Mohon tunggu...
Ade Arip Ardiansyah
Ade Arip Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Jurnalis Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Lebih Dekat "Deep Learning" Pendekatan dalam Kurikulum Pendidikan yang Dicanangkan Mendikdasmen

15 November 2024   08:58 Diperbarui: 15 November 2024   09:10 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: adearipardiansyah8056


Di era digital ini, pendidikan mengalami transformasi besar-besaran. Kurikulum Merdeka, yang diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia sebagai solusi pembelajaran yang lebih fleksibel dan adaptif, kini menghadapi tantangan baru. Konsep baru yang muncul adalah kurikulum deep learning, yang berfokus pada penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa. Kurikulum ini tidak hanya melibatkan penggunaan perangkat teknologi dalam kelas, tetapi juga memanfaatkan model pembelajaran mesin yang kompleks untuk menganalisis dan menyesuaikan materi pembelajaran sesuai kebutuhan individu. Seberapa efektif pendekatan ini dibandingkan dengan Kurikulum Merdeka?


Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan kebebasan kepada sekolah dan guru dalam mengatur pembelajaran sesuai konteks dan kebutuhan siswa. Kurikulum ini menawarkan fleksibilitas lebih dalam memilih materi dan metode pengajaran, mengurangi beban administratif yang sering kali menjadi penghalang dalam pendidikan tradisional. Namun, dengan hadirnya kurikulum deep learning, muncul gagasan bahwa pembelajaran dapat lebih dipersonalisasi dan dioptimalkan menggunakan teknologi. Sistem AI dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan siswa dalam memahami materi, sehingga mampu menyediakan pengalaman belajar yang lebih disesuaikan dibandingkan pendekatan tradisional.


Deep learning adalah bagian dari pembelajaran mesin (machine learning) yang menggunakan jaringan saraf tiruan (neural networks) untuk memproses data kompleks. Di dalam konteks pendidikan, deep learning digunakan untuk menganalisis data siswa, seperti hasil ujian, tugas, dan aktivitas kelas. Analisis ini memungkinkan sistem untuk mengenali pola pembelajaran, sehingga dapat memberikan rekomendasi materi tambahan yang sesuai atau menyesuaikan kesulitan soal berdasarkan kemampuan siswa. Dengan demikian, kurikulum deep learning menawarkan pendekatan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa dibandingkan pendekatan seragam yang ada pada Kurikulum Merdeka.

Mendikdasmen Prof. Dr. Abdul Mu'ti menjelaskan bahwa deep learning bukan merupakan kurikulum baru, melainkan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Menurutnya, konsep deep learning lebih berfokus pada cara siswa belajar secara mendalam dan kontekstual, bukan sekadar menggantikan Kurikulum Merdeka. Ia menekankan bahwa kurikulum saat ini masih dalam tahap kajian dan belum ada keputusan resmi untuk menggantinya. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran bisa lebih efektif dengan tetap mempertimbangkan aspirasi serta masukan dari berbagai pihak sebelum melakukan perubahan besar pada sistem pendidikan


Salah satu keunggulan kurikulum deep learning adalah kemampuannya dalam mempersonalisasi pengalaman belajar. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, dan sistem deep learning mampu mengenali preferensi ini. Misalnya, jika seorang siswa lebih baik dalam belajar melalui visual, maka sistem dapat menyediakan lebih banyak materi berbasis gambar atau video. Sementara itu, bagi siswa yang lebih suka belajar dengan cara praktis, platform deep learning dapat memberikan simulasi atau kuis interaktif. Personalisi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pembelajaran tetapi juga membantu siswa tetap termotivasi dan terlibat aktif dalam proses belajar.


Selain personalisasi, kurikulum deep learning juga memungkinkan pembelajaran berbasis data yang lebih efektif. Dengan menggunakan algoritma AI, data yang dikumpulkan dari aktivitas belajar siswa dianalisis untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih. Misalnya, jika banyak siswa mengalami kesulitan pada suatu konsep, sistem akan menyesuaikan materi pembelajaran atau memberikan latihan tambahan untuk memperkuat pemahaman. Analisis data yang mendalam ini membantu guru dalam menilai kemajuan siswa secara lebih akurat, sehingga keputusan pengajaran dapat didasarkan pada bukti yang kuat, bukan hanya berdasarkan asumsi atau pengalaman pribadi.


Namun, adopsi kurikulum deep learning tidak tanpa tantangan. Salah satu masalah utama adalah infrastruktur teknologi yang dibutuhkan. Sistem deep learning memerlukan perangkat keras dan lunak yang canggih, serta koneksi internet yang stabil. Di negara seperti Indonesia, masih banyak daerah yang belum memiliki akses internet memadai, sehingga penerapan kurikulum ini mungkin sulit diimplementasikan secara merata. Selain itu, biaya untuk mengimplementasikan sistem ini juga cukup tinggi, baik dari segi perangkat, pelatihan guru, maupun pemeliharaan sistem. Tantangan ini harus diatasi sebelum kurikulum deep learning bisa diimplementasikan secara luas.


Di sisi lain, Kurikulum Merdeka lebih mudah diterapkan di sekolah-sekolah yang masih menghadapi keterbatasan infrastruktur. Fleksibilitas yang ditawarkan memungkinkan guru untuk menggunakan metode pengajaran yang lebih sederhana tanpa memerlukan teknologi canggih. Namun, kelemahan dari Kurikulum Merdeka adalah kurangnya personalisasi dalam proses pembelajaran. Meskipun memberikan kebebasan dalam memilih metode, tidak semua guru mampu menyediakan materi yang disesuaikan untuk setiap siswa, terutama dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar. Kurikulum deep learning bisa menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan ini melalui otomatisasi dan analisis data.


Dalam konteks pelatihan guru, penerapan kurikulum deep learning juga memerlukan peningkatan keterampilan teknologi yang signifikan. Guru perlu dilatih untuk memahami bagaimana sistem AI bekerja, cara menganalisis data siswa, serta bagaimana memanfaatkan hasil analisis tersebut untuk meningkatkan pembelajaran. Pelatihan ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, serta perubahan pola pikir dari metode tradisional ke metode berbasis teknologi. Sementara Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada kreativitas dan inovasi dalam mengajar, kurikulum deep learning mengharuskan guru untuk juga menguasai keterampilan teknis, sehingga dapat menggunakan teknologi secara optimal dalam proses pembelajaran.


Penerapan kurikulum deep learning di berbagai negara maju menunjukkan hasil yang menjanjikan. Di Amerika Serikat dan Eropa, beberapa sekolah sudah mulai mengintegrasikan sistem pembelajaran berbasis AI untuk memantau kemajuan siswa dan memberikan rekomendasi materi belajar yang disesuaikan. Hasilnya menunjukkan peningkatan skor ujian dan pemahaman konsep yang lebih baik dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengeksplorasi dan mengadopsi pendekatan serupa, dengan menyesuaikan sistem dan teknologi agar sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan siswa di Indonesia.


Pertanyaannya, apakah kurikulum deep learning bisa menggantikan sepenuhnya Kurikulum Merdeka? Jawabannya mungkin tidak sesederhana itu. Meskipun kurikulum deep learning menawarkan banyak keuntungan, ada aspek-aspek pembelajaran seperti interaksi sosial, diskusi kelompok, dan pengembangan keterampilan emosional yang mungkin tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh teknologi. Pembelajaran yang terlalu berfokus pada teknologi juga bisa mengurangi aspek manusiawi dalam pendidikan, yang sangat penting untuk perkembangan karakter dan nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, pendekatan yang menggabungkan elemen-elemen terbaik dari kedua kurikulum ini mungkin menjadi solusi yang lebih ideal.


Integrasi kurikulum deep learning dan Kurikulum Merdeka dapat menciptakan model pendidikan yang lebih holistik. Kurikulum Merdeka dapat terus digunakan sebagai kerangka dasar, memberikan kebebasan dan fleksibilitas dalam pengajaran, sementara teknologi deep learning dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan personalisasi dan efisiensi pembelajaran. Dengan pendekatan ini, sekolah dan guru dapat memilih metode yang paling sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Penggabungan ini juga akan memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih kaya, mencakup aspek akademis, emosional, dan sosial, dengan dukungan teknologi yang memadai.


Dalam penerapannya, pemerintah dan pihak terkait perlu mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk kesiapan infrastruktur, pelatihan guru, serta ketersediaan perangkat teknologi yang memadai. Selain itu, pengembangan kurikulum yang berbasis deep learning juga memerlukan kolaborasi antara akademisi, praktisi teknologi, dan pembuat kebijakan untuk memastikan sistem yang dibangun dapat diakses secara merata dan adil. Tanpa perencanaan yang matang dan dukungan yang memadai, risiko peningkatan kesenjangan pendidikan antara daerah maju dan tertinggal bisa meningkat, yang tentunya bertentangan dengan tujuan utama pendidikan inklusif.


Di masa depan, kita mungkin akan melihat perkembangan lebih lanjut dalam kurikulum berbasis teknologi. Konsep seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) juga berpotensi untuk dimasukkan dalam sistem deep learning, memberikan pengalaman belajar yang lebih imersif dan menarik bagi siswa. Selain itu, perkembangan teknologi blockchain bisa digunakan untuk mencatat hasil belajar dan sertifikasi siswa dengan cara yang lebih aman dan transparan. Dengan berbagai potensi ini, pendidikan berbasis teknologi menawarkan berbagai kemungkinan yang dapat mengubah cara kita memandang pembelajaran di abad ke-21.


Namun, adopsi teknologi dalam pendidikan juga harus mempertimbangkan dampak etis dan sosial. Penerapan deep learning yang berlebihan bisa menimbulkan kekhawatiran terkait privasi data siswa, serta potensi diskriminasi algoritmik yang mungkin terjadi jika sistem tidak dirancang dengan inklusivitas yang memadai. Penting untuk menetapkan regulasi dan kebijakan yang melindungi hak siswa serta memastikan bahwa data yang digunakan untuk analisis pembelajaran dikelola dengan aman dan sesuai dengan prinsip-prinsip etika. Dengan demikian, penerapan kurikulum deep learning dapat memberikan manfaat tanpa mengorbankan hak-hak individu.


Kesimpulannya, kurikulum deep learning menawarkan banyak potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui personalisasi dan efisiensi pembelajaran. Namun, penerapan kurikulum ini bukan tanpa tantangan. Infrastruktur, pelatihan guru, dan aspek etis menjadi faktor-faktor penting yang harus diperhatikan. Meskipun belum tentu menggantikan sepenuhnya Kurikulum Merdeka,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun