"Menunggu? hingga kapan?"
Dia berseloroh, dadanya sesak
Tangisnya tercekat, suaranya gemetar
Seluruh badannya bergetar
Air mata mulai mengintip dari balik kelopaknya
Dia memalingkan muka, lalu berucap
"Pergilah, kurelakan meski ku tak rela"
Hari pun berlalu
Dia terjebak dalam ketidakpastian
Tanya tanpa jawab
Hingga akhirnya membias dan merelakan
Setidaknya untuk sementara
"kau tak perlu kembali"
Isaknya melebihi hujan
yang turun pagi itu
Diam, dingin, sepi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!