Sejak pandemi Covid 19 terjadi di awal tahun 2020 silam, dan Indonesia menyatakan diri mengalami situasi pandemi di awal bulan april 2020, kita semua tentu mengalami problema yang berbeda-beda terkait dengan situasi pandemi tersebut.
Ada yang menanggapi situasi pandemi ini dengan lantang bersuara bahwa ini semua adalah rekayasa pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari situasi pandemi, ada juga yang hati-hati menanggapinya. Dan sepertinya keluarga besarku termasuk yang hati-hati menanggapinya. Hal ini karena keluarga besarku memiliki comorbid genetik asma, genetik diabetes, dan genetik hipertensi. Klop banget kan. Karena ketiga comorbid inilah yang diduga jika terinfeksi covid 19 memiliki efek sakit yang lebih parah ketimbang mereka yang tidak memiliki comorbid.
Pingin bandel lalu tetap ngotot bekerja di luar rumah? Ada sih tetap. Cuma ya itu. Tidak lama kemudian terdengar berita mereka terinfeksi atau mereka meninggal dunia.Â
Itu sebabnya, ketika ada kelompok masyarakat yang menggaungkan bahwa Covid itu adalah rekayasa, halusinasi, dan sebagainya. Aku benar-benar tidak suka dengan ini. Karena, aku dan keluarga besarku benar-benar mengalami dampak dari pandemi Covid 19 ini.
Ada saudaraku yang suami istri susul menyusul meninggal dunia di kurun waktu 2 tahun pandemi ini. Ada juga saudaraku yang istrinya sering tertawa bareng dan saling komentar di akun media sosial denganku, tiba-tiba hari ini terdengar kabar terinfeksi covid 19, dan baru saja aku mengirimkan ucapan memberi semangat dan doa kesembuhan padanya eh... tiga hari kemudian mendengar kabar bahwa dia sudah meninggal dunia.
Ada juga yang bekerja offline di kantor, lalu tiba-tiba teman seruangannya ada yang ketahuan ketika di swab rutin sepekan sekali ternyata positif Covid 19. Wah. Gemparlah orang seruangan. Termasuk saudaraku. Dia buru-buru test swab dan ternyata benar, dia positif. Lalu dipulangkan ke rumah. Keluarganya swab semua, dan ternyata anak-anak, suami, dan orang tuanya juga positif. Artinya, serumah telah tertular. Masalahnya, ayahnya punya penyakit jantung, sudah pasang ring. Ibunya punya asma dan diabetes. Tidak sampai seminggu (alias 7 hari), ibunya meninggal dunia dan ayahnya masuk ICU. Lalu, tidak ada yang mengantar dan mengurus juga karena mereka sekeluarga terkena covid.
Jadi, Covid 19 itu ketika bertemu dengan penyakit comorbid yang parah tidak bisa dianggap main-main.
Penyakit asma itu, meski namanya terdengar manis dan mirip nama penulis muslimah terkenal, tapi bagi penderitanya tidak bisa dianggap main-main. Adikku, ketika baru menikah dengan suaminya, suaminya sampai terkejut ketika mendapati adikku asmanya kambuh. Sedikit panik. Dan ketika akhirnya adikku sembuh dari asmanya, barulah suaminya mengeluarkan testimoni.
"Gue baru lihat ternyata asma itu kalau kambuh elo kayak mau mati ya. Megap-megap banget, nafasnya satu satu. Gue pikir elo udah sakaratul maut loh kemarin."
Lalu saudaraku, bahkan ada yang sampai harus diamputasi jempol kakinya, bahkan ada juga yang sampai diamputasi tungkai kakinya hingga ke pertengahan paha, akibat diabetes. Ibuku sendiri, dahulu meninggal karena serangan jantung. Dan beberapa saudaraku meninggal karena penyakit komplikasi akibat diabetes. Belum lagi yang mengalami gagal ginjal yang merupakan kelanjutan dari diabetes yang dialaminya.