Hasil duit yang dibalikin gara-gara pesanan minyak goreng kemarin ditolak-tolakin dengan alasan minyaknya habis. Hehehe.Â
Tapi, pas aku intip data yang terjadi di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, terlihat sih bahwa ada kenaikan harga yang cukup signifikan sejak HET Minyak goreng dicabut oleh pemerintah, dalam hal lewat Menperindag.
Aku dan seorang teman sempat ngobrol karena merasa masygul juga memikirkan bagaimana nasib rumah tangga ekonomi kecil yang entahlah apakah mereka mampu membeli minyak dengan harga yang sedemikian tinggi. Lima puluh ribu, cuy, itu kan bukan harga yang murah ya?
Ternyata, hasil melihat media sosial, aku mendapati bahwa ternyata ibu-ibu yang sadar diri tidak punya kemampuan untuk membeli minyak goreng kemasan, beralih jadi memburu minyak goreng curah.
Apa itu minyak goreng curah?
Mengutip dari Permendag Nomor 6 Tahun 2022, minyak goreng curah adalah minyak goreng sawit yang dijual kepada konsumen dalam kondisi tidak dikemas dan tidak memiliki label atau merek. Sementara itu, minyak goreng kemasan sederhana adalah minyak goreng sawit yang dikemas dengan kemasan lebih ekonomis.
Nah, sekarang, antrian untuk mendapatkan minyak curah yang gantian yang lumayan panjang. Eh, nggak sepanjang mengular seperti antrian minyak goreng kemasan kemarin sih. Tapi mayan lah.
Tapi, tidak semua orang suka menggunakan minyak goreng curah. Kenapa? Kalau kata pedagang gorengan sih mereka tidak suka pakai minyak curah karena gorengan mereka jadi berubah rasanya.Â
Dan juga minyak cepat menghitam, dan itu mempengaruhi penampilan dan rasa makanan yang digoreng di dalamnya. Jadi akhirnya malah nggak laku makanannya.Â
Kualitas minyak goreng curah memang tidak sebaik minyak goreng kemasan sih. Kata orang-orang sih karena minyak goreng curah itu tidak melalui proses penyaringan yang beberapa kali.Â
Entahlah.