Pakai saja tiket pesawat ini. Tidak apa-apa, saya tak jadi berangkat. Dari pada tiket ini hangus, tidak terpakai. Lebih baik kamu aja yang gunakan. Jangan khawatir, pakai aja foto copy KTP-ku. Kamu hanya menunjukkan tiket dan foto copy KTP yang kuberikan, tak usah takut, pasti lolos dari pemeriksaan petugas.
Kalimat di atas hanya sebuah ilustrasi. Akan tetapi, mirip dengan apa yang pernah  saya alami. Saya pernah ditawarkan sebuah tiket pesawat orang lain lengkap dengan foto copy KTP.
Awal mula, tiket tersenyum ditawari oleh seorang kawan. Katanya, tiket tersebut milik temannya yang takjadi berangkat. temannya itu, takjadi berangkat karena ada urusan  penting yang harus ia kerjakan.
Dari pada tiket ini hangus, mending kamu aja yang gunakan. Ya, hitung-hitung, menghemat biaya. Begitu katanya.
Namun, saya menolak pemberiannya. Mengapa? Ya, saya tidak mau megambil resiko menggunakan identitas palsu.
***
Fenomena di atas, kalau mau jujur, kerap terjadi di sekitar kita. Namun karena dianggap hal yang biasa, jadinya terbiasa.Â
Hemat saya, selain percaloan tiket, dua hal ini yang ini kerap dilakukan sebagian masyarakat terkait transportasi.Â
Pertama, karena batal berangkat dan tidak ingin rugi, ia menjual tiket keberangkatan ke orang lain.
Perbuatan demikian, masih kita jumpai di tengah masyarakat kita. Alasannya, kalau menjual ke orang lain, uang yang udah terlanjur dikeluarkan dapat kembali seutuhnya. Sebab, kalau dikembalikan ke agen resmi penjualan, pasti dipotong sekian persen.
Kedua, memberikan tiket kepada kenalan atau keluarga.
Sebagian dari kita entah tahu atau tidak resiko apabila memberikan tiket ke orang lain. Akan tetapi, ada juga yang ketika batal berangkat/bepergian malah memberikan begitu saja tiketnya  kepada kenalan atau keluarganya
Barangkali karena tak ingin tiket yang sudah terlanjur dibeli itu, hangus, sia-sia sehingga diberikan kepada orang lain. Namun anehnya lagi tanpa berpikir panjang,  yang diberikan tiket  Pun, langsung menerima begitu saja, tanpa berpikir resiko yang akan dihadapinya.
Kalau kita telisik, bukan hanya oknum luar (penguna jasa) . Akan tetapi  oknum dalam (petugas berwenang) pun terkadang melakukan kecurangan atau hal nakal lainnya mengenai penjualan tiket transportasi atau yang menyangkut administrasi.
***
Peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya baru-baru ini, tentu membawa duka dan luka untuk kita semua. Akan tetapi, yang mengherankan dari peristiwa itu adalah ditemukannya  identitas palsu yang digunakan penumpang pesawat.
Sebut saja Sarah Beatrice Alomau. Sarah adalah warga Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Dalam daftar manifes Sriwijaya SJ 182, nama Sarah Beatrice ada di urutan nomor 17. Â Ia turut menjadi korban dari jatuhnya pesawat tersebut.
Namun, ketika ditelisik ternyata nama yang tertera dalam  manifes pesawat tersebut, bukan Sarah. Diduga identitas dipakai oleh temannya.
Kok bisa? Ya, bisalah. Walaupun pada kasus Sarah berbeda. Namun, Seperti yang sudah saya singgung, pengunaan identitas palsu kerap terjadi, tapi tidak terpublikasi. Kalau pun terpublikasi, ketika telah terjadi musibah atau kecelakaan.
Setelah itu, barulah masing-masing pihak saling berspekulasi. Yang satu mengatakan tidak tahu -menahu, yang lain mengatakan petugas berwenang yang takteliti memeriksa identitas penumpang. Dan yang telah digunakan identitasnya, sibuk mengklarifikasi, soal identitasnya yang telah digunakan.
Pusing, bukan?
Pemahaman, Pengendalian diri dan ketelitian merupakan koentji agar terhidar dari masalah.
Pertama, pemahaman. Barangkali Anda bukan seorang yang belajar atau ahli dalam hukum. Akan tetapi, ada baiknya Anda pun harus mengerti sedikit tentang hukum (melek hukum), agar dalam setiap perbuatan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tidak sesuka dan seenak hati.
Dengan memahami hukum kita dapat mengerti bahwa  pemakaian nama palsu atau menjual identitas demi mendapatkan keuntungan, dapat dikenakan beberapa tindak pidana yang diatur dalam KUHP tergantung dari bagaimana nama palsu itu digunakan.Â
Misal, dalam Pasal 378 KUHPmenyatakan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Atau pada Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHPterkait dengan penggunaan akta otentik yang didasarkan atas keterangan palsu dan menimbulkan kerugian: (1) Barangsiapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2)Â Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akte tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Kedua, pengendalian diri, ini penting. Mengapa? walaupun Anda seorang yang ahli dalam hukum. Akan tetapi  pengendalian diri Anda bobrok(tak mampu mengendalikan diri). Anda akan dengan mudah diiming-imingi harta dan lainnya sebagainya sehingga jatuh pada perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Lalu apa hubungannya dengan tiket pesawat? Tentu ada. Misal, Kalau Anda tak mampu mengendalikan diri terhadap tawaran tiket gratis yang beridentitas palsu, lalu menerima begitu saja tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi, bisa jadi Anda akan berurusan dengan hukum dan juga ketika terjadi kecelakaan, identitas Anda sulit untuk diketahui.
Yang terakhir, ketelitian. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, seharusnya dapat meminimalisir terjadi kesalahan dan ketidaktelitian. Namun, masih kerap terjadi kesalahan/ketidaktelitian.
Semisal, yang terjadi pada penumpang pesawat sriwijaya, seperti pada kasusnya Sarah. Kira-kira siapa yang mau disalahkan?
Penumpangnya atau petugas yang berwenang?
Maka dari itu, perlunya pemahaman, ketelitian/kecermatan dalam hal apapun, jangan asal-asalan. Apalagi yang menyangkut keselamatan hidup manusia.
Dengan demikian, jika berkaca pada Kejadian jatuhnya pesawat sriwijaya  dan tentang temuan  identitas palsu.  Sebagai petugas berwenang, pengguna transportasi atau apapun yang terkait dengan jasa angkutan.
Seharusnya  paham, teliti dan juga dapat mengendalikan diri agar tidak melakukan kesalahan berupa tindakan melanggar hukum.
Sebab kalau itu terjadi, dampaknya bukan hanya kepada kita pribadi, tetapi orang lain pun akan terkena dampak akibat perbuat buruk yang kita lakukan.
Akhir kata, kepahaman, pengendalian diri dan ketelitian, merupakan koentji penting dalam menghindari  berbagai masalah yang berhubung transportasi, terkhusus pesawat terbang
Bacaan:
kompas.com
hukumonline.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H