Mohon tunggu...
Muhammad Fadli
Muhammad Fadli Mohon Tunggu... lainnya -

lahir dan besar di tepi karangmumus. sungai di kota kayu, Samarinda, yang kini kian menghitam. dapat dikunjungi di: http://timpakul.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Secangkir Kopi Samarinda Bahari

22 Mei 2015   01:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minum kopi telah menjadi budaya bagi sebagian besar orang Indonesia. "Kebanyakan orang Indonesia kenalnya dengan Kopi Robusta. Arabika sendiri belum lama dikenal, karena sejak dulu kita dipaksa untuk meminum Robusta", ujar Rifki. Beragam olahan kopi pun telah disajikan di setiap kota. Keunikan biji kopi yang dihasilkan pun sangat beragam, dan proses pengolahannya juga sangat beragam. "Dulu, sebagian besar petani menjemur biji kopi langsung di tanah, sehingga menjadi bau tanah. Lalu kemudian diajarkan agar menjemurnya di atas para-para, agar aroma kopi bisa lebih baik", jelas Rifki. Proses penjemurannya pun beragam. Ada yang melepas hingga kulit airnya, ada yang langsung dengan kulitnya, dan ada yang mempertahankan kulit air biji kopi agar ditemukan rasa honey (madu) pada kopi.

Dari kopi, ada banyak hal yang bisa dipelajari. Termasuk sejarah kota. Di Samarinda, terdapat satu wilayah yang disebut sebagai Handil Kopi. Handil merupakan sebutan bagi terusan yang dibuat, sebagai jalan di air bagi perahu dari muara. Di Handil Kopi, masih tersisa beberapa pokok pohon kopi. Ko Abun pun awalnya menggunakan biji kopi dari Samarinda. Namun karena proses pengolahannya yang kurang baik, hingga biji kopinya kotor, menjadikan Ko Abun beralih dengan menggunakan Kopi dari Jawa. Handil Kopi merupakan salah satu bagian sejarah kota yang akan menghilang. Karena tanaman kopi sudah tergusur oleh perumahan, maupun pertambangan. Kopi Samarinda, bukan berarti tak pernah ada. Ia ada, lalu menghilang.

[caption id="attachment_367033" align="aligncenter" width="600" caption="Tanaman Kopi di Handil Kopi, Samarinda (Foto oleh Sarah Agustio)"]

14322316481826612579
14322316481826612579
[/caption]

Samarinda, sebuah kota yang memiliki banyak sejarah yang mulai menghilang. Ellie Hasan dengan Galeri Samarinda Baharinya mencoba untuk mendokumentasikan catatan sejarah itu. Kopi Samarinda pun mulai menghilang. Lalu kemudian kota ini semakin kesulitan untuk menemukan Branding atas kotanya. Kegelisahan warga yang selalu terurai dalam perbincangan keseharian hingga di media sosial, masih belum menjadi penggerak perubahan. Secangkir Kopi di Samarinda, merupakan cara baru untuk berbincang tentang kotanya. Dalam #SeduhKopi malam inipun, kami berbincang tentang beragam kultur kota, yang terkadang abai untuk dimaknakan.

Menikmati secangkir kopi, bukanlah merasakan pahitnya kopi. Ada sensasi sendiri yang menghadirkan semangat baru dalam membawa kota ini menjadi lebih baik dan lebih layak bagi generasi mendatang. Kopi dan warung kopi merupakan ruang mempertemukan. Dari secangkir kopi, saya menemukan lebih banyak hal yang dapat diperbuat, bagi melangkah pada hari berikutnya. Mari memikmati kopi, apalagi biji kopinya dari tempat yang berdekatan dengan kehidupanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun