Di suatu malam yang mendung di masa lalu, seekor Yang Mulia Tuanku Paduka Ratu Laron yang tengah bosan, mengumumkan sayembara kepada rakyatnya: rayap pekerja, para serdadu, dan tukang masak.
"Barangsiapa mencapai rembulan akan menjadi ratu!" katanya penuh wibawa.
Mendengar itu, rakyat dari kalangan tukang masak bertanya-tanya apakah gerangan rembulan itu.
Sambil terkekeh sebab mendengar keluguan kumpulan tukang masak, serdadu yang berada dekat dengan kumpulan itu berkata kepada sang Ratu, "Yang Mulia Tuanku Paduka Ratu, harap memaklumi saudara kami yang cuma tahu dapur dan sumur ini. Mereka bertanya, apakah gerangan rembulan itu?"
Pertanyaan yang dilontarkan setengah berteriak itu didengar oleh seluruh anggota koloni. Suasana dalam koloni pun riuh. Nampaknya tak seekor pun tahu benar apa rembulan itu.
"Ehemmm," Yang Mulia Tuanku Paduka Ratu berdehem, keriuhan langsung padam. "Rembulan adalah sesuatu yang memancarkan cahaya di tengah kegelapan. Terbanglah kalian ke sana dan kalian akan menjadi ratu seperti aku."
Tak tunggu lama, sebagian massa dari laron pekerja yang telah bosan menyandang gelar proletar buru-buru mengenakan sayapnya. Tanpa permisi mereka langsung tancap gas meninggalkan koloni itu.
"Yiihaaaa... Akhirnya momen yang kutunggu-tunggu datang juga. Esok pagi aku jadi borju!" berkata seekor laron pekerja. Dikepakkan sepasang sayapnya dengan riang gembira.
"Betul. Aku juga sudah bosan jadi proletar," sahut seekor yang lain.
Tak mau kalah, sebagian tukang masak juga buru-buru melemparkan panci dan sendok sayur di genggamannya lalu mengenakan sayap dan terbang meninggalkan koloni. Mereka juga kepengin jadi ratu: dilayani, dijaga, disanjung setiap waktu.