Beberapa bulan ini saya berada di ibu kota provinsi NTT, Kupang. Â Ya, sekadar jalan-jalan untuk melihat, menikmati suasana kota Kupang.
Saya suka datang ke sebuah tempat atau daerah yang belum pernah saya kunjungi, alasannya sederhana;Â
Pertama, saya penasaran dengan tempat wisatanya, baik itu pemandangan hutan, laut, pegunungan, dan lain-lain. Kedua, saya senang mengamati dan mempelajari budaya daerah lain.
Di kota Kupang ada beberapa tempat wisata yang banyak dikunjungi orang-orang, seperti Pantai Lasiana, Taman Nostalgia, Pantai Oesapa, Goa Monyet, Â Pantai Batu Kepala, dan lain-lain.
Beberapa tempat yang saya sebutkan di atas itu hanya dua tempat di kota Kupang yang sudah saya kunjungi, Pantai Oesapa dan Taman Nostalgia.
Baru-baru ini saya diajak teman untuk mendampingi dia memberikan sosialisasi tentang Kampus STIE Putra Timor kepada calon mahasiswa baru di desa Camplong, kabupaten Kupang.Â
Mumpung saya juga belum pernah ke tempat itu, saya mengiyakan ajakan dia. Ya, siapa tahu setelah selesai kegiatan sosialisasi bisa melihat, menikmati tempat-tempat indah di kabupaten Kupang.
Perjalanan dari kota ke kabupaten Kupang tepatnya di desa Camplong  memakan waktu sekitaran satu jam menggunakan kendaraan bermotor, itupun kalau tidak singgah makan di warung makan.
Nah, dalam perjalanan ke desa tersebut, saya takjub dengan pemandangan persawahan di beberapa titik memasuki daerah Camplong. Hamparan sawah di pinggir jalan benar-benar memanjakan mata.
Saya teringat dulu waktu kuliah di Makassar kalau mendengar kata NTT, teman-temam saya selalu bilang ke saya "Sumber air su dekat". Seakan NTT itu seluruh daerahnya susah mendapatkan sumber air.
Saya juga dulu sempat berpikir bahwa sawah itu takada di NTT, hanya ada di Sulawesi dan Jawa, ternyata saya salah!Â
Syahdan, selain hamparan sawah di pinggir jalan yang memanjakan mata ada dua tempat yang juga menarik pandangan saya yaitu hutan lindung camplong dan juga kolam permandian alam camplong.
Singkat Kata, setelah selesai memberikan sosialisasi, saya bilang kepada teman saya  "Sebelum balik ke kota Kupang kita singgah dulu di kolam permandian alam camplong, ya?"
**
Ketika sampai di depan gerbang masuk tempat permandian alam Camplong, untuk masuk ke dalam harus membayar. Tarif masuk menggunakan kendaraan, perorang lima belas ribu rupiah.Â
Saya terkejut dengan tarifnya masuknya, bagaimana tidak, teman saya pun terkejut, kata teman saya dulu tarif masuknya hanya seribu lima ratus.
Kenaikan tarif yang cukup signifikan untuk tempat wisata permandian alam. Uniknya petugas yang menjaga pintu masuk tersebut tak memberi kami karcis, setelah membayar kami langsung  saja masuk ke dalam. Barangkali tarifnya mereka sendiri yang tentukan.
Kendati demikian, keterkejutan saya terbayar oleh pemandangan  yang indah di sekitaran kolam.
Pohon-pohon tumbuh kokoh dan rindang, udara yang begitu sejuk, bunyi mata air yang keluar dari celah bebatuan, menciptakan harmoni.
Mata air yang keluar dari celah-celah batu membentuk kolam alami. Nah, di kolam itulah banyak pengunjung yang datang menjadikan tempat permandian.
Di atas kolam terlihat hutan yang cukup lebat, kata teman hutan di atas itu biasa anak pramuka atau pecinta alam berkemah.
Namun sayangnya di sekitaran kolam tersebut saya perhatikan banyak sampah plastik.Â
Sepertinya pengunjung yang datang tak tertib soal sampah, padahal  sudah disiapkan tempat sampah, masih juga membuang sampah sembarangan.
Sayang, kan, kalau tempat permandian alam seindah ini dikotori oleh sampah plastik.
Sebelum meninggalkan tempat permandian alam itu untuk pulang ke kota Kupang,Â
Saya berdiri menatap hutan di atas kolam permandian, saya membatin " Semoga hutan ini tetap terjaga dan lestari agar tetap menghasilkan air yang jernih dan melimpah dan supaya saya tak mendengar lagi kata sumber air su dekat ketika menyebut NTT".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H