Gangguan mental adalah kondisi kesehatan seseorang yang mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku seseorang. Salah satu isu penting terkait gangguan mental adalah stigma sosial yang melekat, yang sering kali menghalangi individu untuk mencari bantuan yang mereka butuhkan. Masyarakat cenderung menganggap gangguan mental sebagai sesuatu yang melirik atau melihat sekilas,dan yang padahal kondisi ini sama-sama serius dengan penyakit fisik.
Penting untuk disoroti bahwa gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, dan lainnya, merupakan hasil dari kombinasi faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Dukungan keluarga, akses terhadap layanan kesehatan mental, serta pendidikan masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dapat membantu mengurangi stigma dan meningkatkan kesejahteraan individu.
Kita harus bergerak menuju masyarakat yang lebih inklusif dan memahami, di mana orang merasa aman untuk berbicara tentang masalah mental mereka . Dan untuk mencegah hal itu  perlu adanya upaya serius dalam menjaga kesehatan mental mahasiswa kampus yang menyediakan layanan konseling dan psikologi yang mudah diakses oleh mahasiswa. Layanan ini Harus proaktif dalam mendeteksi mahasiswa yang mengalami kesulitan mental dan memberikan bantuan yang tepat.Â
Selain itu beban akademik harus dikelola dengan baik oleh mahasiswa dan pihak kampus, Dosen dan Pembimbing Skripsi memberikan bimbingan yang lebih personal dan empati kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan serta tidak menambah tekanan dengan ekspektasi yang tidak realistis. Perlunya menyadari bahwa menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik mahasiswa perlu didorong untuk membuka diri dan mencari bantuan ketika merasa tertekan atau kewalahan.
Contoh Kasus: Seorang mahasiswa bernama Rina, berusia 23 tahun, mengalami stres berat selama proses penyusunan skripsi. Ia merasa tertekan karena dosen pembimbingnya sering kali memberikan revisi yang kompleks dan kurang memberikan panduan yang jelas. Selain itu, Rina juga harus membagi waktu antara bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan finansial dan menyelesaikan skripsi tepat waktu.
Selama beberapa bulan, Rina mulai menunjukkan tanda-tanda kecemasan berlebihan. Ia sering kali merasa cemas tanpa alasan yang jelas, sulit tidur di malam hari, dan merasa gelisah saat memikirkan skripsi.Â
Akhirnya, Rina mulai menghindari pekerjaan skripsinya karena merasa kewalahan. Tekanan dari orang tua yang ingin agar ia segera lulus semakin memperburuk kondisinya. Rina kemudian mengalami serangan panik saat sedang mengerjakan skripsi di perpustakaan kampus. Ia merasakan detak jantung yang cepat, kesulitan bernapas, dan merasa akan pingsan. Setelah kejadian tersebut, Rina memutuskan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog di kampus.
Pelajaran: Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental saat menghadapi tantangan akademis seperti skripsi. Dukungan sosial, manajemen waktu yang baik, dan bantuan profesional dapat sangat membantu mahasiswa yang mengalami tekanan mental akibat tugas akhir.
Anggota Kelompok;
1. Ade Adillia ( 06151282227011)
2. Amira Batrisya (06151282227029)
3. Dea Vanesa Amelia (06151282227065)
4. M. Ilham Kurniawan (06151282227051)
5. Nadia Afifah (06151282227019)
6. Riska Wulandari (06151282227023)
7. Winda Pitria Ayumiah (06151282227067)
8. Yeka Ramadhani (06151282227025)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H