Mohon tunggu...
Ade Heryana
Ade Heryana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Cuma penulis yang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hidup Seimbang, Penangkal COVID-19

4 Februari 2020   00:33 Diperbarui: 7 Maret 2021   01:09 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada pertanyaan menggelitik terkait wabah coronavirus (CoV) di Wuhan baru-baru ini. Kenapa belum ada orang Indonesia yang kena CoV?  

Setidaknya menyikapi wabah CoV kita disuguhkan panggung pertunjukan dua karakter ekstrim. Yang satu, ketakutan yang sangat terhadap penyakit. Satu lagi, masa bodoh terhadap sakit. Namun apakah benar demikian karakternya?

Kita mulai dengan pemeran masa bodoh terhadap sakit. Menarik memang, sebuah artikel menceritakan kenapa Indonesia sampai sekarang (2 feb 2020) belum ada satu pun yang kena. Istilahnya confirmed CoV. 

Ada satu dua dicurigai (suspected) tapi ternyata hanya gejala infeksi saluran nafas. Artikel itu cerita bagaimana gaya hidup orang Indonesia yang "bodo amat" dengan kesehatan. 

Dari yang merokok, makanan jatuh "belum 5 menit", minum es batu air mentah dll. Lalu kenapa petugas PPSU yang bekerja di tempat kotor tetap rajin beraktivitas? Pemulung di rumah saya yang keluar "kerja" jam 12 malam tetap enjoy ketawa ketiwi?  

Penulis sendiri, hampir setengah abad hidup sering mempraktikkan hidup yang "slengekan". Makan ditemani lalat hijau, makan disamping kucing peliharaan yang bau pesing, minum sambil menerima sampel tinja karena kebagian tugas, tidak pakai masker saat bermotor. Mohon pembaca jangan meniru. 

Penulis sangat percaya dengan konsep biopsikososial. Konsep yang menilai sehat bukan cuma dari sisi biologis/fisik saja, tapi juga perilaku (psikis) dan sosial. 

Gampangnya, kamu merokok tapi psikis kamu bagus, pergaulan sosial juga oke. Maka kamu bisa sakit secara fisik tapi juga sehat secara psikis dan sosial. Artinya apa? Di dalam tubuh ini ada pergulatan antara tiga kubu ini. Mana yang lebih kuat? Kakek saya kuat merokok sampai beliau wafat usia 78 tahun. Penyebab kematiannya prostat. Mengapa bisa tahan? Psikososial beliau baik. Menerima apa adanya, tidak ambisius, dan dekat dengan lingkungan sosial.

Wabah wuhan juga memperlihatkan karakter orang yang "kelihatannya" peduli sehat. Mengapa saya menyebutnya "kelihatan"? Karena kalau bicara psikososial, belum tentu 100% sehat. 

Secara fisik di Indonesia diperlihatkan orang yang kemana-mana pakai masker, bawa handsanitizer, menjauh dari kerumunan orang, dan sebagainya. Tapi apakah secara psikis sehat? Belum tentu. Jangan-jangan ketakutannya akan penyakit malah memperburuk daya tahan. Jangan-jangan penarikan diri secara sosial menghindar kerumunan malah membuat imunitas rendah.

Makanya saya sangat menyayangkan sebuah iklan kesehatan mencegah CoV, yang menganjurkan hindari kerumunan. Indonesia belum confirmed CoV bung!. "Belanda masih jauh" kata teman saya. Menurut saya itu berlebihan. Ada sebuah artikel filsafat kesehatan yang mengkritik bahwa promosi kesehatan yang dibuat selama ini bukan membuat orang sehat, tapi malah menambah ketakutan dan beban psikis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun