Setiap orang punya alasan untuk melakukan sesuatu. Â Dan berbagai ujian dalam kehidupan akan menempanya hingga dia bisa menguasai apa yang dilakukannya tersebut. Ceritaku ini tentang para pejuang ekonomi yang harus menjalankan dua tugas dalam satu waktu, yaitu bertahan sekaligus bertumbuh. Ceritaku ini tentang perjuangan para pelaku UMK di Indonesia.
1. Cerita di balik dapur Warung Apa ?!
Pemilik usaha mikro Warung Apa?!, adalah pasangan suami istri Astia dan Zaki.Â
Warung Apa?! sendiri merupakan usaha mikro yang bergerak di bidang kuliner. Mereka menjual frozen food spesialisasi Risol Mayo, Risol Kari, Pempek Palembang, Dimsum Ayam, Tekwan, Ayam Bakar rempah (resep Mertua), dan Ayam Goreng Kelapa. serta yang terbaru, Nasi Bakar dengan isi teri balado atau ayam suwir.
Mengapa memilih nama usaha "Warung Apa?!", hal ini dengan pertimbangan agar nama tersebut mudah diingat orang. Tapi bisa juga kependekan dari Warung Anak-Perempuan-Ayah. Karena pasangan Astia dan Zaki memang memiliki dua anak perempuan dan berharap usaha warung tersebut selain bisa membiayai keluarga kecil mereka kelak  bisa diwariskan pada kedua anak perempuan mereka.Â
Awalnya, pasangan Astia dan Zaki yang merupakan pekerja kantoran sepakat untuk menjual rumah mereka karena ingin terbebas dari hutang cicilan bank. Tapi, tidak lama tiba-tiba pak Zaki kena PHK dan selanjutnya sulit mencari pekerjaan baru. Akhirnya, pasangan ini memutuskan untuk menjadi pedagang. Awalnya mereka menjual pakaian anak-anak dengan sistem reseller. Tapi, omzet penjualan terus menurun.Â
Penyebabnya ditengarai karena produsen tangan pertama pakaian anak tempat mereka berjualan, juga menjual barang yang sama di tempat yang sama, dengan memberi tambahan diskon alias harganya bisa lebih murah. Tentu saja hal ini merugikan agen reseller. Persaingan tidak sehat ini perlahan mematikan usaha agen reseller. Akhirnya pasangan Astia dan Zaki pun beralih ingin menjual produk kuliner saja.Â
Diawali dengan Pak Zaki yang ikut kursus kuliner terlebih dahulu, lalu setelah melakukan test food pada beberapa orang dan responnya positif, pasangan Astia dan Zaki pun mulai menjalankan bisnis kuliner. Bentuk bisnisnya adalah berjualan dari bazar ke bazar, hingga akhirnya bisa menyewa tempat di salah satu sudut selasar gedung apartemen.Â
Tapi tiba-tiba pandemi covid 19 melanda Indonesia, bahkan seluruh dunia.Â
Akhirnya, sebagai pedagang yang memiliki jiwa entrepreneur (wirausahawan), pasangan Astia dan Zaki mulai memanfaatkan media sosial sebagai sarana mereka untuk berjualan. Lewat media sosial mereka mulai menawarkan produk kuliner mereka. Dan disinilah mereka mulai menjalin kerjasama dengan beberapa ekspedisi yang salah satunya adalah JNE.
"Enaknya jaman now itu, dimungkinkan untuk bisa menjangkau pembeli lewat medsos. Sekarang medsos tuh banyak  platformnya, instagram, facebook, whatsapp, bahkan google  bisa dipakai buat jualan. Begitu juga dengan urusan keuangan; bisa memanfaatkan fintek yang beragam. Jadi meski belum masuk ke market place tapi  kami bisa tetap berjualan secara online. Di "kampung pinggiran" seperti tempat kami tinggal, daya beli masyarakat amat rendah sehingga susah menjalankan usaha kuliner. Konsumen kami adalah mereka yang tinggal di kota. Butuh banget jasa pengiriman barang untuk bisa mengirimkan pesanan pada konsumen kami tersebut."
Saat ini, Warung Apa?! sudah melakukan kerjasama dengan sebuah pemilik kedai untuk berjualan. Kabar gembiranya, kedai ini letaknya di dalam kota Jakarta. Dengan begitu pilihan untuk memilih jasa ekspedisi pun bisa lebih murah. Kedai Warung Apa?! pun mulai berani untuk memasukkan penawaran variasi makanan yang ditawarkan lewat market place Shoppe. Dengan harapan, bisa menjangkau konsumen yang ada di daerah lain selain Jabodetabek.
2. Cerita di Balik Kesuksesan YM Project.
Cerita berikutnya lagi adalah cerita di balik kesuksesan YM Project. Inilah brand fashion untuk muslim dan muslimah yang penjualananya saat ini sudah mampu merambah hingga ke Hongkong, Â Singapura, dan Malaysia, serta ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
YM Project, berawal sebuah ide seorang mahasiswi bernama Yoana Mayanda. Dia memiliki passion di bidang fashion, khususnya fashion untuk muslimah. Dengan modal uang Rp300.000 Yoan memulai produksi pakaian muslimah. Tidak disangka, beberapa bulan setelah menawarkan pakaian yang dibuatnya sendiri ke banyak orang, ternyata model pakaian yang ditawarkannya ini menarik hati seorang Peggy Melati Sukma, yang kala itu belum lama mengenakan pakaian muslimah. Peggy Melati Sukma menawarkan kerjasama bagi Yoana untuk membuatkan serangkaian busana muslimah secara eksklusif hanya untuk Peggy Melati Sukma saja.
Tahun 2013, ketika Yoan menikah dengan Azhar Nayandi, Yoan mengatakan pada Azhar suaminya bahwa dia ingin juga memiliki pakaian muslimah sendiri. Pasangan Yoan dan Azhar pun mendirikan brand pakaian muslim dan  muslimah dengan nama YM Project. Pakaian muslimah yang ditawarkan ini dibuat dalam berbagai tingkatan segmen dalam masyarakat. Tentu saja masing-masing dengan pilihan model, bahan kain, dan aksesoris yang berbeda kualitasnya.Â
Ternyata sambutan dari masyarakat positif terhadap ide peluncuran fashion muslimah dengan label YM Project ini. Tahun 2017, YM Project memutuskan untuk tidak lagi bergantung pada kontrak eksklusif segelintir orang saja, tapi mulai fokus untuk mengembangkan bisnis secara lebih luas lagi ke berbagai kalangan.
Berikut adalah cuplikan obrolan dengan pemilik label YM Project dalam rangkaian Q & A.
Q : Seberapa besar dampak pandemi terhadap bisnis UMKM yang dijalankan ini dan bagaimana caranya agar bisnis bisa tetap bertahan sekaligus terus bertumbuh?
A : Awal pandemi alhamdulillah nggak  berpengaruh sama sekali. 6 bulan setelah pandemi berlangsung barulah omzet mulai menurun dan saat itu mengatasinya dengan kerjasama dengan beberapa artis untuk bantu mengiklankan produk, sambil terus melakukan inovasi  dan strategi baik dari produk dan cara penjualan. Hal ini karena perkembangan sosial media telah membuat persaingan jadi semakin berat karena banyak "brand" baru dengan produk sejenis yang bermunculan.
Q : Hal yang paling berpengaruh dalam usaha pastinya distribusi barang dong ya. Â Nah, kerjasama dengan ekspedisinya gimana caranya? Mengingat sekarang ada banyak sekali perusahaan ekspedisi.
A : Dari awal kami memulai menjalankan UMKM YM Project, kami memakai JNE. Kenapa? Alasannya karena kebetulan JNE ada di dekat rumah. Kebetulan jaman dulu itu memang agen ekspedisi tidak sebanyak seperti sekarang. Awalnya kami sendiri yang datang langsung ke konter JNE dekat rumah itu. Tapi karena pengiriman semakin hari semakin banyak, akhirnya pihak JNE yang menghubungi kami dan menawarkan kerjasama.Â
Q : Apa yang disukai dari JNE?
A : Tahu nggak kak, awalnya pernah ada 3 ekspedisi yang mengajak kerjasama, termasuk JNE salah satunya. Tapi kami pilih  JNE karena kontrak kerjasamanya menguntungkan dua pihak. Ekspedisi lain, menerapkan batas  kuota minimum yang harus dipenuhi. Padahal kami tidak bisa memprediksi besaran penjualannya setiap bulan. Ada masa dimana penjualan sepi, jadi otomatis tidak bisa memenuhi kuota yang diminta. Nah, JNE tidak menuntut kuota minimum.Â
Hal lain, pihak JNE menawarkan cashback kepada kita karena melihat penjualan kita yang istiqamah.
QÂ : Menurutmu, apa sih keunggulan dari JNE dibanding kompetitor serupa lainnya?
A : JNE itu ownernya muslim, dan karena kami menjual produk untuk muslim dan muslimah, jadi klop. Â Owner JNE memberikan contoh kepada kami bahwa sebagai pengusaha harus berani untuk berbagi. Karena menurut beliau, omzet besar itu tergantung pada seberapa dekat kita dengan kaum dhuafa. Karena itulah perintah Allah tabarakta wata'ala. Jadi insya Allah JNE itu sholeh dan amanah.
Itulah 2 buah ceritaku tentang UMKM, yang di masa pandemi ini harus bertahan sekaligus bertumbuh. Ayo dukung UMKM Indonesia, karena membantu UMKM berarti membantu perekonomian Indonesia.
 Sekilas Tentang UMKM di Indonesia
Q : Â Kenapa UMKM penting bagi Indonesia?
A : Karena...
Q : Bagaimana cara kita ikut membantu UMKM Indonesia?
A : Pemerintah sudah mengulurkan bantuan untuk UMKM di Indonesia lewat berbagai kebijakan. Tapi itu belum cukup. Masyarakat harus ikut membantu UMKM agar UMKM bisa terus bertahan dan terus bertumbuh.Â
Â
------------ Tamat-----------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H