Mohon tunggu...
ade armando
ade armando Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ade Armando adalah dosen Universitas Indonesia dan Direktur Komunikasi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bu Risma, Sebaiknya Anda Tidak Memilih Bertarung di Pilkada DKI 2017

2 Agustus 2016   07:20 Diperbarui: 2 Agustus 2016   07:50 2573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) nampaknya sudah pasti tidak mendukung nama Ahok sebagai calon Gubernur DKI 2017.  Yang sangat mungkin diajukan adalah nama Tri Rismaharini, Walikota Surabaya. Risma adalah kader PDIP dan memiliki reputasi baik dalam memimpin Surabaya.

Kalau saya boleh memberi usul,  Bu Risma sebaiknya tidak datang untuk pemilihan Gubernur DKI 2017. Pertarungannya akan sangat melelahkan.  Kalau dilihat dari survey mutakhir,  persentase warga yang saat ini menyatakan akan memilih Ahok sebagai Gubernur DKI jauh di atas lawan-lawannya. Survei SMRC akhir Juni menunjukkan  Ahok dipilih oleh 53,4%, sementara Yusril hanya 10,4%,  Risma 5,7% dan Sandiaga Uno 5,1%.

Tentu saja, dalam enam bulan berikut, apa saja bisa terjadi.  Peluang Risma untuk menang tetap ada. Kalau saat ini suara dukungannya masih di bawah 6%, angka itu bisa dengan cepat berubah setelah PDIP secara tegas memerintahkan seluruh jajarannya di Jakarta untuk memenangkan Risma.

Bagaimanapun, mengalahkan Ahok dan Sandiaga Uno (calon Gerindra) pasti tidak mudah. Risma dan pendukungnya harus bertarung mati-matian. Segala macam isu SARA akan kembali menggempita. Segala macam bentuk kampanye akan dilancarkan. Pendukung PDIP sendiri akan terbelah.  

Pertanyaannya: kalau Risma bersedia terjun ke dalam segenap hirup pikuk itu, apa sebenarnya tujuan yang hendak dicapai?.

Risma dikenal bersih, peduli pada rakyat kecil, dan mampu memimpin pemerintahan dengan baik. Survei SMRC sendiri menunjukkan hampir 50% warga yang mendukung Risma menjatuhkan pilihan itu karena Risma dianggap “sudah memiliki bukti nyata hasil kerja”.

Risma selama ini dikenal sebagai sosok yang menjadi pemimpin daerah bukan karena alasan kekayaan, kekuasaan ataupun kepentingan sempit pribadi dan kelompok lainnya. Risma adalah contoh pemimpin daerah yang memimpin dengan alasan idealis: ingin membangun kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.  Risma menjadi walikota untuk kepentingan publik.

Masalahnya, dan Risma tentu sadar, kalau ia diminta ke Jakarta untuk bertarung melawan Ahok, permintaan itu diajukan bukan karena alasan kepentingan publik.

PDIP dan Gerindra tidak mendukung Ahok bukan karena Ahok pemimpin yang buruk, korup, menindas rakyat, atau tidak becus menata kota.

Kedua partai besar itu tidak mendukung Ahok karena Ahok  berani mengambil pilihan berbeda dari instruksi partai.

Perseteruan Ahok dan Gerindra terjadi gara-gara Ahok tidak mendukung gagasan pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang mati-matian diperjuangkan Gerindra. Bagi Ahok mendukung pilkada tidak langsung mengkhianati apa yang ia perjuangkan sejak ia masih menjadi anggota DPR.

PDIP marah dengan Ahok gara-gara Ahok secara sepihak memilih Heru Budi Hartono sebagai calon wakil gubernurnya, seraya mengabaikan nama-nama yang diajukan partai.  Menurut Ahok ia  percaya dengan kemampuan Heru. Lagi-lagi, ini soal kepentingan publik

Jadi, kita bisa melihat tidak ada kesalahan Ahok yang substansial dilihat dari kacamata kepentingan publik. Kalau PDIP dan Gerindra tidak mendukung Ahok, itu terjadi karena Ahok ‘membangkang’ sikap partai.

Dalam hal ini, kalau Risma sampai bersedia bertarung di Jakarta, ia sebenarnya hanyalah memperjuangkan kepentingan kelompok-kelompok yang marah dengan independensi Ahok atau yang berprinsip ‘asal bukan Ahok’. Lebih celaka lagi, Risma bisa saja terjebak sebagai kuda tunggangan kalangan yang selama Ahok berkuasa terus merasa dirugikan secara politik dan materiil.

Kalaulah Ahok memang seorang gubernur yang buruk, layak Risma merasa harus turun tangan menyelamatkan Jakarta dan meninggalkan pekerjaan rumah yang masih bertumpuk di Surabaya.

Tapi saya yakin Risma tahu persis bahwa Ahok bukanlah gubernur buruk.

Karena itu mengingat Risma adalah sosok yang menempatkan idealisme moral dan kepentingan publik di atas segala-galanya, ada baiknya Risma tidak datang untuk bertarung melawan Ahok di Jakarta. Ini terutama bukan karena siapa yang akan menang. Kalkulasi objektif menunjukkan Risma akan sangat sulit menang. Tapi bukan itu yang substansial. Risma layak datang ke Jakarta kalau kedatangannya penting untuk kepentingan publik. Masalahnya, kali ini bukan kepentingan publik yang dipertarungkan. Yang dipertarungkan adalah kepentingan sempit harga diri partai. Risma terlalu berharga untuk dijadikan tumbal permainan politik rendahan semacam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun