Mohon tunggu...
Ade Heryana
Ade Heryana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Cuma penulis yang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Allah yang Mengatur Insiden Tolihara?

19 Juli 2015   00:12 Diperbarui: 19 Juli 2015   00:12 2723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat penulis mengetik kata "Maaf" di Google Search, ternyata yang mucul bukan tentang maaf memaafkan karena masih suasana idul fitri, akan tetapi didominasi oleh berita pernyataan minta maaf atas kejadian pembakaran mesjid di Tolikara, Papua. Pada tahun lalu kata "maaf" berkaitan dengan idul fitri masih mendominasi pada H2 Idul Fitri.

Dilihat dari sudut subyek-obyek ada dua kegiatan yang berhubungan dengan kata benda maaf, yaitu meminta maaf dan memberi maaf. Dua-duanya sulit dilakukan, akan tetapi memberi maaf mungkin yang paling sulit, karena membutuhkan kebesaran jiwa serta kelapangan dada. Pada tahap ini dibutuhkan keikhlasan seseorang.

Setidaknya sifat baik bagi "pemberi maaf" disampaikan dalam lima ayat al quran, yaitu dalam

1. Ali Imran ayat 133-134 yang artinya "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”  Jadi memberi maaf merupakan satu kebajikan yang disukai Allah swt serta dijanjikan surga yang luas olehNya.

2. Al Baqarah ayat 263 yang artinya “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun". Dengan demikian, dibanding memberi sedekah yang diiringi dengan perbuatan atau perkataan yang menyakitkan penerima sedekah, lebih baik memberi maaf (bersama dengan perkataan yang baik).

3. An Nisa ayat 149 yang artinya “Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa.” Allah saja maha pemaaf, sehingga kita sebagai makhluk ciptaannya harus mengikuti ajaranNya.

4. Asy-Syura ayat 43 yang artinya “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” Jadi, memberi maaf dan bersabar adalah hal yang sangat diutamakan dalam Islam.

5. Al Araf ayat 199 yang artinya “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” Menjadi seseorang yang pemaaf merupakan anjuran yang diperintahkan Allah Swt.

Lalu bagaimana dengan minta maaf. Dalam Islam, esensi meminta maaf kepada seseorang hakikatnya adalah memohon ampunan kepada Allah Swt atas pebuatan salah kita kepada orang lain.  Sebagaimana dijelaskan dalam QS An-Naml:46 dan Hud:3.

Perbuatan memberi maaf dan meminta maaf seyogyanya dilakukan setiap saat ketika ada orang yang memohon maaf dan ketika kita berbuat salah. Sebuah kekeliruan terjadi saat perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, demikian pula menjelang puasa ramadhan. Kalimat "mohon maaf lahir dan bathin" menjadi trending topic saat kedua hari raya tersebut. Padahal kalau kita membaca ayat-ayat di atas, tidak ada satu pun permohonan maaf dan pemberian maaf dikaitkan dengan hari raya. 

Hakikat hari raya adalah kemenangan. Kemenangan manusia akan menjalankan ibadah puasa, mengekang hawa nafsu, menajuhkan diri dari perbuatan dosa serta lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sehingga ciri-ciri manusia yang menang adalah ia sedih dengan berlalunya bulan Ramadhan. Ia rindu akan ramadhan kembali, dan memohon kepada Allah Swt agar diberi kesempatan menjalankan ibadah Ramadhan.

Ujian kemenangan kita pada idul fitri tahun ini adalah peristiwa intoleransi beragama di Papua. Sebagai muslim tentu saja solidaritas islam diutamakan. Kita prihatin dengan peristiwa tersebut. Namun kita pun diuji menjadi umat yang "memaafkan" sebagaimana tuntutan ayat-ayat di atas. 

Apakah Allah mengatur insiden Tolihara ini? Wallahu a'lam. Yang jelas, umat islam sedang diuji dengan kemenangan ramadhan tahun ini dan sedang diuji untuk menunjukkan bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin. Mari kita tunjukkan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi harkat martabat manusia dengan budaya memaafkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun