Sudah lebih dari satu jam, pak Yanto gelisah menunggu resep obatnya dilayani di sebuah apotikdi salah satu mall besar di Jakarta. Bahkan pak Yanto ini sempat pergi sebentar meninggalkan apotik untuk belanja keperluan lainnya. Akhirnya setelah 10 menit menunggu pak Yanto tidak sabar menanyakan ‘nasib’ resepnya kepada petugas apotik. Lima menit kemudian resep sudah selesai dilayani dan diserahkan ke pak Yanto tanpa penjelasan kenapa lama dan permohonan maaf.
Itu ilustrasi bagaimana jengkelnya pasien menunggu resep obat dilayani oleh apotik. Meski tidak semua apotik memiliki kualitas pelayanan yang buruk, akan tetapi kecepatan pengerjaan resep tetap menjadi tolok ukur. Pekerjaan melayani resep memang bukan kegiatan seperti menggoreng makanan yang cepat saji. Pekerjaan ini selain membutuhkan ketelitian, juga membutuhkan kehati-hatian petugas agar tidak terjadi kesalahan baik dalam pemberian dosis obat, jenis obat, dan petunjuk pemakaiannya. Kasus kesalahan pemberian obat yang terjadi di RS swasta ternama menunjukkan dampak dari ketidak hati-hatian dalam penyerahan obat.
Apotik dengan pelayanan yang baik selalu berkomunikasi dengan pasien bila ada masalah dengan resep dilayani, baik itu menyangkut persediaan obatnya, harga obat, tulisan dokter, termasuk bila terdapat obat yang ragu-ragu diberikan. Petugas apotik yang komunikatif akan menyampaikan kepada pasien perkiraan waktu pelayanan bila ditemukan masalah-masalah tersebut.
Pekerjaan melayani resep merupakan interaksi antara berbagai unsur yang saling berkait, yang terdiri dari: Resep Obat, Tenaga Kesehatan, Persediaan Obat, Sistem dan Prosedur, dan Pemasok atau Pabrikan Obat. Cepat lambatnya pelayanan resep dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yang akan penulis uraikan dalam artikel ini
1. Resep Obat
Beberapa resep obat ditulis oleh dokter yang memiliki tulisan yang sulit dibaca. Tingkat kesulitan makin tinggi pada resep obat yang harus diracik terlebih dahulu seperti obat berbentuk puyer untuk anak, campuran sirup dengan obat lain, dan racikan salep. Resep dokter juga kadang mengandung obat yang relatif baru, jarang diresepkan, atau mengandung alat kesehatan yang masih asing dibaca oleh petugas apotik.
Beberapa resep juga ditulis oleh dokter dengan kode-kode tertentu. Biasanya resep ini ditulis oleh dokter yang memiliki jaringan apotik dengan tujuan agar pasien menebus obat di apotik yang sudah bekerjasama. Sebuah resep obat dari dokter kulit ternama di Jakarta pernah penulis kerjakan, dan pada akhirnya merekomendasikan pasien untuk menebus di apotik rekanan dokter tersebut.
Dilihat dari keseriusanan penatalaksanaan dan kegawatdaruratan medis, terdapat resep-resep yang harus segera dilayani. Pada resep-resep tersebut biasanya tertulis kata-kata “Cito” atau “Statim” atau “PIM” yang seluruhnya mengandung arti Cepat. Sesuai undang-undang kefarmasian petugas apotik wajib melayani terlebih dahulu resep-resep tersebut. Sehingga jangan heran bila Anda mengantri ada pasien yang datang setelah Anda malah dilayani terlebih dahulu. Bisa jadi resep obat yang dibawa pasien tersebut tergolong “Cito”.
Kadang-kadang resep obat ditulis oleh dokter dengan dosis yang tidak irasional, dosis yang tidak sesuai dengan usia pasien, atau mungkin dokter lupa bahwa ada obat-obat yang tidak bisa diminum bersama-sama yang dalam istilah farmasi disebut interaksi obat. Untuk hal-hal seperti ini petugas apotik harus mengkonfirmasi ke dokter penulis resep. Di sinilah kadang-kadang dibutuhkan waktu lama, karena kadang-kadang dokter sulit dihubungi dengan berbagai sebab.
Dalam resep dokter terkadang ada obat-obat yang tergolong narkotika. Penanganan resep obat jenis ini juga kadang memerlukan waktu yang lama, karena harus mendapat supervisi ketat dari Apoteker Penanggung Jawab. Penyimpanan dan penyaluran obat-obat narkotika di apotik harus melalui prosedur tertentu yang ditetapkan dengan peraturan kefarmasian.
2. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan dalam pengerjaan resep obat terdiri dari Dokter penulis resep, Perawat, Apoteker, Asisten Apoteker, dan petugas Administrasi. Dalam praktek kefarmasian, interaksi seluruh tenaga kesehatan ini mutlak diperlukan.
Beberapa dokter karena kesibukannya seperti di jelaskan di atas, sulit dihubungi atau ditanyakan mengenai resep yang ditulisnya. Kadang-kadang beberapa dokter menyerahkan masalah ini kepada perawat. Namun sebagian besar perawat tidak mau atau lebih tepat tidak berani menghandle masalah resep yang ditulis dokter. Jam terbang membaca resep oleh petugas Asisten Apoteker dan Apoteker ikut juga menentukan kecepatan pelayanan. Faktor lain yang ikut berperan adalah petugas administrasi atau pendukung di apotik. Tugas petugas administrasi dalam pelayanan resep umumnya adalah melakukan transaksi pembayaran.
3. Persediaan Obat
Persediaan obat ikut menentukan kecepatan pelayanan resep. Dalam menyiasati obat yang kosong stok, petugas apotik yang berpengalaman akan mengganti dengan merek dagang lain yang isinya sama. Proses ini membutuhkan waktu yang lama karena bukan saja memastikan stok obat pengganti ada, tetapi juga memastikan harga obatnya tidak terlalu jauh dengan obat yang diresepkan. Pencarian informasi merek obat pengganti pun membutuhkan waktu lama.
Beberapa apotik juga bekerjasama dengan apotik di sekitarnya untuk menyiasati obat yang kosong. Apotik A dapat membeli obat ke apotik B dengan harga khusus . Praktik kerjasama ini sah-sah saja selama tidak merugikan pasien dengan harga yang mahal dan selama obat yang dibeli bukan golongan tertentu.
Dalam proses penyiapan obat, perlu diperhatikan juga tanggal kadaluarsa obat. Aktivitas memeriksa kadaluarsa kadang memerlukan waktu yang cukup lama. Pada umumnya penulisan kadaluarsa pada obat dari pabrik menggunakan ukuran huruf yang kecil dan sulit terbaca, terutama pada obat-obat berbentuk blister dan tube salep. Format penulisan tanggal kadaluarsa kadang berbeda antar pabrik. Ada yang dengan format ‘dd-mm-yy’ atau format ‘mm-dd-yy’. Perbedaan ini cukup membingungkan petugas apotik
4. Sistem dan Prosedur
Beberapa apotik sudah menerapkan sistem informasi apotik yang canggih. Namun masih ada apotik yang menggunakan sistem manual dalam menentukan harga obat, melihat stok obat, dan proses administrasi lainnya. Dapat dipastikan, apotik yang sudah menerapkan sistem informasi dapat melayani resep obat lebih cepat.
Beberapa apotik juga membuka counter khusus pelayanan resep.Penerapan sistem demikian terutama dijalankan pada apotik yang sebagian besar aktivitasnya melayani obat atas permintaan dari resep, bukan obat bebas. Namun demikian, pembukaan counter khusus resep tidak menjamin kecepatan pelayanan resep oleh apotik
5. Pemasok dan Pabrikan Obat
Faktor terakhir adalah para pemasok dan pabrikan obat yang berperan men-supply persediaan di apotik. Kadangkala persediaan obat di apotik diperngaruhi oleh kondisi stok di pemasok atau pabrikan. Karena sebagian besar bahan baku obat diimpor, beberapa obat mengalami kekurangan stok karena proses produksi terganggu.
Ada pula motif spekulasi dari pemasok obat. Saat menjelang kenaikan harga obat (biasanya bulan ke 3 atau 4 tiap tahun) sudah menjadi tradisi bahwa stok obat akan kosong. Kekosongan bisa saja bukan karena terjadi penumpukan untuk spekulasi melainkan memang terjadi penurunan produksi obat dari pabrikan.
Demikianlah beberapa faktor yang ikut berperan dalam kecepatan dan kelambatan pelayanan resep di apotik. Bila kita perhatikan, ternyata memang banyak rentetan yang ikut berpengaruh. Penulis menyarankan kepada pasien yang akan menebus resep untuk minimal mendapatkan informasi yang mungkin akan dibutuhkan dalam pelayanan resep sehingga waktu pengerjaan bisa dioptimalkan. Informasi tersebut antara lain : nomor telepon genggam dokter penulis resep, jam praktek dokter penulis resep, informasi tingkat kesulitan mendapatkan obat, serta jangan ragu menanyakan petugas apotik perkiraan berapa lama pelayanannya. Hal ini supaya kita tidak cemas menunggu kapan resep obat selesai dilayani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H