Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Baju Baru Buat Lebaran bagi Penduduk Asli Jakarta

23 April 2022   12:57 Diperbarui: 23 April 2022   12:59 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo milik Johjuda yang bisa dilihat di aplikasi steller

Aku orang Jakarta.

Memang sih, asal muasal orang tuaku dari Sumatra Selatan sana. Jika ditanya oleh orang lain yang heran melihat kulit putih dan mata sipitku, biar gampang aku langsung bilang bahwa aku orang Palembang dan banyak orang yang langsung mengerti darimana asal kulit putih dan mata sipitku berasal. 

Tapi, aku sendiri kurang menguasai bahasa Palembang jika reaksi orang yang mendengar jawabanku ini adalah mengajakku berbicara bahasa Palembang. Karena, sejak kecil bahasa daerah yang aku gunakan di rumah adalah bahasa dusun Sekayu. Sekayu ini kota kabupaten Musi Banyuasin. Jika kalian naik mobil dari Palembang, lamanya 3 jam perjalanan darat dari kota Palembang.

Perbedaan antara bahasa Palembang dan bahasa Sekayu banyak sekali. Jika bahasa Palembang banyak berakhiran vokal "o" maka bahasa Sekayu banyak berakhiran vokal "e" tarling (seperti huruf E yang terbaca di kata Pepes Ikan). 

Kabupaten Musi Banyuasin sendiri terdiri dari banyak dusun-dusun kecil. Dusun tuh sama seperti kampung atau desa. Nah, ayahku dari dusun Bumi Ayu, sedangkan ibu berasal dari dusun Kayu Ara.  Tapi keduanya bertemu di Bandung, sehingga menguasai bahasa Sunda dengan baik. 

Lalu setelah menikah menetap di Jakarta hingga akhir hayat mereka. Kami anak-anaknya, hanya mengerti bahasa daerah Sekayu sedikit, mengerti bahasa Sunda lebih sedikit lagi. Dan keseharian biasa menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta. Jarang sekali mudik lebaran, sehingga kami menyebut kami orang Jakarta.

Aku orang Jakarta.

Setiap kali lebaran, sebagaimana penduduk Jakarta asli lainnya yang bukan pendatang.  Aku tetap berdiam di kota Jakarta. Amat sangat jarang mudik ke daerah. Kebetulan, suamiku juga orang Jakarta. Jadi, setiap kali lebaran tiba, aku sekeluarga amat menikmati suasana kota Jakarta yang sepi dan lengang.

Kami bisa berjalan-jalan memutari kota Jakarta tanpa khawatir terjebak macet atau antrian panjang atau bertemu kerumunan. Kita bisa naik MRT atau trans Jakarta atau Commuter Line yang sepi dan otomatis terlihat lebih bersih.  Jakarta benar-benar sepi dan lengang. Dulu, beberapa orang bahkan pernah mengabadikan suasana sepi ini untuk membuat photo project di tengah jalan Sudirman.

Mereka membawa ban renang super jumbo yang berwarna emas, atau meja kecil dan kursi kecil, lalu mulai berfoto di tengah jalanan kota Jakarta yang sepi.

jalan sudirman yang terlihat sepi dari hotel Grand Hyat (foto milik pribadi)
jalan sudirman yang terlihat sepi dari hotel Grand Hyat (foto milik pribadi)
Kalau sudah begini, apa orang-orang Jakarta yang berlebaran masih membutuhkan baju lebaran 2022 yang baru? Jawabnya iya. Karena acara silaturahmi masih tetap berjalan. Dan acara silaturahmi penduduk Jakarta sering terbaca sebagai ajang memperlihatkan kemapanan mereka pada sanak keluarga  dan handai taulan yang ditemui di acara open house Lebaran nanti. 

Sudah dua tahun loh, sekali lagi 2 tahun, penduduk Jakarta dengan tertib mematuhi aturan Pembatasan Kegiatan Sosial di Masyarakat sehingga mereka sama sekali tidak melakukan kegiatan open house lebaran alias halal bihalal lebaran alias menerima tamu saat lebaran. Jadi, ketika sekarang sudah normal kembali, masa iya nggak beli baju baru?

Baju lebaran itu reward tersendiri buat siapa saja. Dan terutama, reward karena kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan selama pandemi bagi penduduk  asli Jakarta yang tertib dan disiplin. 

Justru, menurut pengamatanku nih, penduduk asli Jakarta, tidak hanya tampil dengan baju baru saja. Tapi juga perlengkapan shalat yang baru, perlengkapan set  makanan yang baru, Taplak meja baru, juga cat rumah yang diperbaharui. Toples-toples kue juga terkadang baru.  Bunga-bunga segar dipajang hingga aroma rumah menjadi wangi dan terasa segar.

Pesanan katering lebaran juga ramai. Di grup-grup whatsapp, berseliweran penawaran pemesanan makanan untuk disantap di hari raya. Penduduk asli Jakarta memang kebanyakan adalah generasi baru yang jarang memasak hidangan lebaran dalam jumlah banyak sendirian. 

Mereka lebih condong untuk membeli paket hidangan lebaran yang ditawarkan. Tentu saja dipesan dari tempat yang makanannya sesuai dengan cita rasa lidah masing-masing keluarga.

Penduduk Jakarta asli memang se-borju itu. Itu sebabnya mereka seperti tidak terpengaruh dengan gejolak kenaikan harga sembako, minyak goreng, apalagi baju dan aksesoris. Harga IPAD terbaru yang puluhan juta rupiah saja mereka bersedia ikut antri panjang. 

Bahkan kebijakan Pemda DKI Jakarta untuk mengatasi kemaetan jalan raya sehingga memberlakukan kebijakan plat nomor ganjil genap, disikapi oleh penduduk Jakarta dengan cara punya dua buah kendaraan, yang satu pakai plat nomor ganjil, yang lain pakai plat nomor genap.

Dan di hari-hari lebaran dimana Jakarta sepi, kita juga akan melihat pemandangan yang amat langka. Yaitu ketika mobil-mobil sport yang super mewah berseliweran di Jalan raya. Kecepatannya juga kecepatan normal, tidak kecepatan yang tersendat karena terjebak macet.

Hunian hotel sering full booked di Jakarta. Alasan mereka yang menginap di hotel, sederhana, karena pembantu rumah tangga sedang pulang kampung. Jadi, daripada repot lebih baik sementara menginap dulu di hotel yang sudah menyediakan free breakfast, room service, dan membuka layanan buffet makan siang dan makan malam. 

Eh....

Apa jangan-jangan Bu Megawati yang lagi-lagi merasa heran dengan orang-orang yang berbondong-bondong beli baju baru itu salah lihat ya? Bu Megawati keheranan karena melihat ibu-ibu yang antri minyak goreng, sama sekali tidak terlihat depresi karena bu Megawati melihat ibu-ibu juga berbondong-bondong membeli baju baru lebaran 2022. 

Jangan-iangan yang dilihat bu Megawati itu penduduk asli ? Jika memang demikian, ya memang beda ibu-ibunya. Mungkin pakaian mereka tampak sama. Tapi kan.... itu memang default baju ibu-ibu ya. 

(BTW, aku sekeluarga belum beli baju baru nih... wkwkwkkw, ada yang mau ngirim hampers baju barukah? ups)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun