Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Relationship Officer -

suka travelling, suka main game dansa, food lover,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Mengintip!

29 Maret 2017   16:52 Diperbarui: 29 Maret 2017   16:59 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan lalu tepatnya aku dan dua temanku  ilham dan randi melakukan perjalanan ke pulau Dewata Bali. Trip dadakan ini memang tidak pernah direncanakan sebelumnya, bermodalkan rasa jenuh dengan rutinitas kerja, kami mencoba melihat situs perjalanan paket wisata dan menemukan harga yang cocok. Lama tiga hari sepertinya cukup untuk melihat keindahan pulau Bali yang sudah tersohor hingga kepelosok dunia. Kami sengaja memilih pesawat malam sekitar pukul 22.00 WIB dikarenakan jam kantor kami yang berakhir pada pukul lima sore. Jakarta yang  sudah terkenal sebagai kota macet tentunya membuat kami berfikir ulang untuk mengambil pesawat yang lebih sore. 

Tibalah kami di pulau dewata Bali, jam di tangan sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Hal ini wajar mengingat perjalanan kami yang memang sudah lebih malam dan perbedaan waktu di Bali yang  satu jam dulu dari waktu di Jakarta. Setibannya di Bandara Ngurah Rai kami memutuskan memakai jasa taksi online, walau kami harus bermain kucing-kucingan dikarenakan masih banyak pihak yang tidak menyukai keberadaan taksi online tersebut.

Kami memilih lokasi penginapan  yang dekat dari bandara tapi tidak cukup ramai. Hostel yang cukup sederhana namun tetap nyaman menjadi pilihan kami, karena bagi kami hostel hanya tempat tidur sejenak, sebelum esok pagi-pagi jam 6 kami sudah merencanakan keliling Bali dengan menggunakan kendaraan sewa yang telah kami pesan sebelumnya di Jakarta. Ketika sesampainya didepan hostel tersebut, kami disambut dengan hawa sejuk dan aroma dupa yang menenangkan, sontak membuat kami sadar bahwa kami memang ada di Bali. 

Suasana hening dengan penerangan yang seadanya membuat hostel ini seolah menjadi tempat pelarian yang sempurna dari kemacetan kota Jakarta. Jalan setapak dengan kerikil kerikil kecil mengantar kami ke pelataran hostel, pemandangan kiri kanan dengan pohon-pohon pisang yang menjulang sejajar dan nyala obor di beberapa pagar hostel menambah kesan damai di hostel ini.

Sesampainya di depan meja resepsionis, kami melihat meja itu kosong, kami coba memperhatikan disekitar kami hanya nampak sebuah televisi yang menyala tanpa ada yang menontonnya. "Permisi, apa ada orang? permisi" berucap randi memanggil dibalik meja resepsionis dengan harapan ada seseorang didalamnya. Hampir satu menit kami harus menikmati keadaan ini, hingga tiba tiba dari belakang, aku merasakan ada tangan besar yang menyentuh pundak kananku. "Maaf ada yang bisa dibantu?" jawab seorang lelaki bertinggi besar yang sontak membuat kami kaget dan bangun datri keheningan sebelumnya. 

"yah pak saya ade, kami sebelumnya sudah pernah memesan hostel ini dari aplikasi online, ini vouchernya" sambil menunjukkan elektronik voucher dari handphone ku, yang sengaja kusiapkan setiap kali reservasi ulang disebuh penginapan. Dengan masih tangan gemetar, akhirnya aku menunjukkan voucher tersebut. "Sebentar pak saya cek dulu" sembari membawa handphone ku, dan lelaki tersebut berjalan menuju balik meja resepsionis.

Setelah dirasa selesai, handphone ku dikembalikannya dan ia meminta kartu identitas yang ku punya. Mengantuk dan lelah sepertinya sudah sangat tergambar diwajah ku dan teman-temanku. Rasanya ingin sekali ke kamar dan merebahkan diri hingga akhirnya berlanjut ke tidur yang paling lelap. "Pak proses kamarnya selesai  ini kunci kamar nonmo 11, silahkan bersistirahat", ucanya dengan wajah yang sangat datar. Aku dan teman-temanku sepertinya sudah tidak perduli dan hanya bisa mengingat bahwa aku dan teman-temanku sudah mendapatkan kamar di nomor 11. 

Setelah beberapa langkah meninggalkan pria itu, tiba-tiba pria itu sedikit berbicara, "pak jika ada suara berisi diluar jangan pernah mengintip dari dalam pintu" . Akupun hanya menoleh dan terheran, "hah"? dalam keadaan yang sudah sangat mengantuk, hanya bisa kujawab seadanya tanpa bisa mencerna apa maksud dari perkataanya.

Setibanya dikamar, tanpa mengucapkan assalamualaikum, kami berlari seperti anak kecil memperebutkan posisi di ranjang yang sebenarnya hanya cukup untuk berdua. Ku lihat randi dan ilham temanku sudah lebih dulu mengatur posisi horisontal agar tempat tidur kami cukup untuk kami bertiga. "ahhh kalian ini,,geser sedikit" sembari mengingatkan mereka untuk meletakkan barang bawaan sebelum tidur, aku berjalan kembali ke pintu untuk memastikan pintu terkunci atau tidak. Sejenak aku memikirkan kembali apa yang dikatakan pria respsionis itu, aku hanya bingung sembari menoleh kearah luar. Kanan kiri aku melihat keadaan hotsel yang memang cukup sepi, aroma debu aku rasakan, tidak sesegar udara saat pertama kali sampai di hostel ini. 

Aku pun beranjak ke tempat tidur setelah semuanya dirasa baik. Masih dengan baju lengkapku aku sepertinya sudah menyerah dengan lelah dan rasa kantuk yang sudah melanda dari sebelumnya. Aku yang berada di posisi ujung tempat tidur dan dekat pintu itu beberapa kali terbangun, yah tempat baru sepertinya memang selalu tidak bersahabat dengan diriku. Perlunya adaptasi atau alam bahwa sadar yang selalu mengatakan bahwa aku memang tidak bisa tidur lelap disetiap tempat baru. 

Jam tangan yang masih melekat di tangan kiriku kini sudah menunjukkan pukul 03.13, dan suasana kamar ku rasakan semakin sesak, entah karena kamar ini yang berukuran kecil ataupun debu yang mungkin berterbangan disekelilingku. Rasa sesak itupun sedikit demi sedikit menghilang dan berganti aroma daun pandan yang sesekali sangat jelas tercium.

Aku hanya bisa pasrah menerima rasa dan aroma itu karena memang tubuh ini juga sangat lelah untuk sekedar memastikan apa yang sebenarnya terjadi, hingga diluar aku merasa ada langkah kaki yang semakin lama semakin jelas terdengar. Aku hanya berpikir mungkin itu suara langkah kaki tamu hostel yahg lain, sampai aku merasa suara langkah kaki itu sangatlah mengganggu. Suara langkah kaki itupun berubah, menjadi sebuah langkah seseorang yang sedang melakukan jalan ditempat, persis didepan pintu kamarku. Pertama aku coba abaikan suara itu sampai aku merasa, saat ini aku harus terbangun dan memastikan suara apa itu sebenarnya. Ku coba membangunkan randi dan ilham disampingku berharap mereka mampu berdiri dan memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi apalah daya, dengkuran halus mereka dan sedikit kicauan kacau seolah menegaskan, bahwa jangan ganggu aku.

Aku yang susah payah membangunkan diriku, merasa suara jalan ditempat itu masih ada persis diluar pintu kamarku. Dengan sedikit rasa frustasi dan kesal aku coba berjalan ke arah itu dan seketika aku teringat apa yang dikatakan oleh pria resepsionis itu. "pak jika  suara berisik diluar jangan pernah mengintip pintu " ucapku sedikit menirukan dari apa yang dikatakannya. Seketika itu pula aku merasa ada yang aneh dengan suara langkah itu, ada sedikit ketakutan namun lebih besar rasa keingintahuanku, "apakah ini ada hubungannya dengan pesan tadi?", ucapku dalam hati.

Suara langkah jalan ditempat itu semakin lama semakin memudar, dan tok tok tok suara seperti sesorang mengetuk pintu kamarku. Ku telan air liur ku pelan-pelan dan seketika rasa kantukku hilang berubah menjadi ketakutan bercampur heran, "jam 03.20? siapa yang mengetuk pintuk kamar ku?", ujarku dalam hati. Langkah jalan ditempat itu masih sedikit terdengar dan akhirnya sekali lagi kudengar tok tok tok, pintu kamar kembali diketuk. Dengan langkah yang gemetar aku coba memastikan siapa diluar, mulutku pun seolah terkunci rapat dan seolah tak bisa sekedar berkata "siapa diluar?". Sedikit demi sedikit aku lepaslkan kunci pintu dan mencoba mengintip dibalik pintu tersebut. Tanganku yang sudah sangat gemetar akhirnya tak bisa menahan kunci pintu yang akhirnya ku biarkan terjatuh dilantai.

Semakin dekat mata ini ke lubang pintu, semakin jelas terdengar langkah kaki itu, dan aroma pandan yang seakan menusuk hidung. Mata kananku sudah semakin dekat ke lubang pintu dan.....

Dengan nafas yang tersendat aku beranikan melihat keluar-- dan yang ku lihat hanyalah sebuah kaki kursi tua yang memang ada disetiap depan kamar. Aku coba memperhatikan seksama lagi dan memang tidak ada apa-apa, hingga aku sadari bahwa suara langkah dan aroma daun pandan menghilang. Satu tetes keringat terjatuh ke lantai dan ketika aku mencoba bangkit untuk berdiri, aku sadari ada aroma seseorang yang sangat dekat dibelakangku. Perlahan aku bangkit dan dikini memang sangat aku yakini bahwa ada seseorang yang sedang berdiri dibelakangku dan siap menyambutku.

Perlahan ku balikan badan ini, dan tak terasa air mata keluar dari mataku, dan saat aku menoleh---- ku hanya bisa membuka mulutku pada sosok seorang nenek yang sedang tersenyum memakai mukena sembari berkata "sudahkan cucu shalat isya malam ini?" akupun berteriak keras dan memejamkan mataku. Hingga tanpa kusadari  aku terbangun dan melihat teman-temanku sudah terbangun heran. "de..de..kamu nggak apa-apa?', ilham mencoba menanyakanku. Aku menyadari bahwa semua yang terjadi tadi hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang mengingatkanku untuk berucap salam ditempat baru atau sekedar intropeksi untuk tidak meninggalkan shalatku. 

Kami akhirnya segera mempersiapkan segala keperluan perjalanan untuk hari ini, ketika semua sudah dirapihkan, dan aku hendak mengunci pintu, ku sadari kunci pintu jatuh di lantai. Sambil terheran, aku raih kunci kamarku dan berjalan keluat. Ketika akan menutup pintu,terlihat dengan sangat jelas sebuah kain putih, "mukena"? tanyaku dalam hati. Kupastikan memang sebuah mukena yang jatuh terlantar disudut ruangan, padahal kami yakin mukena itu tidak ada sebelumnya. 

Tanpa basa basi akupun lari tanpa mengunci pintu dan menyerahkannya langsung ke resepsionis. Aku hanya bisa bersyukur menyadari bahwa aku dan teman-temanku hanya menginap semalam disini. Kami memang sebelumnya berencana untuk berpindah hotel menyesuaikan perjalanan kami di hari pertama kami di Bali. 

-the end-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun