekali, sehingga limbahnya tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan. Namun seiring berkembangnya teknologi modern, industrialisasi, dan pertumbuhan penduduk yang pesat, muncul permasalahan baru: sampah.Â
Wardi (2011: 168) menyatakan bahwa  pengelolaan sampah sudah dilakukan di Bali sejak zaman dahulu. Dia mengatakan sampah organik  secara tradisional dibuang sebagai pakan babi atau pupuk hijau, dan beberapa orang membakar sampah tersebut. Selain itu, pelataran Bali biasanya terbagi menjadi tiga bagian atau tiga mandala, yaitu mandala induk, mandala madhya, dan  mandala nista. Ruas Nistamandala merupakan lahan pertanian paling hilir dan biasanya digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, pemeliharaan ternak, serta budidaya buah-buahan dan berbagai jenis pohon yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan.
     Abdoellah (2017: 113)  mengutip Soemarwoto (1984) dan menyatakan bahwa sistem agroforestri tradisional seperti sistem pekarangan dan kebun tar banyak ditemukan di Jawa Barat. Pernyataan tersebut juga disampaikan oleh Terra (1953) dan Wiersum (1982) dalam Abdoellah (2017: 113) bahwa kedua sistem ini telah  lama dipraktikkan secara lintas generasi. Lebih lanjut, kedua sistem ini dinilai berpotensi mengatasi penurunan kualitas lingkungan yang terus terjadi. Selain itu, sistem ini juga terkait dengan ekosistem pedesaan yang memiliki beragam fungsi: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Abdoellah (2017) menyatakan bahwa  fungsi ekonomi sistem agroforestri di pedesaan  Jawa Barat tidak hanya menghasilkan pangan tetapi juga memberikan sumber pendapatan bagi rumah tangga. Selain itu, lahan pertanian dan kebun Tarun juga berfungsi sebagai sumber kayu bakar sehingga mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan alam. Selain fungsi ekonomi, peternakan dan kebun Tarn juga mempunyai fungsi sosial.  Hal ini terlihat dari kebiasaan  berbagi antar masyarakat. Masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah cenderung memanfaatkan dedaunan, ranting, dan ranting yang jatuh di kebun masyarakat yang ternoda sebagai kayu bakar tanpa mendapat izin dari pemiliknya. Atau Anda bisa menikmati tanaman obat dan buah-buahan bersama-sama.
    Selain itu,  sistem agroforestri tradisional juga dikatakan memiliki fungsi ekologis seperti menjaga kesuburan tanah, mengendalikan erosi, melindungi daerah aliran sungai secara umum, dan menjaga iklim  mikro. Pesatnya perkembangan teknologi modern telah menghasilkan sampah yang sulit terurai. Terlebih lagi, industrialisasi menciptakan sampah baru yang  tidak dapat terurai. Selain itu, limbah kimia juga mencemari daerah aliran sungai (DAS) sehingga menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini juga didukung oleh pertumbuhan populasi yang pesat, dengan sedikitnya lahan dan rumah yang belum dikembangkan yang saling bergerombol. Namun permasalahan ini sama sekali tidak sulit untuk diatasi dan ditangani. Misalnya saja yang dilakukan YPBB Bandung dan Bank Sampah Sungai Cisadane untuk membantu pembuangan sampah rumah tangga. Dalam pengelolaan programnya, mereka memadukan konsep kearifan lokal dengan kreativitas dalam pengelolaan sampah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H