Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Semua Tertawa "Membahagiakan" dan "Kebenaran" Tak Selalu Datang dari Suara Terbanyak

26 Desember 2020   19:32 Diperbarui: 27 Desember 2020   16:03 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia butuh tertawa. Kenapa butuh tertawa? Saya pikir tertawa itu sesuatu yang alami pada diri, jadi tak harus “butuh” Untuk tertawa. Ya, kalau mau tertawa, ya tertawa saja.

Arti Kata butuh dalam KBBI: bu·tuh1 v, mem·bu·tuh·kan v sangat perlu menggunakan; memerlukan: 

Dari pengertian di atas, saya memahami nya begini, Kata “butuh”  Seakan menunjukan bahwa untuk tertawa “sangat perlu” Semacam Bantuan.
Semisal bantuan dari luar diri kita seperti melihat atau mendengar hal lucu, misalnya cerita humor, menonton lawak, melihat pentas badut dan hal lucu lainnya.

Akan tetapi, menurut hemat saya, tak semua tertawa harus “butuh” bantuan dari luar seperti yang sudah saya tuliskan diatas. Mengapa?

Saya mengatakan demikian karena saya pernah melihat  ada seorang yang di anggap gila oleh orang-orang, ia senyum dan tertawa sendiri, tapi saya perhatikan tatapannya kosong. Saya membatin, apa yang membuatnya tertawa, padahal tak ada hal yang lucu didekatnya.

Lantas,  ia tertawa karena apa? Apakah “butuh” Semacam Bantuan atau tertawanya itu lahir begitu saja.

Tak semua tertawa itu membahagiakan

Bagi saya, tak semua tertawa butuh bantuan dan tak semua tertawa itu membuat “bahagia” dan “membahagiakan”.

Mengapa? Kalau mau jujur, kebanyakan dari kita terlalu mudah menertawai orang lain, baik itu perilakunya, cara berbicaranya, cara berpakaian, kekurangan fisiknya dan lain sebagainya. Ya. Barangkali  kita merasa bahagia karena itu, tapi tak setiap orang bahagia apabila ditertawai.

Mungkin dimata kita ia terlihat tersenyum karena tawa kita. Akan tetapi  pernahkah, kita memeriksa hati orang yang kita tertawai, apakah ia tersinggung atau sedih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun