Mohon tunggu...
Ade Ilma
Ade Ilma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi memasak, kepribadian saya ceria dan ramah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekologi Budaya Sebagai Wawasan Pokok Dalam Pengembangan Masyarakat

5 Mei 2024   20:59 Diperbarui: 5 Mei 2024   21:15 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

        Dimensi kearifan lokak menurut Ife (2002) terbagi ke dalam tiga dimensi. Pertama, aspek pengetahuan lokal, yaitu masyarakat lokal selalu mempunyai pengetahuan lokal tentang lingkungan hidup. Di sini ditunjukkan bahwa kearifan lokal dapat membedakan antara sumber daya alam yang boleh dikonsumsi atau dibudidayakan dan  yang tidak boleh dikonsumsi atau dijadikan hiasan. Oleh karena itu, tidak ada eksploitasi besar-besaran. 

Dimensi kedua adalah kapasitas lokal. Di sini keterampilan lokal digunakan sebagai keterampilan bertahan hidup. Aspek ini menjelaskan bahwa kearifan lokal memberikan pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun dengan tujuan untuk diteruskan kepada generasi mendatang, baik sebagai warisan budaya berwujud (tangible legacy) maupun sebagai warisan budaya tidak berwujud (intangible Heritage). 

Ketiga adalah aspek kepercayaan sumber daya lokal. Sumber daya daerah pada umumnya adalah sumber daya alam, yaitu sumber daya alam yang tidak terbarukan dan sumber daya alam terbarukan yang terdapat pada suatu wilayah tertentu. Dalam aspek ini kearifan lokal melalui adat istiadat berperan menjaga kelestariannya melalui pengaturan alam dan lingkungan hidup. 

           Proses bela diri  berupa kearifan lokal merupakan wujud dan peran masyarakat dalam upaya menjaga potensi daerah aliran sungai yang menjadi penghidupan masyarakat pedesaan. Terdapat peran perlindungan lingkungan yang harus dilakukan oleh masyarakat lokal melalui kearifan ekonomi lokal. 

Dengan kata lain, merupakan kegiatan yang fokus pada gerakan lingkungan hidup yang dikaitkan dengan kearifan lokal dan keyakinan masyarakat bahwa ada kekuatan  luar manusia yang bekerja dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mengelola sumber daya alam berdasarkan kearifan lokal justru menjamin kelestarian hutan itu sendiri. Hal ini tentu saja merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan. 

         Menurut Ungirwalu (2016), penelitiannya menyelidiki hubungan antara kearifan lokal dan alam sebagai etnoekologi. Dikatakannya, ada enam bentuk etnoekologi  pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya buah hitam pada masyarakat adat Wandamen Papua: sumber daya lokal, pengetahuan lokal, nilai-nilai lokal, keterampilan lokal, pengetahuan lokal, dan pengambilan keputusan lokal. Mekanisme dan kohesi kelompok regional Ke- enam bentuk tersebut dapat dikatakan merupakan adaptasi budaya lokal terhadap lingkungan. Sumber daya lokal dapat  dikatakan sebagai kekayaan alam dari suatu lingkungan tertentu. 

Masyarakat adat cenderung hidup dengan melakukan adaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya, sehingga sumber daya alam lokal yang ada merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan biologisnya. Menurut Ungirwalu (2016) masyarakat Wandamen sendiri menjadikan buah hitam sebagai sumber makanan, selain sagu, umbi-umbian, dan sumber makanan pokok lainnya secara turun temurun. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pengetahuan sumber daya alam lokal harus menjadi bagian dalam kegiatan pemberdayaan  masyarakat.

         Selain sumber daya lokal, pengetahuan lokal, nilai lokal, keterampilan lokal, mekanisme pengambilan keputusan lokal, dan solidaritas kelompok lokal menjadi unsur penting dalam pemberdayaan. Hal-hal di atas merupakan modal sosial yang ada di masyarakat lokal, selain modal sumber daya alam. Modal sosial masyarakat lokal sendiri memiliki dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah modal sosial yang dituangkan ke dalam adat istiadat dapat menjaga manusia dan lingkungan alamnya. Adapun sisi negatifnya, yaitu dapat menjadi hambatan dalam diseminasi ide dan pemikiran maju.

          Pengembangan masyarakat berbasis wawasan ekologi dapat memberikan perspektif baru terhadap model dan pola pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak serta merta harus dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kenyataannya, ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung menimbulkan dampak negatif seperti distorsi dan kerusakan lingkungan. 

Menurut Mudhoffir (2011: 94), ilmu pengetahuan merupakan sumber ancaman terhadap lingkungan akibat kehadiran industri dan  perkembangan  rekayasa genetika yang tidak terkendali. Namun pada saat yang sama, ilmu pengetahuan adalah cara untuk mengatasi ancaman ekologis ini. Dengan kata lain ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai manfaat dan positif bagi pertumbuhan  dan kemajuan perekonomian daerah. Di sisi lain, hal tersebut juga dapat memberikan dampak negatif.

          Dalam hal ini pemberdayaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan pengembangan model-model baru yang tidak sekedar berfokus pada kesejahteraan manusia, namun memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menjaga kelestarian lingkungan alam yang ada. Hal ini tentunya membutuhkan proses yang panjang karena mungkin memerlukan riset yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun