Sektor Konstruksi Belum Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0? Dengan produktivitas di sektor konstruksi yang tertinggal dari sektor lain, ada harapan bahwa inovasi dari revolusi industri keempat (juga dikenal sebagai industri 4.0) akan memacu inovasi dan membawa peluang ke depan untuk meningkatkan efisiensi. Tetapi apakah Sektor konstruksi siap untuk perubahan yang pasti akan terjadi?
Revolusi industri 4.0 memiliki empat prinsip yang memungkinkan setiap perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan berbagai skenario industri 4.0, diantaranya adalah:
- Interoperabilitas (kesesuaian); kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia untuk terhubung dan saling berkomunikasi satu sama lain melalui media internet untuk segalanya (IoT) atau internet untuk khalayak (IoT).
- Transparansi Informasi; kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor.
- Bantuan Teknis; pertama kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia mengumpulkan data dan membuat visualisasi agar dapat membuat keputusan yang bijak. Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia melakukan berbagai tugas yang berat, tidak menyenangkan, atau tidak aman bagi manusia.
- Keputusan Mandiri; kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan dan melakukan tugas semandiri mungkin.
Revolusi industri 4.0 akan membawa banyak perubahan dengan segala konsekuensinya, industri akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula risiko yang mungkin muncul, misalnya berkurangnya Sumber Daya Manusia karena digantikan oleh mesin atau robot.
Dunia saat ini memang tengah mencermati revolusi industri 4.0 ini secara saksama. Berjuta peluang ada di situ, tapi di sisi lain terdapat berjuta tantangan yang harus dihadapi.
Sektor Konstruksi Sulit Mengimbangi Revolusi Industri 4.0
Penelitian terbaru oleh Mace telah mengungkapkan bahwa sektor konstruksi telah gagal mengimbangi peningkatan produktivitas yang terlihat di sektor manufaktur selama 20 tahun terakhir. Akibatnya, ekonomi telah kehilangan sekitar 100 miliar. Kekurangan produktivitas ini mempersulit bisnis di sektor ini untuk mendorong profitabilitas.
Di antara tantangan utama, adalah periode panjang kurangnya investasi dalam inovasi, digitalisasi dan modal yang telah mencegah bisnis konstruksi mendekat kearah inovasi.
Untuk mengatasi ini, perusahaan konstruksi harus fokus kembali pada inovasi dan berinvestasi untuk menemukan cara menerapkan teknologi canggih seperti pencetakan 3D, kecerdasan buatan dan augmented reality. Bahkan, kegiatan inovasi sudah berlangsung secara global di berbagai bidang seperti ilmu material, nanoteknologi dan robotika dengan potensi mengubah metode konstruksi untuk proyek perumahan dan infrastruktur.
Misalnya inovasi baru ini adalah robot Pemasangan Batu Bata yang dikembangkan oleh perusahaan Robot Konstruksi AS. Dilindungi oleh paten di AS, teknologi ini mampu menyusun 300 batu bata per jam, dan baru-baru ini tersedia di Inggris, sebagai bagian dari perjanjian distributor. Robot Ini dirancang untuk bekerja bersama tukang batu manusia; membantu dengan elemen tugas yang berulang dan berat untuk meningkatkan efisiensi proses.
Teknologi ini dapat membawa keuntungan produktivitas yang signifikan bagi banyak bisnis. Namun, jika pemimpin sektor konstruksi tidak bersedia melakukan investasi strategis yang diperlukan untuk memperkenalkan inovasi tersebut maka alih teknologi sulit terwujud.
Contoh lain dari inovasi dalam sektor konstruksi, yang sedang menunggu paten di Eropa, adalah proses untuk memproduksi struktur penahan beban titanium. Proses ini menggunakan gas dingin untuk menyemprotkan partikel titanium ke bagian konstruksi untuk membentuk struktur penahan beban. Proses teknologi baru ini menghilangkan langkah-langkah pemrosesan seperti peleburan, penggulungan dan pengelasan, yang mungkin diperlukan untuk menghasilkan struktur seperti itu.