Tulisan ini berisi serangkaian kehaluan yang diyakini oleh akar rumput berkait kontestasi politik kita.
Yang namanya kehaluan, tentu saja merupakan persepsi salah, yang bisa terjadi karena kesengajaan atau karena kekurangmengertian.
Kehaluan ini umumnya diungkapkan sebagai opini publik, yang diterima begitu saja. Ngerinya, karena kehaluan ini telah menjadi semacam opini publik, maka kehaluan bisa berpotensi menjadi "kebenaran semu" yang menyesatkan dan tidak sehat bagi kehidupan demokrasi kita.
Karena itu saya merasa perlu mencatat beberapa di antaranya. Paling tidak catatan ini bisa berguna untuk saya pribadi, atau bagi para pembaca yang mau sedikit meluangkan waktu untuk bertanya: benarkah begitu?
Sebelum Anda memutuskan untuk membaca tulisan ini, saya ingin Anda mengetahui bahwa apa yang saya tulis di sini, pertama, ialah semata hasil pikiran dari pengalaman pribadi saya selama periode pilpres hingga awal pilkada 2024. Jadi persepsi berlawanan dari Anda sangat mungkin sekali.
Selama periode itu, saya ngobrol banyak dengan sejumlah orang di akar rumput mengenai persepsi mereka tengang politik (khususnya pemilu), baik dari kalangan timses kampung, simpatisan, sampai masyarakat yang, bahkan tidak mengerti cara mencoblos di bilik suara.
Kedua, tulisan ini saya buat untuk maksud satire. Jadi kalau Anda tidak tahan dengan ungkapan-ungkapan yang dibuat untuk tujuan sesambat, sebaiknya Anda klik tombol kembali sekarang juga!
Baik, inilah beberapa kehaluan akar rumput tentang politik yang berusaha saya deskripsikan.
Politisi Bak Juru Selamat
Sejak kapan politisi mengemban tugas Nabi, mengantar manusia ke lembah keselamatan? Tidak pernah. Politisi bukanlah Nabi yang mengemban misi membawa manusia dari gelap menuju terang.
Politisi hanyalah sekelompok manusia biasa, yang kebetulan diberikan sumber daya untuk berani mengajukan diri menjadi wakil, pemimpin, atau sebagainya.