Karena kedewasaan mereka, Serikat Pekerja JICT (Jakarta International Container Terminal) sudah memutuskan untuk menghentikan aksi mogok mereka kemarin (7 Agustus). Mereka memutuskan berhenti karena menganggap aksi ini sudah mulai dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang memang menginginkan adaya kemelut ekonomi yang ujung-ujungnya akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjatuhkan pemerintah Jokowi.
Bagi saya, sikap anak-anak muda Serikat Pekerja JICT ini luar biasa. Mereka menomorsatukan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. JICT adalah pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia. Bila JICT tidak berfungsi, roda ekonomi akan melambat.
Tapi harap dicatat, perjuangan mereka belum selesai. Yang mereka tuntut adalah penyelamatan asset bangsa melalui penghentian perpanjangan konsesi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia itu kepada  Hutchison Port (Hong Kong). Para pekerja ini tidak rela pelabuhan yang sudah mereka bangun itu diserahkan pada perusahaan asing dengan cara yang melanggar undang-undang dan merugikan negara triliunan rupiah.
Ada banyak yang mencurigakan dari perpanjangan konsesi kepada Hutchison yang seharusnya berakhir pada 2019 ini:
- Perpanjangan konsesi JICT kepada Hutchison sampai 2039 dilakukan sepihak oleh  Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino pada 2015.
- Perpanjangan konsesi dilakukan tanpa tender, dengan harga relatif murah.
- Perpanjangan konsesi itu melanggar UU Pelayaran 2008 yang mensyaratkan pemberian konsesi harus melalui persetujuan Menteri Perhubungan.
- Tiga Menteri Perhubungan tidak memberikan persetujuan: Mangindaan (2014), Ignasius Jonan dan Budi Karya Sumadi
- Menteri BUMN di era SBY, Dahlan Iskan, juga tidak mengizinkan perpanjangan konsesi.
- RJ Lino sendiri sudah dijadikan tersangka korupsi pada awal 2016. Tapi direksi berikutnya melanjutkan perpanjangan konsesi sesuai dengan skema yang ditandatangani Lino.
- BPK - yang diminta Pansus DPR - sudah menyatakan kerugian negara yang akan diakibatkan oleh perpanjangan konsesi terhadap Hutchsion mencapai lebih dari Rp 4 Triliun.
Semua yang saya tulis di atas bukanlah persepsi, melainkan fakta.
Pertanyaannya: mengapa perpanjangan konsesi yang melanggar UU itu dilanjutkan?
Yang paling bisa menjawab pertanyaan itu adalah Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sebagai atasan Pelindo, dia dengan mudah bisa memerintahkan Pelindo memproses ulang proses perpanjangan konsesi agar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Masalahnya, Rini bungkam seribu bahasa. Dalam laporan majalah Tempo beberapa pekan lalu, Rini tidak mau bicara ketika ditanya soal pelanggaran prosedur perpanjangan konsesi JICT.
Pertanyaannya: kenapa Rini seolah-olah tak paham masalah?
Apakah Rini dan Lino memperoleh keuntungan dari perpanjangan konsesi pada perusahaan Hong Kong itu?