Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah Plastik Sisa Belanja Online

3 Maret 2022   18:41 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:02 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penggunaan kemasan berbahan kertas atau karton yang ramah lingkungan (foto koleksi pribadi)

Sejak pandemi bermula di tahun 2020, sepertinya hal yang tidak berubah dari gaya hidupku adalah kegiatan belanja online. Apakah itu di masa tidak pandemi atau pandemi, tetap saja aku sangat suka belanja online.

Aku sampai hafal, bahwa jumlah barang yang bisa kita masukkan di marketplace itu, terbanyak ada di Shoppe. Kita bisa memasukkan hingga 999 barang. Hehe. Entah itu dari satu merchant atau dari hasil gabungan beberapa merchant. Sedangkan di Tokopedia, pembatasan jumlah barang yang bisa dimasukkan ke dalam keranjangnya hanya sebanyak 100 barang atau maksimal dari 10 merchant berbeda saja. Jadi, jika barangnya berasal lebih dari 10 toko maka begitu kita akan  memasukkan barang baru, otomatis sistem akan menolaknya. Kita diwajibkan menghapus atau melanjutkan pembelian barang yang sudah ada di dalam keranjangnya. Hal yang sama berlaku di Bukalapak, Lazada dan Blibli. Itu sebabnya aku lebih suka melihat-lihat barang di shoppe, karena mereka membebaskan kita memasukkan seberapapun banyaknya barang yang kita taksir di keranjangnya.

Yang jadi masalah dari kegiatan berbelanja online ini adalah, sampah plastik yang dihasilkan ketika paket datang ke rumah.

Subhanallah, banyak sekali.

Pernah sampah plastik dari paket yang tiba ke rumahku itu, asli memenuhi bak tempat sampah rumahku. Mulai dari plastik bubblewrap yang berlapis-lapis, hingga plastik mika yang dibungkus lagi dengan bungkus plastik lalu dilakban keliling. Belum lagi kardus-kardusnya.

Eh... tapi kalau sampah kardus biasanya masih bisa aku gunakan kembali sih. Tukang angkut sampah di rumahku juga gembiraa jika aku memberikan tumpukan sampah kardus bekas yang sudah aku gepeng-gepengin agar mudah diangkut.

Jaman dahulu, ketika aku belum menikah (lebih tepatnya di era sebelum tahun 2000, sampah-sampah kardus dan kertas pembumkus bisa kita tukarkan dengan sejumlah uang kontan di tukang loak keliling. Jika jumlah taksiran harga terlalu sedikit, bisa juga ditukar dengan abu gosok.

Tapi sekarang tukang abu gosok alias tukang loak keliling sudah amat jarang yang lewat di depan rumahku. Jikapun lewat mereka tidak lagi menghargai kardus-kardus bekas ini. Tapi tidak menawarkan penukaran dengan abu gosok juga sih. Jadi, sampah kardus bekas benar-benar tidak ada harganya sama sekali. Itu sebabnya lebih baik berikan saja pada tukang angkut sampah.

Masalahnya adalah sampah-sampah plastik nih. 

PR banget gimana cara membuangnya yang ramah lingkungan. Karena, meski sudah ditaruh di kantong sampah terpisah, ketika tukang angkut sampah datang, sepertinya dia langsung saja memasukkannya sampah kita ke dalam bak sampah tanpa ada pemisahan. Akibatnya apa? Tentu saja di tempat pembuangan sampah sementara maupun tempat pembuangan sampah akhir volume sampah plasttik semakin bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun