Pagpag sebenarnya merupakan istilah yang digunakan untuk debu yang melekat pada pakaian atau karpet. Namun, masyarakat Filipina juga menggunakan kata itu untuk menyebut daging yang dibuang lalu dibersihkan dan dimasak menjadi makanan murah.Â
Bayangkan di Filipina makanan dari olahan sampah masih bisa dikonsumsi dan dijual belikan. namun tidak bisa dijamin bahwa makanan olahan tersebut memiliki nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh pengkonsumsiya.
Bagaimana dengan di Indonesia?Â
Di berbagai daerah Indonesia banyak sekali sisa makanan yang tidak dapat diolah dengan baik yang akhirnya menumpuk di TPS (Tempat Penampungan Sementara) dan menyebabkan jumlah sampah di Indonesia semakin bertambah.
Lalu bagaimana kita dapat memanfaatkan makanan sisa kita?
Tetap tenang, sudah ada solusinya yaitu dengan bantuan startup Garda Pangan.
Garda Pangan adalah startup bergerak dibidang sosial yang ingin menyelesaikan permasalahan "food waste" di wilayah Surabaya. Solusi yang dihadirkan memanfaatkan teknologi untuk dapat terhubung dengan industri terkait seperti perhotelan, restoran , warung,dll yang memiliki sisa makanan berlebih. Visi utama Garda Pangan ialah Mewujudkan Indonesia Bebas Lapar Lewat Pendistribusian Makanan Berlebih.
Awal Mula Garda Pangan
Garda Pangan bermula dari pengalaman salah seorang founder, Dedhy Trunoyudho yang berlatar belakang pengusaha katering pernikahan, yang seringkali menghadapi masalah pembuangan makanan tiap pekannya. Dari sudut pandang bisnis, membuang makanan menjadi pilihan ideal karena cepat, murah, dan praktis untuk dilakukan.
Kebiasaan tersebut dicermati oleh Indah Audivtia, istri Dedhy yang melihat pembuangan makanan ini sebagai hal yang menyesakkan dan mengganggu. Kegelisahan itulah yang akhirnya menggerakkan mereka berdua untuk melakukan sesuatu, yaitu mendonasikan makanan berlebih.