Ahok, menurut saya, adalah pemimpin yang berani/tega/tegas menjalankan amanat kepemimpinannya, kalaupun itu akan berdampak pada popularitasnya atau pada sebagian warga miskin yang terkena langsung keputusan-keputusannya. Â
Bagi Ahok, kepentingan masyarakat luas harus lebih diperhatikan daripada nasib sebagian warga.
Contohnya sudah banyak.
Ahok membersihkan pedagang kakilima dari trotoar-trotoar jalan utama. Yang tersingkir jelas orang miskin: baik pedagang maupun preman-premannya. Tapi itu terpaksa dilakukan demi kepentingan publik lebih luas.
Ahok membongkar lokasi  perdagangan seks di Kalijodo. Yang tersingkir jelas orang miskin: pekerja seks komersial  dan mungkin segenap centeng, pedagang kecil, atau mereka yang terhidupi dari bisnis itu. Tapi itu terpaksa dilakukan demi kepentingan publik.
Ahok menertibkan transportasi umum yang sudah tua, tidak memenuhi standard, tidak layak jalan atau beroperasi semena-mena. Yang tersingkir jelas orang miskin: para supir dan kenek. Â Tapi itu terpaksa dilakukan demi kepentingan publik
Ahok mengganti kebijakan ‘3 ini 1’ di jalan Sudirman dan Thamrin dengan kebijakan plat nomor ganjil-genap. Yang tersingkir jelas orang miskin: para joki. Tapi itu terpaksa dilakukan demi kepentingan publik
Dan ini juga yang terjadi dalam kebijakan penggusuran di berbagai daerah dalam konteks penangangan banjir. Banyak orang harus pindah, terusir. Â Tapi itu terpaksa dilakukan demi kepentingan publik
Seperti saya katakan, menata Jakarta ini luar biasa sulit karena selama berpuluh tahun kekacauan ini dibiarkan terjadi.
Tapi lingkaran setan ini harus dihentikan. Dan Ahok bersedia melakukannya.
Memang pasti ada sebagian kalangan yang terkena dampaknya, yang menjadi ‘korban’. Tapi ini mungkin terpaksa terjadi untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.