Tentu saja dengan mudah kita menjawab kalau anak kita manusia, dan  dia adalah darah daging kita yang dititipkan Tuhan kepada kita sebagai orang tuanya.
Anak kita sama dengan kita. Dia juga manusia. Karena dia manusia, maka perlulah dia dididik.
Basis pendidikan manusia adalah proses komunikasi yang kompleks dan hidup. Maka penting bagi orang tua belajar mengenai komunikasi yang bukan saja efektif, tetapi juga baik.
Oleh karenanya, orang tua amat perlu menciptakan budaya komunikasi yang baik dan intens kepada anak-anaknya. Dalam sehari, setidaknya orang tua perlu menyediakan waktu untuk berdialog dengan anak.
Dialog yang baik adalah dialog yang disampaikan dengan lembut dan saling mengisi satu dengan lain. Artinya, dalam setiap nasihat atau permasalahan yang dibahas, orang tua perlu menanyakan pendapat, dan perasaan anaknya tentang hal tersebut, dengan lemah lembut.
Dengan begitu, anak-anak akan merasa dihargai, dan eksistensinya diakui. Dia akan merasa bahwa dirinya penting, dan pada akhirnya akan terbentuk pribadi yang kominikatif dan mau mendengar.
Pertanyaan kedua adalah: untuk apa saya melakukan ini (mendidik anak)?
Jika jawabannya adalah untuk kebaikan anak, maka visi itu perlu dipegang dengan penuh komitmen.
Ingat-ingatlah secara konsisten tujuan itu. Ketika perasaan tidak tega, kasihan, atau lelah, berhentilah sejenak dan buka kembali laci memori yang berisi jawaban atas pertanyaan di atas.
Bagian ini akan mengurangi disorientasi kasih sayang, karena sisi emosional kita dapat dikoreksi oleh logika.
Jika kita tetap berkomitmen bahwa mendidik adalah demi kebaikan anak, anak akan memahami bahwa orang tuanya memiliki prinsip dan tidak "lain pagi lain siang" ketika sedang mendidik. Pada gilirannya, konsistensi orang tua akan membangun disiplin anak.