Mohon tunggu...
Ade Hendraputra
Ade Hendraputra Mohon Tunggu... Insinyur - Planner - Pemerhati

Graduate Students - Waseda University, Tokyo dan master dari Washington University in St. Louis, US Mencoba menulis agar menjadi documented knowledge. Semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tambah Jalur Jalan Malah Makin Macet

10 April 2023   07:47 Diperbarui: 10 April 2023   18:00 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jalanan Perkotaan. Sumber: Foto Pribadi

Namun Turner dan Duranto berpendapat bahwa karena intensitas kepadatannya sama pada kedua periode maka hal ini memberikan sinyal bahwa jalur baru menciptakan pengemudi baru atau pengguna baru.

Jika kita lebarkan sudut pandangnya, misal menambahkan jalur baru pada transportasi publik berharap masyarakat berpindah ke jalur transportasi tersebut, namun dengan teori diatas maka akan ada pengemudi atau pengguna baru yang akan memanfaatkan jalur jalan yang ditinggalkan pengguna yang pindah ke transportasi publik. Lalu bagaimana negara lain memandang fenomena ini.

Beberapa negara mulai melakukan justru berbalik dengan pemikiran awal kita diatas. Sebagai contoh, Paris secara dramatis menurunkan kapasitas dan mengurangi jumlah jalur jalan selama 1 dekade terakhir. Tentu saja kemacetan akan tetap ada tapi masyarakat merasa tidak menjadi lebih buruk.

Begitu pula kota-kota besar seperti San Fransisco yang merubah jalan menjadi jalur tram plus ada jalur tol tengah yang justru dirubah menjadi jalur jalan biasa dan menurunkan kapasitasnya sampai 75 persen. Serta banyak kota lain seperti Seoul yang sukses melakukan hal yang serupa bahkan menurunkan polusi secara signifikan. 

Dari beberapa case tersebut maka masyarakat yang dipaksa untuk berpindah karena keadaan kapasitas jalan yang terbatas. Kembali karena insting manusia yang akan selalu mencari jalan keluar.

Selanjutnya beberapa kota seperti London, Stockholm, dan Singapura memilih menggunakan pendekatan Jalan Berbayar (road pricing) atau lagi beken dengan nama ERP (Electronic Road Pricing).

Dengan langkah ini maka berharap pengemudi mau memindahkan waktu berkendaranya dengan mengatur biaya yang berbeda pada waktu yang berbeda, berharap tingkat kepadatan bisa terdistribusi dengan lebih normal.

Duranto sendiri menyampaikan bahwa cara ini perlu di kombinasikan dengan tahapan berikutnya yaitu pengaturan biaya parkir di tengah kota untuk memberikan efek yang lebih kuat.

Selanjutnya bagaimana?

Dari kasus dan penjelasan diatas, kita melihat ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi disekitaran kita namun juga di kota-kota besar di negara lain. Tentu saja contoh kota-kota tersebut tidak mengambil satu pilihan kebijakan saja dalam melihat sebuah permasalahan.

Secara umum kami melihat saat pengambilan keputusan mengenai pembatasan jalan maka kebijakan lain pun perlu dipersiapkan seperti mendorong pembangunan dan ekspansi transportasi publik. Tentu setiap kebijakan akan memiliki efek baik yang positif maupun negatif, namun bagaimana kebijakan ini bisa memiliki keinginan untuk mencapai perbaikan di masa depan dan tidak serta merta berubah ditengah jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun