Walaupun intensitas cahayanya tidak seperti mentari, tidak tepat kalau mengatakan bulan tidak memiliki cahaya. Ia adalah cahaya, yg tenang menerima cahaya mentari, memantulkan cahaya ketika berlalunya mentari.
Aku merasa memilki nya, aku punya hubungan yg erat dengannya. Suatu malam, Aku benar-benar kalut, pikiranku kacau balau, aku keluar di depan rumah, di situ ada bale-bale (tempat duduk) aku duduk disitu. Â
Suasana begitu sepi, tidak terdengar suara manusia, hanya terdengar hembusan angin menerpa dedaunan. Aku menatap langit yang begitu cerah diterangi Rembulan dan bintang yang kelap-kelip.Â
Pandangan mataku terarah menuju bulan, Aku takjub ia begitu indah, besar, bulat dan bercahaya. Di Tengah- tengah nya terlihat seperti orang yg sedang duduk bertafakur.Â
Tangan, ku ulur untuk menjangkaunya, menggenggam nya erat-erat, membayangkan, membawanya dalam dekapan ku.Â
Tiba-tiba cahaya dari Rembulan seperti menyelimuti hatiku, perasaan mistik yg menggetarkan jiwaku, seolah jiwaku di angkat ke bulan.Â
Sekita itu perasaan kalut yg kurasa hilang. Aku hanya terdiam dan takjub. Air mataku menetes. Kenapa aku menangis, tangis itu, benar-benar susah dijelaskan.Â
***
Mungkin  orang-orang mempunyai pengalaman masing- masing dengan Bulan.
Sang penjaga malam, teman sepi, pemberi cahaya para pekerja malam, penerang para perindu kekasih di sepertiga malam, Ialah Sang Rembulan. Orang-orang menamainya.Â
Orang-orang membuat puisi, syair dan sajak tentang bulan. Namun Aku hanya menyukai Sajak W.S Rendra tentang: