Mohon tunggu...
Ade Arip Ardiansyah
Ade Arip Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Jurnalis Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kesalahan Berfikir (Logical Fallacies)

14 November 2024   15:45 Diperbarui: 14 November 2024   15:52 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Post hoc ergo propter hoc adalah kesalahan berpikir yang mengasumsikan bahwa jika satu peristiwa terjadi setelah yang lain, maka peristiwa pertama pasti menyebabkan yang kedua. Misalnya, jika seseorang minum obat herbal dan kemudian sembuh dari sakit kepala, dia mungkin beranggapan bahwa obat herbal tersebutlah yang menyembuhkannya. Filosof David Hume menekankan bahwa korelasi tidak selalu berarti kausalitas, dan hubungan waktu antara dua peristiwa tidak cukup untuk membuktikan hubungan sebab-akibat.

Red herring adalah kesalahan berpikir di mana seseorang mengalihkan perhatian dari argumen utama dengan memperkenalkan topik yang tidak relevan. Contohnya, dalam debat tentang regulasi senjata, seseorang mungkin mengalihkan pembicaraan ke masalah ekonomi yang tidak terkait langsung. Ahli retorika seperti Aristotle menganggap red herring sebagai bentuk manipulasi yang disengaja untuk mengalihkan perhatian dari isu sebenarnya, yang menghambat diskusi yang konstruktif dan mengarahkan audiens pada kesimpulan yang salah.

Appeal to emotion adalah kesalahan berpikir yang mencoba memenangkan argumen dengan mengarahkan emosi audiens daripada menggunakan logika atau bukti. Misalnya, seseorang mungkin berkata, "Kita harus membantu mereka karena jika tidak, kita adalah orang yang jahat," tanpa menawarkan argumen rasional tentang mengapa bantuan itu diperlukan. Filosof Aristoteles memperingatkan bahwa emosi tidak boleh menjadi dasar dalam argumen logis, karena dapat mengaburkan penilaian rasional. Kesalahan ini sering digunakan dalam iklan dan propaganda untuk mempengaruhi opini publik.

Bandwagon fallacy adalah kesalahan berpikir yang menyatakan bahwa suatu gagasan benar hanya karena banyak orang percaya padanya. Misalnya, seseorang mungkin berkata, "Semua orang membeli produk ini, jadi pasti produk ini bagus." Filosof John Stuart Mill mengkritik bandwagon fallacy karena popularitas tidak sama dengan kebenaran. Mill menekankan pentingnya menguji gagasan berdasarkan bukti dan argumen yang kuat, bukan berdasarkan jumlah orang yang mendukungnya.

False equivalence terjadi ketika seseorang menganggap dua hal yang sangat berbeda sebagai sama atau sebanding. Misalnya, menyamakan kritik terhadap kebijakan pemerintah dengan serangan terhadap kebebasan berbicara. Filosof Noam Chomsky mencatat bahwa false equivalence sering digunakan dalam debat politik untuk mengaburkan perbedaan antara dua isu yang sebenarnya sangat berbeda, yang dapat membingungkan audiens dan mengurangi kualitas diskusi.

Begging the question adalah kesalahan berpikir di mana argumen diasumsikan benar tanpa memberikan bukti yang mendukungnya. Misalnya, "Kita tahu bahwa dia selalu jujur karena dia tidak pernah berbohong." Filosof Thomas Aquinas memperingatkan bahwa begging the question adalah bentuk argumen yang tidak dapat dibuktikan, karena premis dan kesimpulan saling mendukung tanpa bukti eksternal.

Gambler's fallacy terjadi ketika seseorang percaya bahwa hasil dari suatu peristiwa acak dipengaruhi oleh hasil sebelumnya. Misalnya, setelah lima kali berturut-turut melempar koin dan hasilnya selalu kepala, seseorang mungkin berpikir bahwa ekor akan muncul berikutnya. Filosof David Hume menjelaskan bahwa setiap lemparan koin adalah peristiwa independen, dan probabilitasnya tetap sama, terlepas dari hasil sebelumnya.

Tu quoque adalah kesalahan berpikir di mana seseorang menanggapi kritik dengan mengkritik balik lawan, bukan membahas argumen asli. Misalnya, "Kamu tidak bisa mengkritik saya karena kamu juga melakukan hal yang sama." Filosof Socrates menganggap tu quoque sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab dan mengalihkan perhatian dari substansi argumen yang sebenarnya.

Appeal to tradition adalah kesalahan berpikir yang berargumen bahwa sesuatu benar atau baik hanya karena sudah lama dilakukan. Misalnya, "Kita harus melanjutkan kebijakan ini karena telah dilakukan selama puluhan tahun." Filosof John Dewey mengingatkan bahwa mempertahankan tradisi tanpa evaluasi kritis dapat menghambat inovasi dan perbaikan.

Loaded question adalah pertanyaan yang mengandung asumsi tersembunyi, yang membuat orang yang menjawab terjebak. Misalnya, "Apakah kamu masih berbohong kepada orang tuamu?" Filosof Ludwig Wittgenstein

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun